Share

Chapter 1 : Harus Menikah Lagi

Author: NWC
last update Last Updated: 2024-06-13 13:13:28

"Tidak bisakah kau kembali padaku, Ann? Aku sungguh rindu padamu. Aku harus apa sekarang tanpamu, Ann?" lirih seorang pria yang duduk pada kursi roda canggihnya yang menggunakan teknologi terbaru, dan desain hanya untuknya. Matanya memerah dan berair menatap foto besar pernikahannya. Tepat di depan foto itu terdapat guci mewah, untuk menyimpan abu sang istri.

"Ann, aku—" Lelaki itu terisak perih mencengkeram kaos yang ia gunakan. "Bisakah kau bawa aku bersamamu? Bagaimana bisa kau meninggalkan aku disini sendirian? Kau adalah kekuatanku, Ann," lanjutnya.

Lagi. Sudah tak terhitung banyaknya David selalu menangis di depan foto mendiang istrinya. Terus merasa menyesal, frustrasi dan marah karena gagal melindungi istrinya sendiri.

"Kenapa? Kenapa aku tidak bisa lebih tegas lagi? Seharusnya, aku lebih tegas untuk berkata tidak atas keinginanmu yang ingin pergi ke Rusia. Kenapa—kenapa aku—?" racau David lagi dan mulai kembali menangisi kenangan 6 bulan lalu yang terlintas saat Anna—sang mendiang istrinya merengek padanya meminta liburan ke Rusia—kampung halaman keduanya.

David akan terus menangis bahkan hingga matahari kembali terbenam, jika saja ketukan pada pintu tidak masuk ke telinganya. Kepalanya tertoleh dan buru-buru mengusap air matanya. Meskipun tengah frustrasi, tetapi ia tak ingin kehilangan kewibawaannya dihadapan anak buahnya sendiri.

"Masuk!" tegas David.

Seorang pria tinggi berjasa hitam dengan wajahnya datar merunduk memberikan hormat pada David.

"Ada apa, Roland?" tanya David tanpa basa basi.

"Maaf, mengganggumu, Tuan. Aku baru saja menemukan sebuah rekaman suara yang terlempar cukup jauh dari tempat kejadian kecelakaan 6 bulan lalu, Tuan." Roland mengeluarkan sebuah benda hitam seperti radio kecil, dari saku jasnya.

"Aku telah memeriksanya, Tuan. Dan, ada informasi penting yang harus kau ketahui," lanjut Roland.

"Putar sekarang!" titah David dengan wajah datarnya.

Tanpa menyahut lagi, Roland langsung memutar rekaman suara itu. Mulanya, penuh dengan suara bising tidak jelas, sampai mulai terdengar suara dua orang yang mulai berinteraksi. Suara pertama, jelas seorang lelaki, tetapi suara lawan bicaranya tak dapat ia deteksi karena menggunakan alat pengamar suara.

"Tapi, bagaimana dengan aku? Aku takut jika rencana ini gagal, bagaimana?" suara lelaki itu terdengar bergetar jelas melalui rekaman yang tengah di putar.

"Bagaimana? Hahahaha! Maka kau akan mati di tangan David, Bodoh!" Suara asing itu menyahut.

"Tolong, aku tidak ingin mati. Aku mau tetap hidup dan harus tetap hidup. Kumohon..." Terdengar isak tangis mengiringi sahutan lelaki dalam rekaman itu.

"Tidak perlu takut. Jalankan saja sesuai apa yang kukatakan padamu. Tidak akan ada penghalang apapun, jika kau melakukannya sesuai yang kukatakan. Jika kau gagal, itu berarti kau sendiri yang mengacaukannya. Maka, bersiaplah untuk mati!" Suara asing itu terdengar murka menyahut lelaki yang menjadi lawan bicaranya—yang Dagid simpulkan bahwa ia adalah anak buah dari orang asing itu.

