Share

Tidak Sadarkan Diri

Untuk kesekian kalinya, Aileen menyembunyikan wajahnya di balik bantal kamar. Menyadari bahwa Arsen melihat darah haidnya justru membuat perempuan pendek itu semakin badmood dan malu.

Pasti sekarang duda menyebalkan itu tengah menertawai seberapa jorok dirinya. Aish ... memikirkannya malah membuat Aileen semakin malas keluar dari kamar.

Tidak peduli bahwa pekerjaan rumah belum ia kerjakan pagi ini.

"Bibi Ai ... laper," keluh Ayres dari depan pintu kamarnya.

Aileen bangkit duduk. Perempuan pendek itu kemudian berdiri dan segera berlari membuka pintu kamar.

"Kamu mau makan apa? Maaf, Bibi lupa seduhin susu hangat sama masakin sarapan," ucap Aileen penuh sesal begitu menemukan wajah lesu putra sang majikan di depan kamarnya.

"Kata Papa, aku enggak boleh ganggu Bibi Ai. Katanya Bibi Ai masih sakit, buktinya kemarin berdarah gitu. Tapi kan aku lapar, Bibi. Kalau Bibi Rindi yang masakin, rasanya kurang enak," adu Ayres polos yang hanya dibalas Aileen dengan wajah cemberut.

"Yaudah, ayo kita makan! Bibi Ai masakin banyak-banyak. Yang penting dihabisin, ya!" Aileen mengangkat bocah sipit itu ke dalam gendongan sebelum kemudian membawanya berlari menuruni tangga.

"Hati-hati heh! Itu anak saya nanti jatuh kamu bawa lari!" Arsen menegur sambil melotot tajam.

Aileen menghentikan langkah begitu menyadari kehadiran Arsen di ruang tengah. Kenapa pria itu belum berangkat bekerja? Bukannya di jam segini duda galak itu sudah tidak kedapatan muncul di rumah?

"Om kok masih di rumah? Bukannya ini hari senin?" tanya Aileen sambil berjalan di tangga lebih hati-hati. Mencoba mengingatkan sang majikan bahwa hari ini adalah jadwalnya masuk kerja.

"Emang kenapa kalau aku masih di rumah jam segini? Mata kamu bakalan katarak liatnya?" tanya Arsen sewot. Masih terbawa syndrome badmood Aileen kemarin.

"Biasa aja dong! Galak banget ish," maki Aileen sambil segera menuju dapur.

Arsen yang gelagapan kontan mengikuti perempuan itu ke dapur. Ayres memandangi gerak-gerik sang Papa dengan kernyitan di dahi.

"Papa kok belum ngajak Bibi Ai? Kan katanya mau langsung ngajak pas Bibi Ai udah mau keluar kamar." Ayres bertanya ambigu yang membuat Arsen mendadak panik.

Sedangkan Aileen mengernyit tidak mengerti dengan pembicaraan antara ayah dan anak tersebut.

"Oh iya, Aileen. Saya ... s-saya mau keluar buat beli keperluan Ayres. Kamu mau ikut nggak? Sekalian beli kebutuhan kamu gitu," tanya Arsen yang terlalu kentara gelagapan.

Ayres menyorot Arsen tidak setuju. "Kata Papa kan mau beliin barang-barangnya Bibi Ai aja," koreksi bocah sipit itu yang akhirnya membuat Arsen mendengkus.

"Yaudah! Intinya setelah sarapan kamu dandan yang rapi. Saya mau ajak kamu keluar buat beli semua kebutuhan kamu. Paham?" tanya Arsen akhirnya mengutarakan niat sebenarnya.

Aileen mengerjap sebelum kemudian mengangguk linglung. Ayres bersorak senang sedangkan Arsen segera berlalu dari dapur.

Kemarin, Arsen memang sempat melihat Aileen yang kelimpungan mencari pembalut. Beberapa kali, pria itu juga mengomentari baju Aileen yang kuno, kebesaran dan itu-itu saja.

Ternyata ... Arsen memperhatikannya sampai sejauh itu, ya?

***

Pukul sembilan pagi. Aileen sudah sampai di parkiran mall bersama Arsen dan Ayres. Ketiga orang yang tampak seperti keluarga kecil bahagia itu berjalan memasuki mall dengan wajah Aileen yang melongo takjub.

Bisa dibilang, ini pertama kalinya perempuan itu masuk bahkan berdiri di pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Semuanya tampak terlalu menakjubkan di mata Aileen yang hanya mantan gadis desa. Biasanya, perempuan itu hanya melihat petakan sawah juga rimbun hutan saja.

