WARNING!!! 21+++ TERDAPAT ADEGAN KEKERASAN, UMPATAN, DAN ADEGAN DEWASA. PEMBACA HARAP BIJAK. . “Aku juga istrimu, David. Aku juga mencintaimu. Telah kulakukan segalanya untuk menjadi dia, hanya untuk terlihat di matamu. Tapi, kalau hanya dia yang kau mau, aku akan menyerah. Aku bukan dia. Dan tidak akan bisa menyakitimu sedalam dia.” —Alexa Valerie Albern. “Andai ada kesempatan, aku akan mencintaimu dengan lebih baik, dan memberimu seluruh cintaku, Lexa. Dan tidak akan pernah kulepaskan wanita sebaik dirimu.”—David Reagan Orlando . Tidak pernah disangka oleh seorang Alexa, ia berhasil bebas dari rumah pelacuran setelah seorang mafia lumpuh membayarnya untuk menjadi istri keduanya. Dan semua akan mudah bagi Alexa, jika ia tidak pernah jatuh cinta pada seorang David yang cintanya habis pada istri pertamanya. . Tak ada hal yang dapat terlintas dari David selain kata benci untuk istri keduanya. Jika bukan untuk menemukan dalang dibalik kecelakaan yang merenggut fungsi kaki, istri pertamanya, dan calon anaknya, David tidak akan pernah mau bertemu Alexa yang membawanya pada lubang penyesalan terhebat. . Apakah Alexa akan mau menerima David kembali yang selalu menatapnya dengan penuh kebencian? * Ikuti kisahnya hanya di Second Wife Mr. Mafia (Istri Kedua Mafia Lumpuh). Hope you like it. Mohon dukungannya :) . ©Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang.
Lihat lebih banyak'PLAK!
"Dasar Bajingan, kau! Tidak bisakah sekali saja dalam hidupmu menjadi orang yang sedikit lebih berguna? Kenapa kau selalu saja menyusahkanku, hah?!" bentak lelaki bertopi yang sudah berumur di atas lima puluh tahun. Ia menatap dengan penuh kebencian pada gadis malang yang hanya bisa menahan isak tangisnya penuh dengan ketakutan. "Ampun! Maafkan aku, Tuan. Aku tidak sengaja menumpahkan minuman itu, karena pria itu berusaha melecehkanku." Gadis malang itu menyahut. Lelaki bertopi itu lantas tertawa terbahak. Kemudian, tangannya terulur menarik rambut gadis itu hingga menjerit perih. "Aaarrrrghhh!" "Kau kira, dimana dirimu saat ini, hah? Di gereja? KAU DI RUMAH PELACUR, SIALAN!" bentak lelaki itu. "Seharusnya, kau merasa beruntung karena ada lelaki yang tertarik pada tubuhmu yang jelek ini, agar kau dapat meminta bayaran dan memberikanku uang untuk membayar segala kebutuhanmu disini, kau mengerti?!" Lelaki itu mengangkat tangannya, bersiap untuk menampar gadis muda di depannya. Gadis itu buru-buru mengangguk penuh takut dan menghalangi wajahnya dari tangan terangkat lelaki tua yang juga bosnya. Seseorang yang telah memberinya tempat tinggal di rumah pelacuran ini, juga memberinya makan walaupun tak begitu layak. "Pergi ke dapur dan siapkan makan malam untuk para seniormu, cepat!" Lelaki tua itu memerintah yang langsung mendapat respons dari gadis malang itu. "Dimana James? Panggil dia kemari" Seseorang berteriak dari kejauhan. Lelaki tua itu menoleh saat namanya disebut. Ia langsung tersenyum senang saat seorang pengusaha, sekaligus donatur terbaik bagi rumah pelacurannya ini datang untuk yang ketiga kalinya dalam minggu ini. Itu artinya, akan ada banyak uang masuk ke dalam kantongnya. James lantas berlari kecil dan tersenyum patuh layaknya anjing yang ingin menjilat kaki tuannya. "Aku disini, Tuanku Zhiro. Apa yang kau butuhkan, Tuanku?" "Kirimkan wanita terbaikmu padaku. Aku membutuhkannya sekarang! CEPAT!" titah Zhiro dengan kasar pada James. "Baik, Tuan. Akan kubawa pelacur terbaik khusus untukmu, sekaligus kamar yang nyaman untukmu bersantai, Tuanku." James mengangguk hormat sebelum akhirnya pergi untuk mencari pelacur tercantik dan terseksi yang ia miliki. *** Pria berjas hitam itu terus menerus mengelap keringatnya yang mengucur dengan gila. Kaki dan tangannya sama-sama mengalami getaran hebat yang membuat jantungnya turun berdegub dengan lebih cepat. 