"Ba—baik. Akan kulakukan sesuai yang kau katakan. Tapi, siapa dirimu? Apa kau musuh dari Tuan David? Bagaimana bisa kau masuk ke wilayah ini dengan mudah dan merencanakan semua ini?" Lelaki itu terdengar bertanya. Disini, David mulai menyipitkan matanya dan mempertajam pendengarannya.

Suara kresek' terdengar kembali. David makin dibuat penasaran. "Kau seperti—TUNGGU, KAU—" Suara lelaki itu menjerit dengan terkejut membuat David menggeram dalam diam.

"Bagaimana bisa kau melakukan ini pada Tuan David? Kau adalah keluarganya. Kau orang terdekatnya." Suara lelaki dalam rekaman itu melanjutkan perkataannya. David masih menunggu dia mengucapkan sesuatu yang berkaitan dengan pelaku.

"DIAM!" Suara asing samar itu membentak. "Itu bukan urusanmu. Lakukan perintahku, atau kau akan mati disini!" ancam dari seseorang pemilik suara tersamarkan itu.

"David tidak ada apa-apanya dibanding aku. Dia hanyalah mafia bodoh yang otaknya berisi cinta. Akulah mafia yang sebenarnya. Akulah malaikat kematian bagi The Fucking Killer dan perusahaan yang diwariskan padanya," lanjut si pemilik suara samar itu yang membuat David kian bertambah murka hingga kepalan tangannya bergetar.

"Ba—baik. Aku harap, kau tidak menyesal melakukan ini, karena Tuan David sangat—" Ucapan lelaki itu terputus karena suara kresek rekaman itu terdengar dan langsung berakhir begitu saja meninggalkan teka teki dalam pikiran David.

"BAJINGAN!" geram David yang memukul remot kontrol yang menyatu pada kursi rodanya. "Roland, pergi dan cari tahu sekarang siapa yang berani melakukan hal ini padaku. Biarkan tanganku ini meremas jantungnya hingga mati!" David mengangkat tangannya dan bergerak mengatup kuat secara perlahan.

Amarahnya benar-benar memuncak dengan gila. Kecelakaan yang membunuh Anna dan calon anaknya adalah perbuatan orang terdekat David? Sial! Kenapa David tak pernah memikirkan kemungkinan itu? Atau karena ia terlalu larut dalam kesedihannya hingga 6 bulan terakhir ini?

"Baik, Tuan." Roland mengangguk patuh dan pamit undur diri meninggalkan David yang masih dengan amarahnya.

"Aku berjanji atas namamu, Anna, aku akan membunuh dan menghabisi siapapun yang melakukan hal keji menjijikan itu padamu, yang membuat kita harus menderita karena perpisahan ini." David menatap wajah Anna yang terpampang di dinding dengan senyum indahnya. Senyum yang satu kalipun tidak pernah luput dari penglihatan David.

***

"Siang, Tuan. Maaf, mengganggumu. Aku baru saja mendapat informasi mengenai data pribadi seluruh anggota keluargamu. Tapi—" Ronald menggantung perkataannya.

Hal itu membuat David yang tengah memberikan ikannya makan siang, langsung menoleh sejenak pada Ronald yang berada di belakangnya. "Katakan dengan jelas!" geram David yang sangat anti basa-basi.

"Aku telah memeriksa satu demi satu profil pribadi seluruh anggota keluargamu. Mereka semua aman, kecuali keluarga tirimu. Dua Ibu tirimu itu memiliki hubungan khusus dengan mafia lain." Ronald menjelaskan sembari menunjukkan tablet yang berisi file penting itu.

"Zhiro?" David menebak.

"Tidak, tepatnya Zeo. Mafia penjilat Zhiro." Ronald menyahut.

David tersenyum miring. "Bukan lawanku," sahutnya enteng. "Jadi, kau tahu siapa pelakunya?"

"Belum tahu. Tidak ada satupun bukti yang bisa aku temukan mengarah pada salah satu keluarga tirimu, Tuan. Kupastikan, mereka hanya membutuhkan kepuasan dan uang belaka dalam dunia mafia. Tidak ada sangkut paut apapun dengan kecelakaan yang menimpamu, Tuan. Bahkan, aku yakin mereka tidak tahu bahwa kau adalah pemilik The Fucking Killer." Roland menjelaskan.

