Home / Romansa / Istri Kecil untuk Bos Duda / Tidak Sadarkan Diri

Share

Tidak Sadarkan Diri

Author: Writergaje23_
last update Last Updated: 2024-03-01 23:14:08

Untuk kesekian kalinya, Aileen menyembunyikan wajahnya di balik bantal kamar. Menyadari bahwa Arsen melihat darah haidnya justru membuat perempuan pendek itu semakin badmood dan malu.

Pasti sekarang duda menyebalkan itu tengah menertawai seberapa jorok dirinya. Aish ... memikirkannya malah membuat Aileen semakin malas keluar dari kamar.

Tidak peduli bahwa pekerjaan rumah belum ia kerjakan pagi ini.

"Bibi Ai ... laper," keluh Ayres dari depan pintu kamarnya.

Aileen bangkit duduk. Perempuan pendek itu kemudian berdiri dan segera berlari membuka pintu kamar.

"Kamu mau makan apa? Maaf, Bibi lupa seduhin susu hangat sama masakin sarapan," ucap Aileen penuh sesal begitu menemukan wajah lesu putra sang majikan di depan kamarnya.

"Kata Papa, aku enggak boleh ganggu Bibi Ai. Katanya Bibi Ai masih sakit, buktinya kemarin berdarah gitu. Tapi kan aku lapar, Bibi. Kalau Bibi Rindi yang masakin, rasanya kurang enak," adu Ayres polos yang hanya dibalas Aileen dengan wajah cemberut.

"Yaudah, ayo kita makan! Bibi Ai masakin banyak-banyak. Yang penting dihabisin, ya!" Aileen mengangkat bocah sipit itu ke dalam gendongan sebelum kemudian membawanya berlari menuruni tangga.

"Hati-hati heh! Itu anak saya nanti jatuh kamu bawa lari!" Arsen menegur sambil melotot tajam.

Aileen menghentikan langkah begitu menyadari kehadiran Arsen di ruang tengah. Kenapa pria itu belum berangkat bekerja? Bukannya di jam segini duda galak itu sudah tidak kedapatan muncul di rumah?

"Om kok masih di rumah? Bukannya ini hari senin?" tanya Aileen sambil berjalan di tangga lebih hati-hati. Mencoba mengingatkan sang majikan bahwa hari ini adalah jadwalnya masuk kerja.

"Emang kenapa kalau aku masih di rumah jam segini? Mata kamu bakalan katarak liatnya?" tanya Arsen sewot. Masih terbawa syndrome badmood Aileen kemarin.

"Biasa aja dong! Galak banget ish," maki Aileen sambil segera menuju dapur.

Arsen yang gelagapan kontan mengikuti perempuan itu ke dapur. Ayres memandangi gerak-gerik sang Papa dengan kernyitan di dahi.

"Papa kok belum ngajak Bibi Ai? Kan katanya mau langsung ngajak pas Bibi Ai udah mau keluar kamar." Ayres bertanya ambigu yang membuat Arsen mendadak panik.

Sedangkan Aileen mengernyit tidak mengerti dengan pembicaraan antara ayah dan anak tersebut.

"Oh iya, Aileen. Saya ... s-saya mau keluar buat beli keperluan Ayres. Kamu mau ikut nggak? Sekalian beli kebutuhan kamu gitu," tanya Arsen yang terlalu kentara gelagapan.

Ayres menyorot Arsen tidak setuju. "Kata Papa kan mau beliin barang-barangnya Bibi Ai aja," koreksi bocah sipit itu yang akhirnya membuat Arsen mendengkus.

"Yaudah! Intinya setelah sarapan kamu dandan yang rapi. Saya mau ajak kamu keluar buat beli semua kebutuhan kamu. Paham?" tanya Arsen akhirnya mengutarakan niat sebenarnya.

Aileen mengerjap sebelum kemudian mengangguk linglung. Ayres bersorak senang sedangkan Arsen segera berlalu dari dapur.

Kemarin, Arsen memang sempat melihat Aileen yang kelimpungan mencari pembalut. Beberapa kali, pria itu juga mengomentari baju Aileen yang kuno, kebesaran dan itu-itu saja.

Ternyata ... Arsen memperhatikannya sampai sejauh itu, ya?