'Dugh! Pintu mobil terbuka dan masuklah seseorang yang sulit dikenali jenis kelaminnya. Ia hanya memakai pakaian hitam polos super lebar, dengan keseluruhan wajahnya tertutup hingga tak ada satu bagian pun kulitnya yang dapat pria itu lihat. "Lakukan sesuai dengan aku perintahkan, kau mengerti?!" hardik seseorang yang memakai penyamar suara. Pria berjas itu mengangguk dengan takut. "Tapi, bagaimana dengan aku? Aku takut jika rencana ini gagal, bagaimana?" tanyanya dengan mulut bergetar. "Bagaimana? Hahahaha!" tawa si makhluk berbaju hitam dengan mengerikan. "Maka kau akan mati di tangan David, Bodoh!" Pria berjas itu langsung menundukkan pandangannya dengan tangan menyatu memohon. "Tolong, aku tidak ingin mati. Aku mau tetap hidup dan harus tetap hidup. Kumohon...," pintanya dengan isak tangis. "Tidak perlu takut. Jalankan saja sesuai apa yang kukatakan padamu. Tidak akan ada penghalang apapun, jika kau melakukannya sesuai yang kukatakan. Jika kau gagal, itu berarti kau sendiri yang mengacaukannya. Maka, bersiaplah untuk mati!" ancam seseorang dibalik jubah itu. Pria berjas itu mengangguk dengan patuh. "Ba—baik. Akan kulakukan sesuai yang kau katakan," ujarnya. "Tapi, siapa dirimu? Apa kau musuh dari Tuan David? Bagaimana bisa kau masuk ke wilayah ini dengan mudah dan merencanakan semua ini?" Tawa terdengar dari manusia berjubah hitam. Ia mengangkat tangannya dan menurunkan sedikit kaca matanya, hingga pria berjas itu dapat melihat matanya yang menyalang. Pria berjas itu menyipit untuk menelisik binar mata mengerikan di depannya. "Kau seperti—" gumamnya panjang. "TUNGGU, KAU—" Pria berkas itu lantas menutup mulutnya, saat mata itu mengingatkannya pada seseorang. *** "Sudah siap, Sayang?" tanya David dengan senyum manis sembari mengambil duduk di kursi belakang bersama sang istri. Membiarkan mobil melaju membawanya menuju bandara. "Dari tadi!" Anna membuang wajahnya kesal. Ia merajuk pada suaminya itu. Permintaan untuk jalan-jalan ke Rusia—tempat dimana mereka dilahirkan—berkali-kali diundur oleh David, karena kesibukan lelaki itu. Tapi, pada akhirnya, David tak mampu menolak lagi lantaran Anna yang datang kepadanya memberitahu bahwa dirinya tengah berbadan dua, mengandung anak lelaki itu. David yang memang sudah menginginkan anak, tentu sangat gembira dan memberikan segala cinta kasih untuk istrinya. Ia akan menuruti apapun yang diinginkan oleh istrinya itu. Akhirnya, terucaplah permintaan untuk pergi ke Rusia. Permintaan yang begitu memberatkan David, membuat lelaki itu berpikir berulang kali. David benci kampung halamannya, Rusia. Tempat dimana ia dilahirkan itu menyimpan kenangan terpahit sepanjang masa. Masa-masa sulit, dimana ia disiksa oleh ibu kandungnya sendiri yang mengalami gangguan kejiwaan karena pengkhianatan ayahnya. Ibunya sangat membenci mantan suaminya itu—ayahnya David, dan melampiaskannya pada putranya sendiri. David mengalami ketakutan dan hari-harinya bagaikan hari kematian untuknya. Ia merasa dirinya hanya tinggal menunggu sang ibu membunuhnya. Tetapi keajaiban datang. Ajudan sang ayah menjemput dan merebut David dari ibunya dengan segala paksa dan kuasanya. Hingga, berakhirlah David seperti sekarang, seorang mafia. Dialah David Reagan Orlando. Pendiri dan pemilik perusahaan gelap mafia terbesar bernama The Fucking Killer. Perusahaan gelap yang ia dirikan itu bergerak dalam bidang persenjataan. Kesuksesan The Fucking Killer nampak setelah pemerintah akhirnya melontarkan permohonan kerja sama. Benar, David adalah satu-satunya mafia yang bekerja sama dalam pembuatan persenjataan di negara ini. Dan memang sudah sepatutnya pemerintah melirik David karena produksi senjata dari perusahaan lelaki itu bukan