Alvaro cepat-cepat turun dari mobilnya, lalu mengeluarkan kunci rumah dari dalam saku celananya untuk membuka pintu. Dia memutar kenop pintu dengan sangat pelan, setelah itu berjalan mengendap-endap memasuki rumahnya agar tidak membangunkan Cara.
Alvaro terlihat seperti seorang pencuri, padahal yang dia masuki adalah rumahnya sendiri. Dia bergegas pergi ke kamar Cara, kemudian memutar kenop pintu dengan sangat pelan agar tidak membangunkan gadis itu yang sedang tertidur pulas di atas tempat tidur.
Aroma apel manis seketika menyeruak dia indra penciuman Alvaro. Aroma yang menenangkan sekaligus memabukkannya. Jantung Alvaro seketika berdegup kencang, seolah-olah ingin meledak di dalam rongga dadanya. Pelan, dia mendekat, lalu membaringkan diri dengan hati-hati tepat di samping Cara.
Debaran jantung Alvaro semakin menggila di dala
Napas Cara terengah, bulir keringat dingin pun keluar membasahi tubuhnya. Cara menatap ke sekitar dengan kedua mata membelalak lebar. Ternyata dia sedang berada di kamar, bukan di taman bunga bersama Jafier.Cara mengusap wajah kasar karena mimpi buruk itu kembali datang. Mimpi yang selalu menghantui tidurnya setelah Jafier pergi meninggalkannya. Dia nyaris saja jatuh ke jurang karena ingin mengejar Jafier, beruntung Alvaro berhasil menahan tubuhnya. Jika tidak, dia pasti sudah jatuh ke dalam jurang yang gelap dan dalam itu.Entah kenapa akhir-akhir ini Cara sering sekali memimpikan Jafier. Lelaki itu tidak pernah pernah menghubunginya untuk menjelaskan status hubungan mereka sekarang.Bagaimana kabar Jafier sekarang? Apa lelaki itu baik-baik saja?Tubuh Cara menegang karena sebuah tangan melingkari perutnya. Gadis itu pun menoleh ke samping. Kedua matanya mengerjab beberapa kali menatap lelaki berwajah ta
"Caramell, yuhuuu ...." Cara dan Alvaro saling tatap. Wajah keduanya seketika berubah pucat. "MAMA?!" Wanita paruh baya yang sudah melahirkan Alvaro dan Allendra itu memang sengaja datang pagi-pagi karena ingin bertemu dengan Cara. Mama ingin tahu bagaimana kabar gadis yang sudah dianggapnya seperti putri kandung sendiri itu. "Astaga, Tuan! Bagaimana ini?" tanya Cara terdengar panik. Dia tidak menyangka jika Mama akan datang berkunjung sepagi ini. "Ak-aku juga tidak tahu." Alvaro terlihat lebih panik dari pada Cara. Selama ini Mama mengira jika dirinya masih tinggal di apartemen bersama Angela. Bagaimana jika Mama melihatnya dan Cara sedang bercinta?
Mama melihat-lihat koleksi novel milik Alvaro yang tertata rapi di dalam rak sambil menunggu Cara turun ke bawah. Wanita itu geleng-geleng kepala karena bacaan Alvaro kebanyakan novel dewasa. Putra kesayangannya itu pasti butuh pelampiasan saat ditinggal Angela pergi untuk pemotretan dalam waktu yang lama. Senyum kecil menghiasi bibir Mama ketika melihat beberapa buku panduan khusus bagi ibu hamil yang terselip di antara novel dewasa milik Alvaro. Diam-diam Alvaro sering membaca buku tersebut agar tahu bagaimana caranya menjadi suami siaga jika sang istri sedang mengandung. "Alvaro pasti bahagia sekali karena sebentar lagi akan menjadi seorang ayah," gumam Mama sambil membalik halaman demi halaman buku tersebut. Sebenarnya Mama juga tidak kalah bahagia dari Alvaro karena sebentar lagi akan memiliki cucu. Rasanya Mama tidak sabar sekali ingin menimang buah hati Alvaro
Alvaro segera membawa Cara ke kamar, lalu menyuruh gadis itu duduk di atas tempat tidur, sementara dia langsung mengambil kotak P3K yang terletak di laci meja kecil samping tempat tidur.Cara menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh karena jemari tangannya terasa sangat perih."Kenapa jarimu bisa terluka seperti itu, Caramell? Dasar bodoh! Apa kamu tidak bisa lebih berhati-hati?" cerocos Alvaro. Dia mirip sekali dengan nenek-nenek yang sedang mengomeli cucunya.Cerewet!Bagaimana mungkin selama dua bulan ini dia membiarkan Cara yang ceroboh tinggal di rumah sebesar ini sendirian. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang membahayakan gadis itu?"Shit ...!" umpat Alvaro untuk dirinya sendiri. Dia merasa
Mama berulang kali melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Sudah sepuluh menit dia menunggu Alvaro selesai mengobati jari Cara yang terluka. Namun, sampai sekarang mereka belum juga turun ke bawah.Apa luka di jemari Cara lumayan parah?Mama pun bergegas mematikan kompor karena ingin menyusul mereka ke atas. Lagi pula sup iga buatannya juga sudah matang.Mama menaiki satu demi satu puluhan anak tangga menuju kamar Alvaro. Raut wajahnya terlihat cemas karena sangat mengkhawatirkan Cara. Wanita paruh baya itu sontak berhenti melangkah saat melihat apa yang Alvaro dan Cara lakukan di dalam kamar.Sekujur tubuh Mama terasa dingin seperti tersiram air es melihat Alvaro sedang memeluk Cara dengan begitu erat. Samar-samar Mama mendengar Alvaro mengatakan jika dirinya amat sangat mengkhawatirkan Cara dan calon buah hati mereka.Kenapa Alvaro mengatakan 'buah hati m
Mama duduk dengan menopang dagu di meja makan. Jemari lentiknya mengetuk-ngetuk meja menunggu Cara dan Alvaro datang. Sudah lima menit berlalu tapi Cara dan Alvaro tidak kunjung datang.Apa Cara butuh waktu selama itu untuk memaggil Alvaro?"Kenapa Cara lama sekali, sih?" Sepertinya Mama sudah mulai bosan menunggu Cara dan Alvaro yang tidak kunjung datang. Akhirnya dia memutuskan untuk menyusul mereka.Kedua kakinya menapaki satu demi satu puluhan anak tangga menuju kamar Alvaro. Namun, Mama tiba-tiba saja berhenti melangkah saat melihat apa yang sedang Cara dan Alvaro lakukan.Alvaro memeluk pinggang Cara dengan begitu erat saat gadis itu memasang dasi di lehernya. Sebagai orang yang sudah melahirkan Alvaro, Mama bisa melihat dengan jelas jika putra kesayangannya itu menaruh hati pada
"Kamu kerja apa, Kaf?" Jiwa-jiwa keingintahuan Mama mulai menjerit meronta-ronta. Wanita itu ingin tahu banyak hal tentang Kafka untuk memastikan jika lelaki itu adalah sosok suami yang baik bagi Cara. "Dokter—aduh!" Alvaro meringis kesakitan karena Cara kembali menendang kakinya yang berada di bawah meja. Sepasang mata hezel miliknya sontak menatap Cara dengan tajam dan seolah-olah berkata, 'Kenapa kamu menendang kakiku?' Cara menggeram kesal. Rasanya dia ingin sekali menyumpal mulut Alvaro dengan kain lap agar berpikir lebih dulu sebelum bicara. Bagaimana mungkin dia mengatakan pekerjaan Kafka yang sebenarnya pada Mama? Apa Alvaro sudah kehilangan akal? Mana ada istri seorang dokter yang mau bekerja menjadi pembantu? Se
"APA? KERJA!" Alvaro melotot hingga membuat dua buah bola matanya seolah-olah ingin loncat keluar dari tempatnya. Dia sontak menatap sang istri kedua yang berdiri tepat di depannya. "Kamu kerja, Caramell?" Cara menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab pertanyaan Alvaro. Ketakutan tergambar jelas di wajah cantiknya. "Em, i-iya, Tuan," jawabnya terdengar gugup. Alvaro menarik rambutnya kuat-kuat untuk melampiaskan amarahnya. Kejutan apa lagi ini? "Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalau bekerja, Caramell?" Napas Alvaro terlihat naik turun karena menahan emosi. Dia tidak pernah menyangka jika Cara bekerja dalam keadaan hamil. Apa uang yang dia berikan untuk gadis itu tidak cukup? "Saya merasa sangat kesepian tinggal di rumah sendirian, karena itu saya bekerja. Lagi pula Tuan Alvaro tidak pe