Share

Terpuruk

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2024-05-23 17:16:53

Tanpa pikir panjang, Almeera menggendong tubuh Rifki menuju ke taksi. 

Dengan mata berkaca-kaca, ia meminta sopir taksi agar mengantarnya ke rumah sakit terdekat. 

Badannya begitu panas, hingga Rifki pun dilarikan ke ruang IGD supaya bisa dilakukan penanganan secara intensif.

“Apa Anda keluarga pasien?” tanya dokter yang memeriksa Rifki.

“Iya, Dok, saya kakaknya. Bagaimana keadaan adik saya, Rifki?” tanya Almeera dengan raut wajah penuh kecemasan.

“Pasien menderita pneumonia akut dan harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Kami sudah memasangkan ventilator untuk membantu pernapasannya. Nanti pasien akan ditangani secara langsung oleh dokter spesialis paru-paru. Sekarang, Anda bisa mengurus administrasinya dulu,” ujar sang dokter.

Pneumonia?

Bagaimana bisa?

Namun, Almeera menahan pertanyaannya itu dan langsung menemui petugas bagian administrasi. 

Saat bagiannya tiba, seorang wanita dengan blazer hitam memberikan penjelasan mengenai estimasi biaya perawatan. 

Dimulai dari tarif kamar per hari, biaya dokter, tindakan, hingga obat-obatan. 

Jika dihitung, semuanya bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Rasanya, dunia runtuh di mata Almeera. 

Di tabungannya hanya ada uang tiga juta rupiah. 

Jika Rifki harus dirawat, lalu dengan apa dia akan membayar seluruh biayanya?

‘Apa aku harus meminjam uang dari Bu Sri?’ pikir Almeera putus asa.

Dengan langkah gontai, Almeera berjalan menyusuri koridor rumah sakit. 

Pikiran gadis itu sangat kacau, sehingga ia tidak menyadari ada sekelompok pria yang tergesa-gesa menuju ke arahnya. 

Sementara itu, pria yang berjalan paling depan sedang berbicara melalui sambungan telepon, sehingga ia juga tidak memperhatikan keberadaan Almeera.

Bugh!

Tabrakan antara Almeera dan pria berjas abu-abu itu tak terelakan.

Keduanya hilang keseimbangan dan terjatuh.

Bahkan, ponsel yang ada di tangan pria tersebut melayang ke udara, lalu terpental di lantai. 

Namun, itu bukan yang paling menyeramkan dari kejadian ini.

Almeera kini menimpa pria berjas abu itu!

“Apa kamu tidak punya mata?” 

Suara bariton itu membuat Almeera tersadar bahwa pria yang ditimpanya itu begitu tampan.

Sepasang alis tebal yang tercetak rapi, hidung yang mancung, proporsional dengan garis wajahnya yang tegas. 

Dan … Almeera yakin bila pria ini bukanlah orang biasa. 

Sialnya, ia tampaknya sudah membuat masalah besar dengan menghancurkan ponsel pria itu. 

Membayar biaya rumah sakit saja dia tidak sanggup, apalagi bila harus mengganti rugi ponsel milik orang kaya?

“M-maafkan saya, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja,” ucap Almeera tergagap.

Dibetulkannya letak kacamata yang ia pakai dan menyingkir dari tubuh tegap pria itu. 

Namun, pria tampan itu tidak menjawab.

Dia bangkit berdiri dan merapikan jasnya membuat Almeera makin tegang.

“Tuan Kaisar, Anda tidak apa-apa?” tanya salah seorang pria yang memakai kacamata hitam. 

Sepertinya, dia adalah anak buah dari pria yang Almeera tabrak.

Namun, pria yang bernama Kaisar itu hanya mengibaskan lengan pada sang bawahan.

Dipungutnya kepingan ponselnya yang berserakan di lantai. 

Melihat itu, Almeera semakin merinding.

Terlebih, kala sepasang netra elang Kaisar tiba-tiba menatap tajam Almeera. “Sengaja atau tidak, kau harus mengganti rugi kerusakan ponselku ini, termasuk kontak penting di dalamnya,” ucapnya, datar.

“B-berapa harga ponsel itu, Tuan?” cicit Almeera dengan kepala tertunduk. 

Alih-alih menjawab, Kaisar justru berpaling kepada salah satu anak buahnya. “Willy, urus gadis bermata empat ini. Aku harus mencari Opa.”

“Baik, Tuan,” jawab bawahannya, cepat.

Almeera semakin dirundung ketakutan. 

Terlebih, gelagat Willy yang seperti tak mengenal belas kasihan, 

Mungkin, dia harus melarikan diri selagi ada kesempatan? 

Jadi, begitu Kaisar melangkahkan kaki bersama rombongannya, Almeera segera kabur dari tempat itu. 

“Hey, mau kabur ke mana kau!” teriak Willy.

Bukannya berhenti, Almeera justru berlari semakin kencang untuk meninggalkan koridor rumah sakit. 

Tak dapat dipungkiri bahwa kelakuannya ini sangat tidak bertanggung jawab. 

Namun, mau bagaimana lagi?

Jika ia sampai dilemparkan ke dalam penjara oleh Kaisar, lalu siapa yang akan merawat sang adik?

Sayangnya, Almeera kesulitan kabur.

Dengan napas tersengal-sengal, dia memutuskan untuk bersembunyi dulu di balik mobil yang terparkir di rumah sakit. 

Ditengoknya sekeliling, memastikan apakah pria bernama Willy tadi mengejarnya. 

Setelah yakin pria itu tidak membuntutinya, Almeera segera menghampiri salah satu taksi yang baru saja menurunkan penumpang.

“Pak, tolong antarkan saya ke alamat ini,” kata Almeera menunjukkan alamat yang diberikan sang nenek.

“Baik, Mbak.”

Dalam perjalanan, Almeera terpikir lagi untuk menelepon pemilik rumah makan tempatnya bekerja dan meminta bantuan dari mantan bosnya itu. 

Namun, Almeera mengurungkan niat tersebut. 

Mustahil, Bu Sri mau meminjamkan uang kepadanya, sementara dia sudah tidak bekerja padanya, kan?

***

“Benar alamatnya di sini, Mbak?” tanya sang sopir taksi begitu mobil berhenti di depan sebuah rumah berpagar hitam. 

Rumah bertingkat dua itu terlihat cukup bagus dan terawat. 

Hanya saja, Almeera tidak yakin apakah rumah tersebut adalah tempat tujuan yang dia cari. 

“Saya juga tidak tahu, Pak. Saya belum pernah ke sini,” ujar Almeera mengakui dengan jujur.

“Jalan Hayam Wuruk, Perumahan Simfoni Blok C2. Memang di sini tempatnya, Mbak,” ucap sopir taksi itu.

“Baik, Pak, saya akan turun. Terima kasih sudah mengantarkan saya.”

Sedikit ragu-ragu, Almeera membuka pintu dan turun dari taksi. 

Bertamu ke rumah seseorang yang tak dikenal, merupakan pengalaman menegangkan bagi Almeera. 

Berulang kali, ia menarik dan menghembuskan napas sebelum akhirnya menekan bel pintu. 

Tet!

Tak lama berselang, pagar besi berwarna hitam itu terbuka dari luar. 

Memunculkan seorang perempuan paruh baya dengan wajah galak. 

Perempuan itu menatap Almeera dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. 

“Selamat siang, Bu,” sapa Almeera dengan ramah.

“Mbak ini siapa, ya?” balas perempuan itu dengan tatapan penuh curiga.

“Saya Almeera, cucunya Nenek Gayatri. Saya datang kemari untuk bertemu dengan Tuan Marco Biantara,” jelas Almeera apa adanya.

Dahi perempuan itu langsung berkerut saat mendengar ucapan Almeera. “Mbak salah alamat. Ini rumahnya Rasyid dan Bu Rahma. Sebaiknya, Mbak pergi sekarang, kami tidak menerima sumbangan.”

Brak!