***

Pukul sembilan pagi. Aileen sudah sampai di parkiran mall bersama Arsen dan Ayres. Ketiga orang yang tampak seperti keluarga kecil bahagia itu berjalan memasuki mall dengan wajah Aileen yang melongo takjub.

Bisa dibilang, ini pertama kalinya perempuan itu masuk bahkan berdiri di pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Semuanya tampak terlalu menakjubkan di mata Aileen yang hanya mantan gadis desa. Biasanya, perempuan itu hanya melihat petakan sawah juga rimbun hutan saja.

"Muka kamu biasa aja kali! Malu-maluin banget. Seenggaknya kalau mau kampungan jangan pas sama saya," tegur Arsen kesal begitu menyadari Aileen yang hampir tidak pernah berkedip menatap sekitar mereka kagum.

Perempuan pendek itu mendengkus sebal sebelum kemudian melangkah mendahului Arsen dan Ayres.

"Bibi Ai, ikuuut!" teriak Ayres sambil menggeliat meminta dilepaskan dari gendongan Ayahnya.

"Jangan sama Bibi, Res. Nanti kamu dikira kampungan," sindir Aileen sambil melirik Arsen penuh penghakiman.

Arsen berpura-pura tidak tahu kemudian mengekori langkah cepat perempuan pendek itu. Tentu saja dengan Ayres yang terus merengek ingin digendong Bibinya.

"Ini gimana cara naiknya? Kok tangganya gerak sendiri sih?" tanya Aileen sambil memandangi eskalator di hadapannya bingung.

Arsen yang menyadari kebingungan perempuan 'kampungan' itu hanya menggeleng tidak habis pikir. Kebodohan Aileen sepertinya memang sudah tidak tertolong.

"Tinggal naik aja kok ribet? Dasar orang kampung!" cerca Arsen sambil berjalan santai menaiki eskalator.

Aileen memandangi Arsen yang sudah melesat ke tangga teratas dengan cepat. Meninggalkan Aileen yang masih berdiri dengan bodohnya di bawah.

Melihat itu, Aileen segera berlari menjauh. Perempuan itu merasa harga dirinya terluka. Memangnya kalau Aileen tidak bisa naik tangga berjalan itu, seseorang akan masuk penjara?

Tidak tentu saja. Arsen saja yang terlalu berlebihan membanggakan diri sendiri.

Di tengah kekesalannya, perempuan itu terus berjalan di antara kerumunan orang-orang sambil bersumpah serapah. Hingga tanpa sadar, Aileen malah menabrak seorang pria hingga jatuh terpental.

"Aduuuh ...." Aileen meringis sambil mencoba bangkit berdiri.

Tapi, begitu menatap wajah orang yang menabraknya, perempuan itu melotot terkejut. Dia adalah duda kaya tempat sang Ayah menjualnya!

Bagaimana bisa mereka bertemu di sini? Bukankah desa Aileen lumayan jauh dari tempat ini?

"Aileen?" tanya pria dewasa atau lebih tepatnya tua itu sambil memperhatikan wajah Aileen lamat-lamat.

"B-bukan! Aku nggak kenal kamu!" jawab Aileen panik dan asal yang tentu saja semakin memperkuat spekulasi pria di depannya.

"Kebetulan banget kita ketemu di sini, ya? Rugi banget saya bayarin utang Ayah kamu tapi tebusannya malah kabur-kaburan," gumam pria itu sambil menyeringai mengerikan.

Mendadak, Aileen merasakan tubuhnya gemetaran. Panik dan takut menyergapnya tanpa ampun. Apalagi begitu mengingat terakhir kali bertemu pria ini, Aileen hampir saja dilecehkan.

"J-jangan macam-macam! Nanti aku teriak!" ancam Aileen yang anehnya sudah lebih dulu berteriak.

Beberapa saat kemudian, perempuan itu berlari sekuat tenaga. Duda yang sudah membeli Aileen dari Ayahnya tersebut tentu saja berlari mengejar.

Tentu saja dia tidak mau rugi dengan membiarkan gadis yang dibayarnya mahal harus kabur lagi. Ia benar-benar sudah membayar mahal hanya demi seorang gadis polos semacam Aileen.

Karena terlalu kencang berlari tanpa memperhatikan sekeliling, perempuan itu tanpa sadar sudah sampai di tepi jalan. Begitu melihat orang yang mengejarnya justru semakin mendekat, Aileen kembali berlari menyeberangi jalan raya tanpa melihat sedan melaju dari arah samping kanannya cepat.

