Share

Bab 7

Olivia tersadar dari lamunannya ketika ketukan pintu terdengar. Belum sempat bersuara, pintu kamar itu terbuka paksa. Seorang pelayan datang dan langsung menunduk hormat.

"Tuan Alvaro menunggu Anda di meja makan, Nona," katanya sopan.

"Aku tidak nafsu makan!" ketus Olivia.

Alvaro hampir saja membuatnya mati semalam. Dan tanpa kata maaf, Alvaro bersikap seolah tidak terjadi apa-apa padanya. Ah, Olivia salah telah berharap Alvaro akan peduli dengan keadaannya. Nyatanya, seorang psikopat sepertinya memang tidak memiliki hati!

Olivia ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia harus berpikir bagaimana caranya terlepas dari Alvaro.

Olivia benci kenyataan bahwa penyesalan selalu datang terlambat. Ya, ia menyesali pernikahan ini. Menikah dengan Alvaro sama saja ia mempertaruhkan hidupnya sendiri. Ia bisa saja mati di tangan Alvaro.

"Olivia."

Ketukkan kasar serta panggilan datar itu membuat Olivia meremang. Ia jelas tau bahwa itu adalah suara Alvaro. Mengapa pria itu kemari? Apa karena Olivia menolak makan?

"Kau ingin aku membuka paksa pintu ini?"

Suara Alvaro kembali terdengar. Olivia menggeleng tegas. "Tidak! Aku tidak boleh terlihat takut atau Alvaro semakin mempermainkanku!"

Dengan sekali tarikan nafas, Olivia memutar kunci. Detik berikutnya, Alvaro langsung muncul dari balik pintu.

Aroma maskulin dari tubuh kekarnya berhasil menghipnotis Olivia selama beberapa sekon. Entah bagaimana, tapi sekarang dadanya bergemuruh mendapati Alvaro berdiri di hadapannya dengan setelan kerja yang sangat rapi. Rambutnya juga di sisir sedemikian rupa untuk menambah kesan tampannya. Dan netra gelapnya, membuat kaki Olivia seperti jelly. Hampir saja Olivia jatuh karena tidak kuat dengan ketampanan Alvaro jika tangannya tidak segera bertumpu pada wastafel.

"Arsen ingin menemuimu," kata Alvaro menyadarkan Olivia dari lamunannya. Tanpa menunggu respon dari sang istri, Alvaro langsung beranjak.

Olivia bernafas lega. Ia merutuki dirinya yang bodoh sebab mengagumi orang yang jelas-jelas tidak memiliki hati.

Mengesampingkan Alvaro, Olivia merampungkan aktivitasnya yang tertunda yaitu, mandi. Setelahnya ia bergegas ke bawah. Langkahnya melambat ketika suara Alvaro terdengar di ruang tengah.

"Olivia sudah menjadi milikku, kau tidak perlu lagi mengkhawatirkannya karena itu tugasku."

Pembicaraan mereka terhenti kala Olivia menampakan diri. Nafasnya tercekat ketika mendapati Arsen bersisian dengan wanita cantik yang tengah menggendong seorang bayi lucu.

"Kakak--" sebut Olivia tercekat.

"Ah, Olivia, perkenalkan dia calon istriku dan juga anakku," ucap Arsen memperkenalkan wanita yang menjadi alasan ia ingin Alvaro menjaga Olivia.

"Anak?" beo Olivia tidak percaya. Netranya menatap Arsen menuntut penjelasan. Namun Arsen justru terpaku pada perban di pelipis kanan Olivia.

"Apa yang terjadi padamu?"

Olivia menyentak tangan Arsen di wajahnya. Kembali menatap Arsen penuh pertanyaan. "Anak?"

"Y--ya, dia anakku, Oliv. Maaf," kata Arsen.

"Jadi ini alasan sebenarnya? Kak Arsen ingin aku menikah agar kakak bisa bersama mereka?"

"Olivia--"

"Kakak marah ketika tau aku memainkan film itu. Kakak bilang itu tidak pantas, tapi apa ini? Bahkan yang kakak lakukan lebih hina! Kakak menggaulinya bahkan sampai memiliki anak?"

"Olivia, kisah kita tidak bisa disamakan. Film itu memang tidak pantas untukmu. Aku tidak rela tubuhmu menjadi tontonan masyarakat."

"Duduklah," ucap Alvaro menyela.

Jarak Olivia yang tidak terlalu jauh membuatnya mampu menjangkau lengan gadis itu. Namun, Olivia langsung menyentak tangannya.

"Karena kakak, aku memutuskan untuk menikah dengannya! Aku pikir hal ini membuat Kakak bahagia, tapi apa? Kebahagiaan kakak bukan karenaku tapi karena wanita dan bayi itu?"

"Dengarkan dulu penjelasanku--"

"Pergi!" seru Olivia menunjuk ke arah pintu keluar. "Aku bilang pergi dari sini! Pergi!"

Alvaro mengedikkan bahu ketika Arsen menatapnya. Ia tidak akan mencegah pria itu. Lagi pula, ia tidak suka rumahnya dikunjungi orang asing, baik itu kakak iparnya sendiri.

Alvaro menahan ketika Olivia hendak berlalu dari sana. "Makan!" titahnya pada sang istri.

Tanpa perasaan, Alvaro menyeret Olivia ke meja makan. Tidak peduli kaki Olivia terkilir karena susah mengimbangi langkahnya. Ia menyentak gadis itu di kursi makan.

"Jangan mencoba menghindar dariku, Oliv. Kau tau aku tidak segan menghukum siapapun yang membantah ucapanku!"

Alvaro duduk di sebelah Olivia. Memastikan sang istri makan dengan lahap. Ia tidak akan mengizinkan Olivia beranjak dari sana sebelum isi piringnya habis.

"Aku tidak lapar, Al," kata Olivia menolak makan.

"Maka aku tidak akan pernah memberimu makan." Alvaro menarik piring Olivia hingga jatuh ke lantai. "Kudengar mati karena kelaparan lebih menyiksa dibanding dibunuh secara sadis."

Olivia hanya pasrah ketika Alvaro menariknya ke kamar. Menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang lalu menguncinya dengan kedua tangan di sisi kepala Olivia.

"Kau-- kau mau apa, Alvaro?" tanya Olivia tergagap.

"Ah, kau lupa? Aku ingin membuktikan bahwa tuduhanmu padaku itu salah. Aku bukan gay dan aku bisa membuat keturunanku lahir dari rahimmu, Nona Olivia Angelica."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status