main-main. Semua menggunakan teknologi canggih berkualitas tinggi, mengalahkan badan pemerintahan resmi negara ini. Maka, jangan ditanya mengapa musuh begitu sulit menghancurkan David, sebab siapapun yang menyentuh David dan perusahaannya, maka juga berurusan dengan pemerintah. Dapat disimpulkan, bahwa David tidak hanya menguasai dunia gelap mafia, tetapi juga dunia nyata. Anna terkesiap saat perut ratanya dibelai lembut oleh tangan besar dan kasar dari suaminya. David tersenyum. "Aku minta maaf. Kau masih marah?" ujar David dengan penuh kelembutan. Anna mengulas senyumnya. Ia tak bisa untuk tidak memaafkan David yang memasang wajah malaikatnya. Wajah yang tak pernah di tunjukkan kepada orang lain lagi selain dirinya. Anna menggeleng menyahut. "Tidak, Dav. Aku hanya kesal." Anna menjatuhkan kepalanya dalam dada bidang lelaki yang telah ia kenal sejak kecil. Benar, sahabat kecilnya. Tanpa menunggu lagi, David membalasnya dengan penuh kasih sayang. "Bagaimana kabar anakku di dalam sana? Apa dia baik-baik saja?" David menatap perut Anna yang masih rata. "Tentu. Asal kau tidak macam-macam, anak kita akan baik-baik saja, Dav." Anna mengelus rahang suaminya. David menghela napas sembari menikmati sentuhan Anna. "Bagaimana bisa aku tidak macam-macam, sementara sentuhan dari satu jarimu saja sudah membuatku gila, Ann." David meraih tangan Anna dan menguncinya. Mengambil tengkuk sang istri untuk meraih ciuman manis di bibirnya. Setidaknya, ia masih bisa mendapatkan ciuman Anna yang membuatnya gila, kan? David melumat bibir sang istri dengan penuh gairah. Anna juga tak sanggung menolak dengan segala bentuk belaian manis David yang membuatnya melayang ke angkasa. "Aku sangat mencintaimu, Ann," bisik David disela ciumannya. "Aku juga, Dav." 'TIIIINNNNN!! "David!" pekik Anna. 'BRAKKKKK!!! ***Alexa berlarian dengan terburu menuju kamar suaminya. Melupakan segala perasaan sakit yang di dapat beberapa menit yang lalu dari suaminya sendiri. Dengan intonasi cepat, Alexa mengetuk pintu kamar suaminya. Pintu itu terbuka dengan sendirinya dan menampilkan David yang tengah disibukkan dengan laptop dan beberapa dokumen di atas kasurnya. "Ada apa lagi?" Wajah datar itu menyapa istrinya dengan malas. Namun, sayang sekali Alexa tak menanggapi itu. Ia masuk dan menutup pintu rapat-rapat. "David, tolong kunci pintunya." Wajah Alexa tampak panik. David berdecih. "Apa sekarang kau akan memulai aksimu sebagai pelacur? Menunjukkan dirimu yang asli? KELUAR! Aku tidak tertarik." David kembali menatap pekerjaannya. "Tidak. Ini tentang Roland. Tolong, aku mohon..." Alexa menyahut dengan frustrasi. Dengan menghela napas, David menuruti kata istri yang tak dianggapnya itu dengan sekali menekan tombol untuk
"Bagaimana mungkin mesin pengendali itu menyala?" gumam David dalam hatinya. Meskipun hanya terdengar di dalam hatinya, raut wajah David benar-benar tak mampu menyembunyikan kebingungannya. Roland melihat itu dengan jelas. David menatap kakinya dengan alis yang hampir menyatu. Menandakan lelaki itu tengah berpikir cukup keras. "Tuan, apa yang tengah anda pikirkan? Apa ada masalah?" "Hmm?" David tersentak dan menoleh ke depan pada tempat Roland mengemudi saat ini. "Tidak ada. Hanya tengah memikirkan bagaimana aku bisa menghancurkan bajingan tua itu," dustanya. Roland tersenyum dan memberikan sedikit nasehat. Benar. Hanya Roland satu-satunya orang bisa memberikan nasehat, saran, atau hal-hal lainnya dengan David selain Anna. "Tolong beristirahat dengan baik, Tuan. Kau terlihat sangat lelah." Roland mengangguk hormat setelah ia berhasil mengantar David ke dalam kamarnya. Tanpa menunggu sahutan, Roland segera beranjak pergi. Tidak, ia tidak pergi ke kamarnya, melainkan menuju kamar o