TIIIN!

CIIIT ... BRAKKK!

Tubuh Aileen menabrak bagian depan mobil berwarna silver sebelum kemudian terpental ke bahu jalan. Darah mulai berceceran di beberapa bagian tubuh perempuan itu.

"BIBI AI!" teriak Ayres histeris yang entah sejak kapan sudah berdiri di halaman depan mall.

Sementara di tempatnya, Aileen merasakan telinganya berdengung panjang. Kepalanya serasa berputar dengan pandangan yang mulai memburam dan gelap.

Sepersekian detik kemudian, yang mampu perempuan itu tangkap hanya gelap dan sunyi.

Aileen tidak sadarkan diri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Jangan Terlalu Manis

    "Jadi, kamu beneran hamil?" Arsen bertanya tidak percaya. Hari ini, dia dan Aileen memang pergi ke rumah sakit guna memeriksakan dugaan Arsen. Syukurnya, hasil lab dari Dokter menjawab semua. Aileen benar-benar hamil. Usia kandungannya masih sangat muda. "Kita bakal punya anak, Aileen." Arsen menegaskan sekali lagi sambil memeluk tubuh mungil istrinya yang masih mematung tidak percaya. Rasanya ... terlalu tiba-tiba. Aileen belum siap. Dia benar-benar tidak siap. "Tapi aku masih terlalu muda buat punya anak, Mas." Aileen menyuarakan sesuatu yang sedari tadi mengganjal di hatinya. "Loh? Tapi kamu kan udah punya anak. Tuh, si Ayres," jawab Arsen sambil terkekeh geli. "Itu beda. Ayres kan udah gede, enggak perlu kulahirin dulu. Ini beda lagi. Aku ... nggak berani melahirkan," jelas Aileen jujur. Arsen memandang Aileen lekat. Bingung dengan pola pikir sang istri. Setahunya, perempuan yang sudah menikah paling ingin punya anak. Biasanya, mereka bahkan melakukan berbagai macam cara a

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Morning Sickness?

    "Sekarang udah berani sama Mama Ai lagi?" Arsen bertanya begitu malam ini ia menemani Ayres tidur.Bocah sipit yang akhirnya mengetahui siapa dalang di balik semua teror yang didapatinya, hanya mengangguk. Tapi, Ayres tidak terlihat berniat menemui Aileen sama sekali.Padahal, semuanya sudah selesai. Bi Rindi sudah keluar dari rumah mereka. Rindu juga sudah meminta maaf atas perlakuan sang Bunda.Arsen bahkan juga bertanya apa Rindu benar masih menyukainya seperti dulu. Dan jawaban mengejutkan perempuan itu, sejenak membuat Arsen memikirkannya hingga detik ini."Seharusnya Pak Sakya tahu. Perasaan aku sama Bapak masih sama kayak dulu. Meski aku bilang udah enggak sekali pun, yakin aja aku pasti lagi bohong."Begitulah kalimat yang Rindu ucapkan padanya tadi siang di kantor. Tepat setelah perempuan itu menyerahkan proposal juga meminta maaf mewakili Bundanya.Arsen tidak pernah berpikir bahwa Rindu akan berkata demikian. Melihat dari sikap perempuan itu yang profesional dan normal dala

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Sosok di Balik Masalah

    "Apa aku sebaiknya pergi dari rumah aja, ya?" Aileen bertanya pada Arsen.Arsen yang malam ini hampir terlelap karena sudah luar biasa mengantuk, kontan saja terbangun dan melotot galak. "Kamu gila?!" bentak Arsen sebal.Aileen menggeleng yakin. "Enggak. Seharusnya aku emang pergi sejak awal. Kalau kayak gitu, mungkin Ayres enggak bakal diteror lagi. Dia juga enggak mungkin takutin apapun lagi setelah ini," jelas Aileen memaparkan spekulasinya jika sampai ia benar-benar pergi dari rumah ini."Kamu pikir cuma Ayres aja yang bisa butuh kamu? Saya juga bisa! Apa selama ini kamu tinggal di rumah ini buat Ayres aja?" tanya Arsen tidak habis pikir.Mendengar omelan suaminya, Aileen jadi merasa bersalah. Perempuan itu kemudian berbaring membelakangi Arsen sambil mengusap air mata yang diam-diam mengalir dari sudut mata."Bukan gitu. Aku cuma enggak tahan liat Ayres ketakutan di rumahnya sendiri. Aku enggak bisa liat dia nangis terus-terusan kayak gitu gara-gara aku. Dia keliatan takut banget

