Share

BAB : 7

Author: Soffia
last update Huling Na-update: 2023-01-05 23:05:41

Justin mendekat kearah Hana. Tadi saat Alice berada di sana, dia hanya melonggarkan satu kancing kemejanya, tapi sekarang lihatlah, dia malah menanggalkan benda itu dari tubuhnya.

"Om, jangan melakukan apapun padaku!" teriak Hana mendorong Justin yang mendekat padanya. Bagaimana ia tak histeris dengan sikap Justin yang seperti itu.

"Han ... aku sudah memintamu untuk bersiap dari tadi tadi pagi dan kini sudah sore haripun kamu masih seperti ini. Apalagi kalau bukan menungguku yang harus turun tangan menyiapkanmu."

Matilah ia kini. Itulah yang ada dalam pikiran Hana saat berhadapan dengan Justin. Demi apa jika sampai cowok ini bersikap aneh aneh padanya. Mana sampai buka baju lagi. Aduh, matanya sudah tak baik-baik saja saat ini.

Justin menarik Hana menuju kamar mandi, meskipun gadis itu terus berteriak-teriak menolak.

"Jangan bilang kalau Om mau mandiin aku?" Hanya menebak.

"Tepat sekali," sahut Justin.

"Aku nggak mau! Aku bisa mandi sendiri, Om!" Teriak Hana.

"Telat! Kenapa saat aku sudah ada di sini? Kamu memiliki waktu yang panjang dari pagi hingga sore hari untuk melakukan itu, tapi malah mengabaikan perintahku."

Benar ternyata, tak ada yang bisa lepas dari tangan seorang Justin. Ia bahkan tak bisa kabur saat om-om mesum ini menyeretnya ke kamar mandi.

Sampai di dalam kamar mandi, Justin langsung mengguyur Hana dengan shower. Meskipun gadis itu berteriak-teriak saat mendapatkan serangan darinya, tetap saja tak membuatnya berhenti. Melihat tingkah Hana malah membuatnya ingin tertawa.

"Udah, Om!!! Stop!"

Setelah puas, barulah Justin menghentikan aksinya itu. Tapi tiba-tiba ia malah terdiam, membatu, membisu. Menatap kearah gadis yang adi dihadapannya ini dari atas hingga bawah. Oke, sepertinya kali ini ia sudah melakukan sesuatu yang malah menguji matanya sendiri.

Hana menyadari itu. Berniat menyambar handuk, ia malah terpeleset. Tak ingin berakhir di lantai, dengan cepat ia malah berpegangan pada lengan Justin. Iya, benar sekali ... dirinya tak jatuh ke lantai, tapi malah jatuh ke pelukan Justin.

Kini tangan Justin berada di pinggang Hana, menahan agar gadis itu tak jatuh. Tak salah lagi, memang sudah terjadi sesuatu pada hatinya. Dalam posisi yang sedekat ini dengan Hana, bahkan seolah membuatnya dibuat mati rasa.

Keduanya diam, bahkan Hana yang tadinya berontak pun, kini dibuat membisu saat berada sedekat ini dengan Justin. Apa yang terjadi? Entahlah.

Terbawa suasana malah membuat Justin tak bisa menahan tubuhnya dengan Hana yang bersandar padanya. Yap, endingnya keduanya malah berakhir di dalam bathup penuh busa.

"Om!!!!" teriak Hana kesal saat Justin jatuh, malah ikut mengajaknya.

"Kamu yang salah," balas Justin dengan teriakan Hana yang seakan memecahkan telinganya.

Hana langsung mengoceh laksana sebuah mobil yang rem nya blong. Berhenti saat Justin membekap mulutnya dengan tangan.

"Aku pusing mendengar ocehanmu. Kamu satu orang, tapi suaramu ramai seperti berada di tengah pasar."

Hana menyingkirkan tangan Justin yang masih membekap mulutnya. "Biarin," gerutunya singkat.

Justin beranjak dari dalam bathup. Sementara Hana, ia masih duduk diam. Jangan mengira kalau dirinya akan keluar, tidak akan. Tahu, kan, apa penyebab keduanya jatuh barusan? Yap, gara-gara Justin menatapnya dalam keadaan basah dan pakaiannya menerawang.