"Roland, antar aku ke markas." David berkata. Roland yang tengah mengobrol hal penting langsung menoleh pada ke belakang dan mendapati David melangkah menuju arahnya. "Markas, Tuan?" Roland mengulang. David mengangguk tak terbantahkan. "Sekarang." "Ada apa, Tuan? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Roland mendekati tuannya setelah menyuruh penjaga untuk menyiapkan mobil keberangkatan mereka. "Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Karena Bajingan itu keras kepala pada peraturan buatannya sendiri, biar kugunakan caraku," jelas David. "Maksudmu, Tuan Thomas, ayahmu, Tuan?" tanya Roland dengan hati-hati. David memalingkan wajahnya tanpa sahutan. Setiap kali teringat bahwa Thomas adalah ayahnya, David merasa malu. Baginya, adalah hal penuh kesialan menjadi putra seorang Tho
"Kalau aku menjadi dia, apa kau akan memandangku?" Alexa menantang tanpa peduli air matanya lagi. "Kau bukan Anna. Selamanya tidak akan pernah menjadi Anna. Karena yang aku inginkan hanyalah Anna-ku yang sesungguhnya.." David mebileh pada foto besar di sebelah ranjangnya. "Bukan orang lain yang menjadi dia," lanjutnya dengan nada merendah. Meski begitu, Alexa tetap mendengarnya cukup jelas. "Apa kau akan tetap mencintainya, meskipun dia mengkhianatimu?" sentak Alexa. "Apa maksudmu, hah?!" David menggeram dan seketika merubah mimik wajahnya menjadi murka. "Kuperingatkan padamu, Alexa. Tidak ada siapapun yang diizinkan menghina Anna. Kau mengerti?" David menatap iblis. Alexa terkekeh. "Dunia ini terlalu penuh humor sebab diisi oleh orang-orang yang buta akan cinta. Aku, kau, dan Anna, yang bahkan aku juga tidak mengenalnya. Lagipula—" "Tuan—?" Seseorang datang yang tidak lain adalah Roland. "Ah, maaf mengganggu kalian. Aku akan—" "Tidak, Roland. Aku sudah selesai." Tanpa me
"Cari tahu lebih mendetail mengenai siapa saja yang menyokong para pelacur itu dan—" David tercekat melihat seorang gadis yang berjalan di tengah malam dengan tatapan kosong entah dari mana dan ingin menuju kemana. "Sedang apa dia?" tanya David pada Roland. Roland segera mengalihkan pandangannya pada apa yang dilihat David. Benar, disana Alexa berjalan dengan tertatih bersama dengan matanya yang kosong. "Apa mungkin dia berniat kabur lagi?" "Dia tidak akan bisa kabur dengan tatapan bodoh itu." David menyahut. Keduanya saling terdiam saat dua binar mereka bertemu. Ini kali pertamanya, ada hal yang membuat David menatap Alexa dengan berbeda. Mata itu. Mata yang menyimpan banyak pertanyaan dan hal-hal yang sepertinya tak mampu disampaikan. Oh, apa David menyakitinya begitu keras tadi pagi, hingga membuat Alexa berubah seperti ini? Alexa membeku sejenak di tempatnya berdiri saat melewati David. Bibir itu bungkam, tetapi tatapan berteriak cukup ker
"Ada yang ingin kami bicarakan," ujar Camilla menatap suaminya yang langsung mengalihkan pandangannya dari laptop di ruang kerjanya. "Aku harap, ini bukan soal pembagian harta warisan." Thomas menyahut dengan helaan napas. Miranda melirik Camilla untuk membiarkannya mengambil alih. "Bukan soal itu. Tetapi soal kepastian hubungan di antara kau dan kami." "Ada apa lagi? Kalian ingin membeli apa lagi, hm?" sahut Thomas dengan santainya. "Kami menuntut pernikahan. Kau harus menikahi kami, Thomas. Kami tidak bisa lagi menjalani hidup sebagai pelacurmu." Camilla menegaskan. "Cih! Mengaku juga kalian sebagai pelacur." Bukan Thomas yang menyahut, kini seseorang yang tak pernah diundang dalam pembicaraan ini menimbrung begitu saja. Dialah David yang tiba-tiba hadir dengan wajah mengejek lelaki itu. "Kau! Berani-beraninya ikut campur dalam urusan kami! Kau sungguh tidak memiliki sopan satu!" Miranda mencela dengan geram. David tertawa mengejek. "Lalu? Apa yang ingin kau lakukan pad
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen