Share

Bab 6

"Kau berhutang cerita padaku, Al!"

Alvaro menutup ponsel sebelum memandang sang adik. Sudah pukul 1 dini hari, ia sengaja menunggu karena tau Erico pasti datang untuk meminta penjelasan tentang pernikahannya dengan Olivia yang sangat mendadak.

"Tidak ada yang spesial dalam ceritaku, Erico. Aku berhutang budi pada kakaknya atas kecelakaan dulu, kau pun tau itu. Arsen memintaku menjaganya tapi gadis itu--"

Alvaro menjeda. Sedikit terkekeh karena merasa hidupnya memiliki lelucon tersendiri setelah menikahi Olivia.

"--dia memaksaku menikah. Aku hanya menurutinya," lanjutnya menetralkan ekspresi di wajah tampannya.

"Al, kurasa Olivia tidak pantas dipermainkan," kata Erico lirih.

Bohong memang ketika ia berkata pada Olivia bahwa dirinya tidak mengetahui fakta tentang Alvaro. Kenyataannya, Erico sering membantu Alvaro untuk menjebak tikus-tikus yang mencoba bersarang di perusahaan besarnya. Hanya saja, Erico bermain aman. Tidak seperti Alvaro yang berani menampakkan diri di depan tikus-tikus itu.

"Karena kau mencintainya?" sinis Alvaro.

Tentang Erico, Alvaro tau segalanya. Anak yatim piatu yang 'beruntung' itu telah Alvaro didik menjadi pria yang pintar berbisnis. Padahal, orang tua Erico dulunya adalah seorang pengedar narkoba sebelum akhirnya meninggal ketika dijebak oleh geng Jepang.

"Ck, kau tau aku bersama Adisty sekarang," sangkal Erico, "dia teman baikku, Al. Ya, meski terkadang menyebalkan, tapi aku tidak mau melihatnya menderita--"

"Maksudmu, menikah denganku akan membuat gadis itu menderita? Kau pikir aku tidak bisa menghidupinya?" cecar Alvaro menyela dengan cepat.

Tawa sumbang Erico terdengar. "Oh, ayolah, Al! Aku tidak berbicara tentang materi. Siapa pun tau yang beruntung menjadi istrimu pasti tidak akan kekurangan uang!"

"Lalu?"

"Kesehatan mentalnya bisa terancam jika hidup denganmu, Al! Lihat tadi? Belum ada satu hari pernikahan kalian, wajahnya sudah pias ketika mengatakan bahwa kau pembunuh! Katakan padaku, kau menyiksa lawanmu di hadapannya?"

Alvaro tidak menjawab. Membiarkan Erico bingung atas pertanyaannya yang menggantung. Menurutnya Erico telah melewati batasan. Pria itu terlalu jauh mencampuri urusannya. Alvaro tidak menyukainya.

"Pulanglah, Adisty pasti menunggumu," kata Alvaro memgubah topik pembicaraan.

Erico sudah ia izinkan untuk menjalin kasih dengan Adisty. Seharusnya, pria muda itu tidak ikut campur lagi masalah Alvaro dengan Olivia. Kecuali, Erico masih memiliki rasa pada Olivia, baru Alvaro akan menanggapinya.

Kedua lengan Alvaro bertumpu di atas meja ketika wajahnya condong pada Erico yang belum beranjak.

"Mulai hari ini, Olivia Angelica adalah milikku, Tuan Muda Erico Vederich. Jika kau berbuat lancang dengan menyimpan cintamu untuk gadis itu, maka Adisty akan berakhir di tanganku sendiri."

.

Olivia menggeliat perlahan ketika sinar matahari memaksa masuk ke dalam kelopak mata, menembus pada retina. Rintihan kecil terdengar dari mulutnya ketika merasakan kepalanya sangat berat.

"Ah, pusing sekali!" eluhnya memijat pelipis bagian kanan. Ia memaksakan diri untuk bangun. Lalu terpaku ketika mendapati dirinya berada di tempat asing.

Ingatan Olivia kembali pada saat Alvaro menjemputnya di kantor Erico. Pria itu datang menyela pembicaraannya dengan Erico. Membuat Olivia tidak mendapatkan jawaban apapun dari pertanyaannya kemarin tentang Alvaro.

"Bukankah aku menyuruhmu pulang dan bersiap untuk malam pertama kita, Nona?"

Alvaro duduk di kursi tamu sebelah Olivia. Lagi-lagi pertanyaannya mengejutkan untuk Erico dan Adisty. Dapat dilihat keduanya saling tatap sebelum akhirnya Erico mengangkat alis pada Alvaro. Bertanya lewat ekspresi wajahnya.

"Ah, kau tidak mengatakan pada mereka tentang pernikahan kita? Apa ini akan menjadi rahasia?" cecarnya lagi menyinggung Olivia yang masih bungkam.

Dalam diam, Olivia bersusah payah meneguk ludah. Setelah melihat bagaimana kejamnya Alvaro ketika menyiksa musuhnya, Olivia jadi takut. Olivia pikir, jika pulang ke rumah Alvaro, pria itu juga akan menyiksanya.

"Aku menyukai aktivitas seks sadisme dan masokhisme."

Kalimat yang terlontar dari mulut Alvaro terngiang kembali di telinga Olivia. Diliriknya sang suami yang sekarang menatapnya menghunus. Olivia yakin jika mata Alvaro adalah pisau, maka Olivia sudah tertusuk dan terluka karena tatapan itu.

"Aku mau pulang!"

Olivia bergegas menyambar tasnya. Meninggalkan tempat itu tanpa mau menunggu Alvaro. Ia akan pulang, tapi ke rumah Arsen. Bukan mansion milik Alvaro.

Alvaro ikut beranjak. Ia tidak tergesa ketika mengejar Olivia. Namun kecepatan mobilnya membuatnya tidak sulit menemukan gadis itu.

"Astaga, bagaimana ini?"

Olivia menambah kecepatan mobilnya dengan harapan Alvaro kehilangan jejak. Namun tidak bisa, Alvaro sangat menguasai jalanan hingga ia terus berada di belakang sang istri.

Alvaro menyunggingkan sudut bibirnya. Bermain-main dengan Olivia ternyata menyenangkan. Gadis itu berhasil membuatnya merasakan kembali kesenangan yang sudah lama tidak ia dapatkan. Alvaro bersumpah ia tidak akan melepaskan Olivia begitu saja.

Pertigaan jalan ada di depan mata. Olivia tidak menyalakan sein mobil, tapi Alvaro tau gadis itu hendak mengambil jalur kanan. Saat itulah Alvaro memaksimalkan kecepatannya ke arah yang sama hingga menabrak bagian belakang mobil Olivia.

Alvaro dengan mudah menginjak rem, sedangkan mobil Olivia terpental beberapa meter dan menabrak trotoar jalan.

"Sempurna," gumam Alvaro ketika mendapati Olivia jatuh pingsan dengan kepalanya yang berdarah akibat menghantam setir.

###

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status