"Dokter sudah gila?" Cara refleks berdiri dari tempat duduknya dan menggebrak meja lumayan keras karena terkejut mendengar ucapan Kafka barusan. Apa yang istri kedua Alvaro itu lakukan berhasil mengundang perhatian beberapa pengunjung Dialoogi Space And Coffee.
Cara pun segera meminta maaf karena sudah mengganggu kenyamanan mereka. "Maaf, kalau saya sudah membuat Dokter malu."
Kafka mengangguk. "Aku mengerti, Caramell. Kamu pasti terkejut mendengar ucapanku barusan. Tapi aku sungguh-sungguh ingin menjadikanmu sebagai istriku." Dokter muda itu menatap Cara dengan lekat. Tidak ada keraguan yang terpancar dari kedua sorot matanya.
"Bukankah Dokter Kafka sudah memiliki tunangan?"
"Aku sudah membatalkannya," ucap Kafka dengan santai, tapi berhasil membuat Cara terkejut lagi.
Gadis itu benar-benar tidak menyangka Kafka membatalkan perjodohannya dengan Andini. Padahal dokter anak itu memilik
Cara menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, napasnya terengah menahan perasaan kesal bercampur gairah yang menunggu untuk dituntaskan. Rasanya dia ingin sekali menampar wajah tampan Alvaro karena sudah mempermainkannya sejak tadi. "I will give anything you want. Say it louder, Baby Girl." Alvaro mengecup bibir Cara dengan penuh sensual. Sementara tangannya tidak pernah berhenti menjamah tubuh molek Cara yang terbaring pasrah di bawahnya. Sentuhan demi sentuhan yang dia berikan berhasil membangkitkan gairah gadis itu. Lenguhan itu kembali lolos dari bibir Cara. Dia sangat menikmati sentuhan Alvaro pada bagian paling sensitif di tubuhnya. Kepalanya terasa pening, pandangan matanya pun berubah buram karena gairah yang sudah berada di ujung tanduk. "I want you fuckin me, Alvaro! Please ...." "Really?" Alvaro kembali mempermainkan Cara. Dia mengusap paha bagian dalam gadis itu sambil sesekali menyenggol bagian yang paling intim. "Iya." Cara terpekik-pekik kecil dibuatnya. Tubuh gadis itu
"Caramell!" Alvaro cepat-cepat membopongCara lalu membaringkan gadis itu di atas tempat tidur. Kepanikan tergambar jelas di wajah tampannya karena wajah Cara terlihat sangat pucat, badannya juga panas. "Caramell, hey ...," ucapnya sambil menepuk kedua pipi Cara pelan. "Emh ...." Cara bergumam lemah karena kepalanya terasa sangat berat. Pandangan matanya berkunang dan perutnya terasa kram. "Apa yang terjadi, Cara? Kenapa kamu bisa tergeletak di lantai? Apa kamu terpeleset saat keluar dari kamar mandi?" tanya Alvaro panik. Cara merasa sangat lelah. Seluruh tubuhnya terasa remuk karena bertempur dengan Alvaro selama dua jam. Dia berjalan tertatih-tatih ke kamar mandi untuk membersihkan diri sambil berpegangan pada apa pun karena kedua kakinya gemetar. Namun, kepalanya tiba-tiba terasa sangat berat, jantung pun berdetak lebih cepat. Pandangan matanya berkunang dan bumi seolah-olah berputar. Akhirnya
Angela mengerjabkan kedua matanya perlahan karena mendengar ponselnya yang berada di atas meja samping tempat tidur bergetar. Helaan napas panjang sontak lolos dari bibirnya saat tahu siapa orang yang telah meneleponnya dini hari seperti ini."Siapa?" tanya Allendra dengan suara serak. Dia merasa sangat mengantuk karena baru tidur selama beberapa jam. Dia dan Angela baru saja melewati malam yang sangat panas dan penuh gairah.Aroma tubuhnya dan Angela pun bercampur menjadi satu. Bahkan jejak-jejak cinta mereka semalam masih membekas di tubuh kedua."Alvaro," jawab Angela lirih.Allendra mendengkus kesal lalu membenamkan wajahnya di leher Angela. "Untuk apa saudara kembarku yang bodoh itu menelepon?"Angel mengangkat kedua bahunya ke atas. "Aku tidak tahu.""Apa kau mau menerimanya?""Em ...." Angela tampak berpikir."Jangan diangkat." Alle