"Ada info lain?" tanya David yang mulai berbalik menghadap Roland dengan jelas.

Lelaki itu menggeleng sedih dengan pandangan tertunduk di depan David. "Tapi, aku punya saran untukmu, Tuan."

David menyipit. "Katakan!" sentaknya.

"Jika kita belum dapat mengetahui siapa pelakunya melalui pencarian identitas, bukankah kita bisa memancing pelaku untuk menunjukkan dirinya secara langsung?" Roland menjelaskan sembari menatap David dengan pandangan mata serius.

"Kau benar. Kita bisa menariknya untuk lebih dekat padaku dengan rupanya yang asli." David menarik satu sudut bibirnya membentuk senyum mengerikan. "Aku ingin bertemu ayahku. Hubungi dia, dan atur pertemuannya segera," titah David yang langsung mendorong kursi rodanya pergi meninggalkan Roland yang mengangguk patuh.

***

Pagi ini, kediaman milik keluarga Orlando digegerkan dengan kedatangan keturunan sah dan pewaris sah satu-satunya kekayaan milik Thomas Orlando. Bagaimana tidak, David yang beberapa tahun lalu memutus hubungan dengan ayahnya, kembali hadir dengan rupa yang berbeda, sudah tak segagah dan sewibawa dahulu, walaupun mimik menyeramkan itu masih tampak jelas di wajahnya.

Kedatangan David memberikan suasana mencekam di kegiatan sarapan pagi ini. Semua mata menatap nyalang penuh kebencian pada David. Kecuali, Thomas yang tampak senang melihat kehadiran putranya.

"Selamat datang kembali, David? Apa sekarang kau sudah ingat pada rumahmu?" ujar Thomas yang mendekati putranya.

"Aku ingin bicara mengenai hakku sebagai pewaris sah dan satu-satunya di keluarga ini." David berkata dengan menekankan tiap katanya. Matanya melebar menatap tiap dua pelacur ayahnya, beserta anak bawaan mereka dan juga para adik tiri haramnya. Senyum masam tak pernah luntur dari wajahnya saat menatap mereka satu demi satu.

"Tentu. Ikut aku." Thomas mempersilakan.

David dengan senang hati mengikuti kemana Thomas membawanya. Ternyata, lelaki tua yang usianya sudah lebih dari 60 tahun itu, membawanya menuju ruang kerja yang juga termasuk tempat pribadinya.

"Tak menyangka kau berakhir sama sepertiku, Nak...," ejek Thomas menatap David yang terduduk di kursi roda, sama sepertinya.

David memutar bola matanya malas dan tak berniat menyahuti ayahnya yang paling ia benci setelah ibunya sendiri. "Berhenti. Aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu, Tommy!"

Thomas tertawa cukup keras dan mendorong dirinya lebih dekat pada Sang putra dengan tangannya yang sudah keriput. "Sudah kuduga, kau kemari untuk meminta sesuatu padaku. Jangan sungkan, aku ayahmu, Dave. Senang bisa melihatmu datang menemuiku."

"Berikan perusahaanmu padaku," ujar David jelas.

Thomas tertawa hingga terbahak. Ia menatap David yang sama sekali tidak bergeming dengan raut wajah datarnya. "Setelah kau memilih memutus hubungan keluarga denganku, kau tiba-tiba datang meminta perusahaanku?"

"Terserah apa katamu. Berikan padaku tanpa pertikaian, atau aku akan merebutnya dengan darah. Itu pilihanku untukmu." David menyahut tegas.

Thomas meraih satu tangan putranya yang langsung ditepis oleh David dengan kasar. "Jangan sentuh aku." David memperingati.

"Dasar Bajingan!" Thomas terkekeh. "Kau tahu aku tidak akan pernah memberikan perusahaan itu dengan mudahnya, tetapi aku juga tidak ingin ada pertumpahan darah antar keluargaku sendiri."

"Kau takut aku membunuh pelacur dan anak harammu itu?" David berdecih geli menatap ayahnya.