Tanpa berbasa-basi lagi, perempuan itu menutup pagar dan menggemboknya dari dalam–meninggalkan Almeera yang mematung tak percaya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kedua CEO Ternyata Cantik Jelita   Cinta yang Sempurna (END)

    Begitu Kaisar tiba di lobi, sopir sudah menunggu di depan, membuka pintu mobil secepatnya agar Kaisar bisa langsung masuk.Ketika mobil melaju kencang, Kaisar mengeluarkan ponsel dan menelepon kakeknya, Tuan Barata. “Bagaimana keadaan Meera, Opa?” tanya Kaisar cemas.Di ujung sana, Tuan Barata segera menjawab, “Kami sudah dalam perjalanan ke rumah sakit. Perut Almeera masih mengalami kontraksi.”Kaisar menoleh ke sopirnya. “Lebih cepat, Pak. Cari jalan pintas kalau perlu. Kalau masih macet, saya akan naik ojek saja,” desaknya tak sabar.Sementara itu, di rumah sakit, Almeera baru saja tiba dan langsung dibawa oleh tim perawat ke ruang bersalin. Nenek Gayatri dan Bi Yuli mendampingi, wajah mereka penuh kekhawatiran sekaligus antusiasme. Saat perawat memeriksa Almeera, ternyata pembukaan jalan lahir hampir lengkap. Perawat bergegas menghubungi dokter kandungan yang menangani Almeera.Almeera meringis, menahan nyeri yang semakin kuat dan bergelombang, datang seperti badai yang tak dapat

  • Istri Kedua CEO Ternyata Cantik Jelita   Sembilan Bulan

    Dengan mata yang masih berat, Almeera mengerjap sambil menyibakkan selimut, menyingkapkan perutnya yang sudah besar dan bulat—memasuki bulan kesembilan. Saat ini, ia tidak leluasa lagi bergerak seperti dulu. Ia harus berjalan lebih pelan serta membatasi kegiatan sehari-hari, karena pinggang dan kakinya mudah pegal. Meski begitu, Almeera menikmati semua perubahan ini sebagai bagian dari perjuangannya menjadi seorang ibu.Kaisar sudah terbangun lebih dulu, lalu duduk di tepi ranjang. Ia memandangi sang istri dengan penuh kasih.Kaisar tersenyum lembut sambil meraih kaki Almeera dan mulai memijat perlahan, membebaskan beban dari telapak kaki yang menahan berat tubuh istrinya.“Enak, Sayang?” bisik Kaisar sambil melanjutkan pijatannya.Almeera mengangguk kecil, matanya masih setengah terpejam. “Enak sekali. Kamu tidak perlu memijatku setiap hari, Hubby.”“Justru aku senang melakukannya. Ini mungkin satu-satunya cara supaya aku merasa berguna untukmu,” kata Kaisar dengan sorot mata berbina

  • Istri Kedua CEO Ternyata Cantik Jelita   Kehangatan Keluarga

    Percakapan di meja makan berlanjut dengan penuh tawa. Tuan Barata sesekali membuat lelucon yang membuat Nenek Gayatri tertawa malu-malu, hingga suasana di mansion menjadi begitu akrab. Tak ada lagi jejak perselisihan maupun kesedihan yang tersisa. Selepas makan siang, Tuan Barata menawarkan Nenek Gayatri untuk beristirahat di kamar yang telah disiapkan. “Bi Yuli akan mengantarkan Anda ke kamar, Bu Gayatri. Istirahatlah dulu, setelah perjalanan panjang pasti Anda lelah.”Nenek Gayatri mengangguk, mengucapkan terima kasih kepada Tuan Barata dan mengikuti Bi Yuli. Langkah perempuan tua itu diiringi oleh Rifki yang melompat-lompat kegirangan karena bisa kembali ke mansion besar itu.Sementara itu, Kaisar melingkarkan tangannya di pinggang Almeera. Mengajak sang istri untuk meninggalkan ruang makan.“Kita juga istirahat, ya? Nanti malam, kita akan membawa Nenek Gayatri serta Rifki ke rumah Tuan Marco.”Almeera mengangguk setuju. Perjalanan mereka cukup panjang dan menguras tenaga, dan ia