"Muka kamu biasa aja kali! Malu-maluin banget. Seenggaknya kalau mau kampungan jangan pas sama saya," tegur Arsen kesal begitu menyadari Aileen yang hampir tidak pernah berkedip menatap sekitar mereka kagum.

Perempuan pendek itu mendengkus sebal sebelum kemudian melangkah mendahului Arsen dan Ayres.

"Bibi Ai, ikuuut!" teriak Ayres sambil menggeliat meminta dilepaskan dari gendongan Ayahnya.

"Jangan sama Bibi, Res. Nanti kamu dikira kampungan," sindir Aileen sambil melirik Arsen penuh penghakiman.

Arsen berpura-pura tidak tahu kemudian mengekori langkah cepat perempuan pendek itu. Tentu saja dengan Ayres yang terus merengek ingin digendong Bibinya.

"Ini gimana cara naiknya? Kok tangganya gerak sendiri sih?" tanya Aileen sambil memandangi eskalator di hadapannya bingung.

Arsen yang menyadari kebingungan perempuan 'kampungan' itu hanya menggeleng tidak habis pikir. Kebodohan Aileen sepertinya memang sudah tidak tertolong.

"Tinggal naik aja kok ribet? Dasar orang kampung!" cerca Arsen sambil berjalan santai menaiki eskalator.

Aileen memandangi Arsen yang sudah melesat ke tangga teratas dengan cepat. Meninggalkan Aileen yang masih berdiri dengan bodohnya di bawah.

Melihat itu, Aileen segera berlari menjauh. Perempuan itu merasa harga dirinya terluka. Memangnya kalau Aileen tidak bisa naik tangga berjalan itu, seseorang akan masuk penjara?

Tidak tentu saja. Arsen saja yang terlalu berlebihan membanggakan diri sendiri.

Di tengah kekesalannya, perempuan itu terus berjalan di antara kerumunan orang-orang sambil bersumpah serapah. Hingga tanpa sadar, Aileen malah menabrak seorang pria hingga jatuh terpental.

"Aduuuh ...." Aileen meringis sambil mencoba bangkit berdiri.

Tapi, begitu menatap wajah orang yang menabraknya, perempuan itu melotot terkejut. Dia adalah duda kaya tempat sang Ayah menjualnya!

Bagaimana bisa mereka bertemu di sini? Bukankah desa Aileen lumayan jauh dari tempat ini?

"Aileen?" tanya pria dewasa atau lebih tepatnya tua itu sambil memperhatikan wajah Aileen lamat-lamat.

"B-bukan! Aku nggak kenal kamu!" jawab Aileen panik dan asal yang tentu saja semakin memperkuat spekulasi pria di depannya.

"Kebetulan banget kita ketemu di sini, ya? Rugi banget saya bayarin utang Ayah kamu tapi tebusannya malah kabur-kaburan," gumam pria itu sambil menyeringai mengerikan.

Mendadak, Aileen merasakan tubuhnya gemetaran. Panik dan takut menyergapnya tanpa ampun. Apalagi begitu mengingat terakhir kali bertemu pria ini, Aileen hampir saja dilecehkan.

"J-jangan macam-macam! Nanti aku teriak!" ancam Aileen yang anehnya sudah lebih dulu berteriak.

Beberapa saat kemudian, perempuan itu berlari sekuat tenaga. Duda yang sudah membeli Aileen dari Ayahnya tersebut tentu saja berlari mengejar.

Tentu saja dia tidak mau rugi dengan membiarkan gadis yang dibayarnya mahal harus kabur lagi. Ia benar-benar sudah membayar mahal hanya demi seorang gadis polos semacam Aileen.

Karena terlalu kencang berlari tanpa memperhatikan sekeliling, perempuan itu tanpa sadar sudah sampai di tepi jalan. Begitu melihat orang yang mengejarnya justru semakin mendekat, Aileen kembali berlari menyeberangi jalan raya tanpa melihat sedan melaju dari arah samping kanannya cepat.

TIIIN!

CIIIT ... BRAKKK!

Tubuh Aileen menabrak bagian depan mobil berwarna silver sebelum kemudian terpental ke bahu jalan. Darah mulai berceceran di beberapa bagian tubuh perempuan itu.

"BIBI AI!" teriak Ayres histeris yang entah sejak kapan sudah berdiri di halaman depan mall.

Sementara di tempatnya, Aileen merasakan telinganya berdengung panjang. Kepalanya serasa berputar dengan pandangan yang mulai memburam dan gelap.

Sepersekian detik kemudian, yang mampu perempuan itu tangkap hanya gelap dan sunyi.

Aileen tidak sadarkan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status