"Bukan. Karena hanya kau pewarisku," ungkap Thomas dengan mimik wajah ayah yang merindu anaknya.

"Tidak perlu drama. Katakan apa maumu? Berapa yang harus kubayar?" tanya David.

"Tidak mudah, tapi tidak sulit." Thomas bergumam panjang. "Menikahlah lagi dan berikan aku pewaris."

"APA?!" David membentak.

****

~Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kedua Mafia Lumpuh (Second Wife Mr. Mafia)   Chapter 17 : Alexa's Game

    Alexa berlarian dengan terburu menuju kamar suaminya. Melupakan segala perasaan sakit yang di dapat beberapa menit yang lalu dari suaminya sendiri. Dengan intonasi cepat, Alexa mengetuk pintu kamar suaminya. Pintu itu terbuka dengan sendirinya dan menampilkan David yang tengah disibukkan dengan laptop dan beberapa dokumen di atas kasurnya. "Ada apa lagi?" Wajah datar itu menyapa istrinya dengan malas. Namun, sayang sekali Alexa tak menanggapi itu. Ia masuk dan menutup pintu rapat-rapat. "David, tolong kunci pintunya." Wajah Alexa tampak panik. David berdecih. "Apa sekarang kau akan memulai aksimu sebagai pelacur? Menunjukkan dirimu yang asli? KELUAR! Aku tidak tertarik." David kembali menatap pekerjaannya. "Tidak. Ini tentang Roland. Tolong, aku mohon..." Alexa menyahut dengan frustrasi. Dengan menghela napas, David menuruti kata istri yang tak dianggapnya itu dengan sekali menekan tombol untuk

  • Istri Kedua Mafia Lumpuh (Second Wife Mr. Mafia)   Chapter 16 : Menghabisi David?

    "Bagaimana mungkin mesin pengendali itu menyala?" gumam David dalam hatinya. Meskipun hanya terdengar di dalam hatinya, raut wajah David benar-benar tak mampu menyembunyikan kebingungannya. Roland melihat itu dengan jelas. David menatap kakinya dengan alis yang hampir menyatu. Menandakan lelaki itu tengah berpikir cukup keras. "Tuan, apa yang tengah anda pikirkan? Apa ada masalah?" "Hmm?" David tersentak dan menoleh ke depan pada tempat Roland mengemudi saat ini. "Tidak ada. Hanya tengah memikirkan bagaimana aku bisa menghancurkan bajingan tua itu," dustanya. Roland tersenyum dan memberikan sedikit nasehat. Benar. Hanya Roland satu-satunya orang bisa memberikan nasehat, saran, atau hal-hal lainnya dengan David selain Anna. "Tolong beristirahat dengan baik, Tuan. Kau terlihat sangat lelah." Roland mengangguk hormat setelah ia berhasil mengantar David ke dalam kamarnya. Tanpa menunggu sahutan, Roland segera beranjak pergi. Tidak, ia tidak pergi ke kamarnya, melainkan menuju kamar o

  • Istri Kedua Mafia Lumpuh (Second Wife Mr. Mafia)   Chapter 15 : Terlahir Menjadi Mafia

    "Roland, antar aku ke markas." David berkata. Roland yang tengah mengobrol hal penting langsung menoleh pada ke belakang dan mendapati David melangkah menuju arahnya. "Markas, Tuan?" Roland mengulang. David mengangguk tak terbantahkan. "Sekarang." "Ada apa, Tuan? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Roland mendekati tuannya setelah menyuruh penjaga untuk menyiapkan mobil keberangkatan mereka. "Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Karena Bajingan itu keras kepala pada peraturan buatannya sendiri, biar kugunakan caraku," jelas David. "Maksudmu, Tuan Thomas, ayahmu, Tuan?" tanya Roland dengan hati-hati. David memalingkan wajahnya tanpa sahutan. Setiap kali teringat bahwa Thomas adalah ayahnya, David merasa malu. Baginya, adalah hal penuh kesialan menjadi putra seorang Tho

  • Istri Kedua Mafia Lumpuh (Second Wife Mr. Mafia)   Chapter 14 : Ayo Bercerai!