  • Istri Kedua CEO Ternyata Cantik Jelita   Cinta Tak Berbatas Usia

    Almeera mengangguk pelan, tahu betapa pentingnya kehadiran Mirza bagi sang nenek. Walaupun ia merasa tak enak hati sesudah pertemuan terakhir mereka di Jakarta, tetapi ia memang perlu berterima kasih kepada Mirza. Terlebih, Mirza adalah teman masa kecil sekaligus sosok yang pernah dekat dengan hidupnya. Ketika Nenek Gayatri menyampaikan niatnya pada Kaisar, Almeera melihat kekhawatiran di mata suaminya. Kaisar berdiri di samping mereka dengan rahang mengeras, seperti mencoba menyembunyikan perasaan cemburu yang samar. “Hubby, temani aku ke rumah Kak Mirza, ya,” pinta Almeera lembut, ingin memastikan Kaisar tidak salah paham. Setelah beberapa detik terdiam, Kaisar akhirnya mengangguk. Mereka pun berjalan bersama menuju rumah Mirza, yang tak terlalu jauh dari tempat tinggal Nenek Gayatri. Setibanya di sana, Mirza membuka pintu dan tampak terkejut melihat kedatangan Almeera. Lebih terkejut lagi ketika melihat bahwa Almeera datang bersama Kaisar, seorang pria asing yang belum pernah i

  • Istri Kedua CEO Ternyata Cantik Jelita   Meninggalkan Kenangan

    “Hubby, kita menginap satu malam di sini, ya? Aku ingin istirahat, sekalian membantu Nenek berkemas,” pinta Almeera sambil memandang Kaisar dengan harap-harap cemas. Kaisar memandangi sekeliling kamar yang sederhana, hanya ada dipan kayu tua dan lemari usang. Namun, tanpa ragu, ia tersenyum hangat dan mengangguk. “Asalkan bersama kamu, aku rela tidur di mana saja, Sayang. Lagi pula, aku juga lelah. Aku akan memberitahu Pak Wahyu dulu supaya dia mencari penginapan di sekitar sini,” ucap Kaisar sambil mengusap lembut punggung tangan Almeera.Mendengar itu, hati Almeera menghangat. Kemudian ia menggandeng neneknya menuju kamar, siap membantu Nenek Gayatri mengemasi barang-barangnya. Sambil memasukkan baju-baju ke dalam tas kecil, Nenek Gayatri memandang Almeera dengan mata berkaca-kaca.“Akhirnya kamu bisa bertemu ayah kandungmu, Meera. Dan sekarang kamu punya suami yang bisa menjagamu,” ujar Nenek Gayatri dengan suara bergetar, penuh keharuan.Almeera tersenyum dan menepuk tangan nene

  • Istri Kedua CEO Ternyata Cantik Jelita   Waktunya Berkumpul Kembali

    Nenek Gayatri menoleh cepat, dan sapu di tangannya langsung terjatuh begitu melihat Rifki. Matanya yang sedikit kabur seolah berbinar dengan kegembiraan, saat melihat cucu kesayangannya kembali ke rumah. Namun, bukan hanya Rifki yang membuatnya terkejut. Di belakang Rifki, terlihat Almeera yang berjalan pelan, digandeng oleh seorang pria tampan dengan sosok tinggi dan gagah.“Nenek, aku pulang!” Rifki memeluk neneknya erat-erat, hampir membuat Nenek Gayatri terhuyung ke belakang. Ia tertawa kecil, menepuk-nepuk punggung Rifki dengan penuh sayang.“Rifki... sudah lama sekali Nenek tidak melihatmu, Nak,” kata Nenek Gayatri penuh haru. Lalu pandangannya beralih ke Almeera dan Kaisar, terutama ke Kaisar yang berdiri di samping Almeera dengan senyum ramah.Almeera pun mendekati sang nenek dengan langkah pelan. Seakan tak mampu membendung rasa rindu, Nenek Gayatri menarik Almeera ke dalam pelukannya, erat dan penuh kelegaan. Tubuh rapuhnya bergetar, dan air mata mengalir di pipinya.“Alham

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status