"Masih mau dilanjutkan?" tanya Justin menatap kearah Hana.

"Nggak mau," tolaknya langsung sambil menyiramkan air kearah Justin.

Justin tersenyum puas saat berhasil membuat Hana kesal. "Yasudah. Aku tunggu di bawah," balasnya sambil berlalu pergi dari sana ... meninggalkan gadis yang masih diam di dalam bathup.

Iya, diamnya bukan hal yang biasa. Tapi justru karena tiba-tiba saja ia malah jadi terpesona pada Justin. Gila memang. Yakali sekarang hatinya belok jadi pencinta om-om.

"Aduh, malapetaka kalau sampai itu terjadi. Bisa dipastikan kalau gue udah stress," umpatnya.

****

 

Justin tengah duduk di ruang tengah, dengan sebuah buku yang ada dihadapannya. Seperti biasa dia adalah tipe orang yang fokus dalam setiap aktifitasnya. Bahkan buku yang dianggap begitu tebal layaknya kamus ratusan ribu pun, bakalan tetap dia baca dengan tenang.

Alice keluar dari kamarnya dan berjalan kearah Justin ... kemudian duduk di samping cowok itu.

Awalnya Justin tak perduli, mau apapun yang dilakukan wanita itu. Tapi fokusnya buyar saat Alice malah duduk semakin mendekatinya.

"Masih ada kursi yang lain, kan, kenapa juga harus duduk di sini?" Ketus Justin tak suka. Ya memang kenyataannya dia tak suka.

"Memangnya kenapa kalau aku duduk di sini? Apa kamu merasa keberatan?"

"Sudah tahu jawabannya, kan ... jadi, tunggu apalagi?" Justin menatap dingin kearah Alice dengan tatapan tak sukanya..

Dengan rasa kesal, Alice menuruti perkataan Justin yang merupakan suaminya itu. Tak terima, sih, sebenarnya dengan perlakuan Justin padanya, tapi apa mau dikata ... daripada mencari masalah dengan laki-laki ini mending ia menurut saja.

"Aku mau nanya satu hal sama kamu," ujar Alice kembali buka suara. Memang tak diladeni, tapi ia yakin kalau Justin mendengar perkataannya. "Apa maksud kamu membawa gadis itu ke dalam rumah ini?"

Justin menutup buku yang ada dihadapannya dengan paksa. Ya, terdengar dari suara hempasan benda itu saat tertutup. Kemudian meletakkan di meja. Kini, pandangannya mengarah pada Alice.

"Urusan denganmu, apa?"

"Aku istrimu. Aku berhak bertanya."

"Tak perlu buang-buang waktu, karena ini bukan urusanmu. Istri? Sudah ku katakan, kan ... itu hanya status, bukan berarti kamu bisa mengatur dan mengurusi semua kehidupanku!"

"Justin, aku nggak tahu salahku apa ke kamu, aku nggak tahu kenapa sikapmu padaku selalu begini. Selalu dingin, marah-marah nggak jelas. Aku ini seorang istri yang juga ingin di mengerti seperti kebanyakan wanita lain."

Justin tersenyum licik mendengar penjelasan Alice. "Kamu paham atau tidak ... tentang kamu di sini yang hanya sekadar status?"

"Tapi aku cinta dan sayang sama kamu, Justin. Bisa, kan, rasa itu berubah?"

"Nggak bisa dan nggak akan pernah!"

"Tapi kenapa?! Kita sudah satu tahun menikah, bahkan kamu nggak pernah bersikap baik padaku."

Suara ocehan Alice mengaum ke penjuru rumah. Dan ia benci saat kehebohan itu terjadi. Justin beranjak dari posisi duduknya dan berdiri dihadapan Alice.

"Jangan berharap yang lebih padaku! Aku menikah denganmu itu hanya terpaksa, Alice ... terpaksa! Jadi, kalaupun sikapku tak pernah baik padamu, mungkin itu resikomu. Karena melakukan hal licik hanya untuk mendapatkanku. Berhasil, tapi maaf jika hatiku tak bisa kamu miliki sedikitpun!" jelasnya.