    "Kalau aku menjadi dia, apa kau akan memandangku?" Alexa menantang tanpa peduli air matanya lagi. "Kau bukan Anna. Selamanya tidak akan pernah menjadi Anna. Karena yang aku inginkan hanyalah Anna-ku yang sesungguhnya.." David mebileh pada foto besar di sebelah ranjangnya. "Bukan orang lain yang menjadi dia," lanjutnya dengan nada merendah. Meski begitu, Alexa tetap mendengarnya cukup jelas. "Apa kau akan tetap mencintainya, meskipun dia mengkhianatimu?" sentak Alexa. "Apa maksudmu, hah?!" David menggeram dan seketika merubah mimik wajahnya menjadi murka. "Kuperingatkan padamu, Alexa. Tidak ada siapapun yang diizinkan menghina Anna. Kau mengerti?" David menatap iblis. Alexa terkekeh. "Dunia ini terlalu penuh humor sebab diisi oleh orang-orang yang buta akan cinta. Aku, kau, dan Anna, yang bahkan aku juga tidak mengenalnya. Lagipula—" "Tuan—?" Seseorang datang yang tidak lain adalah Roland. "Ah, maaf mengganggu kalian. Aku akan—" "Tidak, Roland. Aku sudah selesai." Tanpa me

  • Istri Kedua Mafia Lumpuh (Second Wife Mr. Mafia)   Chapter 13 : "Bagaimana jika dia mengkhianatimu?"

    "Cari tahu lebih mendetail mengenai siapa saja yang menyokong para pelacur itu dan—" David tercekat melihat seorang gadis yang berjalan di tengah malam dengan tatapan kosong entah dari mana dan ingin menuju kemana. "Sedang apa dia?" tanya David pada Roland. Roland segera mengalihkan pandangannya pada apa yang dilihat David. Benar, disana Alexa berjalan dengan tertatih bersama dengan matanya yang kosong. "Apa mungkin dia berniat kabur lagi?" "Dia tidak akan bisa kabur dengan tatapan bodoh itu." David menyahut. Keduanya saling terdiam saat dua binar mereka bertemu. Ini kali pertamanya, ada hal yang membuat David menatap Alexa dengan berbeda. Mata itu. Mata yang menyimpan banyak pertanyaan dan hal-hal yang sepertinya tak mampu disampaikan. Oh, apa David menyakitinya begitu keras tadi pagi, hingga membuat Alexa berubah seperti ini? Alexa membeku sejenak di tempatnya berdiri saat melewati David. Bibir itu bungkam, tetapi tatapan berteriak cukup ker

  • Istri Kedua Mafia Lumpuh (Second Wife Mr. Mafia)   Chapter 12 : Anna?!

    "Ada yang ingin kami bicarakan," ujar Camilla menatap suaminya yang langsung mengalihkan pandangannya dari laptop di ruang kerjanya. "Aku harap, ini bukan soal pembagian harta warisan." Thomas menyahut dengan helaan napas. Miranda melirik Camilla untuk membiarkannya mengambil alih. "Bukan soal itu. Tetapi soal kepastian hubungan di antara kau dan kami." "Ada apa lagi? Kalian ingin membeli apa lagi, hm?" sahut Thomas dengan santainya. "Kami menuntut pernikahan. Kau harus menikahi kami, Thomas. Kami tidak bisa lagi menjalani hidup sebagai pelacurmu." Camilla menegaskan. "Cih! Mengaku juga kalian sebagai pelacur." Bukan Thomas yang menyahut, kini seseorang yang tak pernah diundang dalam pembicaraan ini menimbrung begitu saja. Dialah David yang tiba-tiba hadir dengan wajah mengejek lelaki itu. "Kau! Berani-beraninya ikut campur dalam urusan kami! Kau sungguh tidak memiliki sopan satu!" Miranda mencela dengan geram. David tertawa mengejek. "Lalu? Apa yang ingin kau lakukan pad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status