Felix mengerutkan dahi melihat Alvaro yang hari ini begitu semangat menyelesaikan pekerjaannya. Padahal biasanya Alvaro selalu meninggalkan pekerjaannya begitu saja dan menyuruhnya untuk menyelesaikannya. Aneh sekali.Apa mungkin kepala Alvaro baru saja membentur sesuatu? Kenapa sahabatnya itu hari ini bertingkah sangat aneh?Alvaro menekan intercom di atas meja yang terhubung langsung dengan sekretarisnya. "Gabriella, tolong ambil berkas yang ada di ruanganku sekarang lalu berikan pada manager keuangan."Tidak lama kemudian seorang wanita masuk ke ruangan Alvaro untuk mengambil berkas. "Apa Anda ada perlu yang lain, Mr. Alvaro?""Tidak ada, Gabriella. Oh, iya, tolong atur ulang pertemuanku dengan Mr. Mahendra."Gabriella mengangguk. "Baik, Mr. Alvaro," ucapnya sebelum undur diri dari ruangan atasannya itu.Felix menghampiri Alvaro, lantas mendudukkan diri di kursi yang be
Tempat itu tidak pernah sepi. Orang-orang datang dan pergi silih berganti. Alvaro sengaja mengosongkan jadwalnya hari ini karena ingin menjemput sang istri tercinta. Perjalanan dari Paris ke Jakarta membutuhkan waktu sekitar tujuh belas jam. Jika tidak ada halangan Angela seharusnya tiba beberapa menit lagi.Banyak pasang mata yang mencuri pandang ke arah Alvaro, terutama kaum hawa. Tidak heran karena pria beristri dua itu hari ini terlihat sangat tampan. Dia memakai kemeja putih dengan dua kancing paling atas yang sengaja dibuka, serta celana bahan berwarna hitam dan tatanan rambut yang dibuat naik ke atas membuat kadar ketampanan lelaki 29 tahun itu semakin bertambah.Alvaro berulang kali melihat jam tangan merek Rolex yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Dia sudah datang di bandara sejak dua puluh menit yang lalu. Namun, orang yang dia tunggu tidak kunjung datang. Rasanya dia sudah tidak sabar sekali ingin bertemu dengan Angela.
Suasana kediaman keluarga Dinata malam ini sangat ramai. Lampu-lampu menyala terang hampir di setiap sudut ruangan. Beberapa rangkaian bunga gardenia dan mawar hijau turut menghiasi pesta yang digelar khusus oleh Mama.Beberapa pelayan sibuk menata hidangan di atas meja untuk para tamu undangan yang datang. Semua hidangan terlihat sangat lezat dan mewah karena dimasak oleh koki ternama.Semua rekan bisnis Alvaro dan teman Angela sesama model sudah datang sejak tiga puluh menit yang lalu. Mereka terlihat sangat menikmati pesta yang digelar untuk mengumumkan terpilihnya Alvaro sebagai pemimpin sekaligus pewaris tunggal perusahaan Dinata.Malam ini Alvaro terlihat sangat tampan dalam balutan tuxedo berwarna maroon. Sang istri pun juga tidak kalah memesona. Angela terlihat sangat cantik memakai gaun berwarna hitam dan tatanan rambut yang disanggul ke atas. Kecantikannya semakin terpancar karena bibirnya dipoles lipstik b
"Long time no see, Caramell ...." Lelaki bertubuh tambun itu menatap Cara dengan penuh minat, seperti srigala kelaparan yang melihat seonggok daging segar. "O-Om Hery ...," ucap Cara terbata-bata. Wajah gadis itu seketika berubah pucat, setitik keringat dingin pun keluar membasahi pelipisnya karena teringat kejadian enam bulan lalu yang dialaminya saat bekerja sebagai pelayan di Paradisse Club. Saat itu dia diminta oleh kepala pelayan untuk mengantar minuman ke Om Hery yang berada di ruangan khusus pelanggan VIP. Sebagai seorang pelayan yang baru bekerja, Cara pun segera mengantar minuman tersebut ke Om Hery. Wajah cantik dan tubuh sintalnya ternyata berhasil menarik perhatian lelaki itu. Om Hery menginginkan Cara untuk menemaninya minum. Cara sebenarnya tidak mau karena curiga dengan gelagat Om Hery, tapi dia dipaksa oleh kepala pelayan untuk menemani Bandot Tua itu minum jika tidak ingin dipecat.
Prang!!!Om Hery meraba-raba belakang kepalanya yang terasa sakit. Lelaki paruh baya itu cepat-cepat berdiri karena ingin tahu siapa orang yang sudah berani melempar kepalanya dengan sebuah piring. Dia akan membuat perhitungan dengan orang itu karena sudah membuat kepalanya sakit.Bugh!Sebuah bogem mentah langsung mendarat di pipi kanan Om Hery begitu balik badan hingga sudut bibirnya mengeluarkan sedikit darah."Berengsek!" geram Felix terdengar penuh amarah. Dia memang bukan lelaki baik, tapi kelakukan mantan ayah tirinya itu benar-benar membuatnya muak.Lelaki bernama Hery Pramono itu tidak pernah cukup dengan satu wanita. Sejak dulu Om Hery selalu menduakan istri-istrinya, termasuk mamanya. Karena alasan itulah akhirnya mamanya meminta cerai dari lelaki itu.Bajingan!Felix langsung menghampiri Om Hery yang tersungkur di tanah. Dia kembali melayangkan