Iya, ini bukan pertama kali penjelasan itu ia lontarkan, tetap saja yang nama Alice tak pernah paham dan mengerti.

"Dan kenapa pada gadis itu sikapmu begitu baik?" tanya Alice berdiri dihadapan Justin.

Sebenarnya ia begitu takut menghadapi Justin, hanya saja rasa kesalnya akan sikap suaminya pada Hana, membuatnya menahan rasa takut itu. Ia tak ingin gadis itu merebut suaminya, karena itu artinya dia juga akan merebut hartanya.

"Dia beda sama kamu."

"Tentu saja beda," timpal Alice langsung. "Dia itu gadis penggoda, Justin. Kamu sudah termakan rayuannya!"

"Kamu nggak punya hak mengatakan itu tentang Hana! Sok suci. Mendapatkanku dengan cara licik, apa itu baik menurutmu?!"

"Kenapa aku dibawa-bawa?"

Pertanyaan itu berasal dari Hana yang tiba-tiba muncul. Pandangan Justin dan Alice langsung mengarah padanya.

"Iya, semua gara-gara kamu! Harusnya kamu sadar diri, Justin itu adalah suamiku. Tapi apa? Dengan tak tahu malunya kamu ..."

"Cukup, Alice!!"

Ia benar-benar tak tahan dengan sikap Alice yang terus-terusan menyalahkan Hana. Bahkan dia membuat gadis itu tersudut, meskipun di sini tak salah apa-apa. Hana di sini kehendak dirinya, ia yang membawa dan memaksanya.

"Diam dan jangan banyak bicara lagi. Aku muak mendengar ocehanmu! Hana di sini karena aku, jadi jangan menyalahkan dia. Perihal rasa, tak bisa dipaksakan, bukan. Aku menyukai dia, bukan kamu!"

Justin seolah menekankan kata-kata terakhirnya pada Alice. Berharap wanita itu bisa menempelkannya langsung di pikirannya. Agar bisa terus mengingat.

Hana yang masih berdiri, merasa kepalanya seolah dipukul dengan kata-kata yang diucapkan Justin barusan. Menyukainya? Apa ia tak salah dengar? Bahkan ini sudah yang kesekian kalianya Justin mengatakan hal itu, tetap saja ia kaget.

"Om Justin ... Tante ini istrinya, Om loh," ujar Hana mengingatkan Justin. Bagaimanapun, Alice pasti sakit hatilah mendengar perkataan dia barusan.

"Cukup jadi pendengar, aku tak suka saat seseorang terus membantahku," balas Justin atas perkataan Hana.

"Jangan jadi penjilat!" umpat Alice pada Hana.

Hana tak menyangka kalau dirinya kini yang masih berstatus sebagai mahasiswi baru, harus dihadapkan dengan drama percintaan sepasang suami istri. Dan masalah besarnya adalah, ia justru diajak masuk ke dalamnya. Bodoh, sih, semua ini memang terjadi karena kejadian semalam.

Justin mendekati Hana dan menyambar tangan gadis itu. "Ikut aku," ajaknya membawa Hana pergi dari sana.

"Aku mau dibawa kemana, Om?" tanya nya. Tetap saja itu tak mendapatkan jawaban.

Alice hanya bisa mengumpat dengan level tinggi melihat sikap Justin pada Hana. Hanya ada dua pilihan yang harus diambilnya. Pertama, menyingkirkan Hana. Kedua, pasrah dan ia yang tersingkir. Tentu saja yang kedua bukanlah hal yang ia ambil.

"Berani mendekati Justin, itu sama dengan berani melawan Alice," gumam Alice menahan amarah.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Neng Nengsih
ihhh gk berkatt bagus banget ***
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kedua Sang Billionaire    ENDING