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Orang Dalam

    Aileen tidak tahu apa yang salah dengan putranya. Tapi, sejak ia menemukan bocah itu sudah kembali di rumah mereka, kenapa Ayres malah jadi takut padanya?Ada apa? Apa sebelumnya Aileen sempat melakukan kesalahan? Apa Ayres hanya sedang marah pada Aileen karena semalam Aileen berhenti mencarinya dan memilih tidur di rumah?"Sayang ... kamu enggak mau makan? Mau Mama bikinin atau beliin sesuatu?" tanya Aileen untuk kesekian kalinya.Mencoba mengajak bocah sipit berbicara. Tapi, lagi dan lagi, bocah itu tetap tidak mau menyahutinya. Yang dilakukan Ayres hanya bersembunyi di pelukan Papanya. Ayres seolah tidak berani dekat-dekat dengan Aileen."Udah, kamu balik aja sana ke kamar dulu. Ntar kalau udah tenang dan mau cerita, mungkin dia mau bicara sama kamu. Kamu istirahat aja, kalau saya butuh sesuatu nanti saya panggil Bi Rindi." Arsen menegur sambil mengelus punggung tangan istrinya.Pada akhirnya, Aileen menjawab dengan satu anggukan. Perempuan itu juga kasihan dengan Ayres yang terus

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Percaya Sama Saya

    Aileen menggigit kuku jemarinya gusar. Perempuan itu terus memandangi sekitar jalanan panik. Sedangkan Arsen, hanya menggenggam sebelah tangan Aileen erat. Berniat menenangkan sang istri sekaligus dirinya sendiri."Apa kita balik ke kebun binatang aja ya, Mas? Kita cari di sana sekali lagi. Mungkin aja dia masih di sana cuma kita belum cari yang bener aja," pinta Aileen yang dibalas Arsen dengan gelengan."Di sana udah ada yang jaga. Lagian gerbang kebun binatangnya juga udah dikunci, biar enggak ada yang bisa keluar masuk lagi. Kalau emang Ayres ketemu di sana, pasti mereka hubungin kita." Arsen menjelaskan yang dalam hati dibenarkan Aileen.Perempuan itu kemudian menatap jalan yang mereka lewati lagi. Takut jika sampai sang putra malah tidak tertangkap matanya."Kita pulang dulu, ya? Ini udah larut banget. Kamu juga belum makan, kan?" tanya Arsen yang ditanggapi Aileen dengan gelengan."Enggak," jawab Aileen final. Terdengar tidak ingin dibantah atau bernegosiasi lagi."Kalau gitu k

  • Istri Kecil untuk Bos Duda   Ayres Hilang

    "Udah bawa botol minumnya, kan?" Aileen bertanya sekali lagi.Ayres mengangguk. "Udah, Mama. Udah bawa bekal juga. Terus aku juga bawa wortel mentah," jawab bocah sipit itu tanpa mau melunturkan senyumnya.Aileen mengernyit bingung. "Kamu buat apa bawa wortel mentah? Kalau mau lauk wortel, Mama masakin aja." Perempuan pendek itu bertanya heran."Emang kapan aku suka wortel, Mama? Aku kan mau kasih makan kelinci. Pasti di kebun binatang ada kelinci," sahut Ayres yang dibalas Aileen dengan cubitan gemas di pipi gembul putranya."Yaudah sana! Berangkat sama Papa ke sekolah. Inget loh ya, jangan jauh-jauh dari Bu Guru!" peringat Aileen sambil mengaitkan tas bocah itu di punggungnya.Ayres menempelkan tangan di pelipis; memasang posisi hormat. Berikutnya, bocah itu berlari keluar diikuti Aileen dari belakang.Tapi, begitu sudah membuka pintu mobil, bocah itu malah berbalik dan berlari lagi menuju sang Mama. Aileen mengernyit. Apa lagi?"Kamu ketinggalan sesuatu?" tanya Aileen begitu Ayres

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status