    Semalam akhirnya yang menjaga Riga adalah Tian dan Willy bersama Justin. Sedangkan Hana, Rhea dan Vio pulang ke rumah. Itupun penuh drama malam tengah malam, karena Vio tak ingin pulang jika Riga tak pulang bersamanya. Akhirnya dengan bujukan kakaknya itu semua bisa kelar. Sudahlah, kalau Vio mulai merengek dan tak terima akan sesuatu, bersiap saja untuk mendengar dia menangis dan mewek mewek. Dan pagi ini, tepat saat sarapan bersama Hana, gadis kecil itu kembali berulah. Dia nggak mau sarapan dan sekolah, jika tak bersama Riga. Membuat Hana dibuat pusing di pagi hari. “Riga nggak pernah suka dengan apa yang kamu lakukan ini, Sayang.” “Aku mau dia di sini denganku. Aku janji, Ma ... nggak akan berbuat yang bikin dia kesal. Aku janji nggak akan merengek dan berteriak teriak lagi di dalam rumah. Tapi, bawa kakak pulang.” Lihatlah, mukanya sudah memerah, menahan air mata yang sudah mengenang di kelopak matanya. Tapi sepertinya dia sedang menahan rasa itu. “Apa sekarang kamu mau ikut

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 134

    Tian mendorong kursi roda, dengan Riga yang duduk di sana. Sementara Willy memgangi tabung cairan infus, agar berada tetap di posisi lebih tinggi. TadinyaTadinya Riga meminta dokter agar infusnya dilepaskan, tapi dokter ternyata tak menginjinkan. Dikarenakan kondisi tubuhnya yang memang belum stabil.Sampai di depan sebuah ruang perawatan, Tian menghentikan langkahnya. Sedikit berjongkok dihadapan bocah 9 tahun itu.“Ga, kamu ingat, kan, apa yang dokter bilang.”Mengangguk pertanda ia paham apa yang di maksud oleh Tian.“Aku janji nggak akan bikin Papa khawatir, aku juga nggak ingin Papa sakit hanya karena memikirkanku. Kau baik baik saja, dan akan selalu baik baik saja,” terangnya.Bahkan hanya mendengar putranya berkata seperti itu saja, mampu membuat hati Hana teriris. Dia sakit, bisa dikatakan sakit parah ... tapi lihatlah, sikap yang dia tunjukkan bahkan seolah tak sedang sakit. Hal yang membuatnya benar benar bangga memiliki Riga.Willy membuka pintu ruangan itu. Melangkah masu

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 133

    Sudah hampir satu jam Semuanya pergi dan sekarang tentu saja Rhea merasa was was. Apa yang tengah terjadi, kenapa semuanya belum kembali satu orang pun? Jadi makin dibuat bingung karena Riga terus bertanya kenapa orang tua dia belum kembali.“Tante, kenapa Papa sama Mama belum kembali?”Rhea tersenyum manis pada Riga, kemudian mengelus wajah manis itu dengan lembut.“Sabar, ya, Sayang. Mungkin Mama sama Papa kamu lagi mendengarkan penjelasan dokter dulu. Atau, mungkin dokternya lagi ada pasien, jadinya mereka harus nunggu deh.”“Alasan yang nggak meyakinkan,” responnya dengan nada tak terima akan penjelasan Rhea yang berpatokan pada kata mungkin.Ayolah, dihadapkan pada posisi di mana dirinya hanya berdua dengan Riga, itu begitu sulit. Karena dia adalah tipe anak yang punya pikiran cerdas dan nggak akan gampang dibohongi.“Perasaanku nggak enak,” gumamnya perlahan.Di saat yang bersamaan, Tian datang. Seketika Riga langsung bangun dari posisi tidurnya dan berharap jika orang tuanya j

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 132

    Seperti yang sudah direncanakan semalam, hari ini Riga akan melanjutkan pemeriksaan menyeluruh termasuk tes lab. Berharap jika apa yang diperkirakan Dokter semalam tak benar benar terjadi. Entah apa yang akan ia lakukan jika hal buruk itu terjadi pada putranya.Lagi lagi hanya bisa menunggu ketika putranya harus menjalani pemeriksaan dalam waktu yang lama. Bahkan berjam jam. Sungguh, ini rasanya menyakitkan hatinya sebagai seorang ibu.Dari kejauhan tampak dua orang berjalan cepat mengarah pada Hana dan Justin. Ya, Tian da Rhea.“Han, gimana Riga?” tanya Rhea langsung pada Hana.Bukannya menjawab pertanyaannya, Hana justru langsung memeluknya erat. Tentu saja itu membuat hatinya justru tak tenang. Ditambah lagi dengan dia memasang wajah sendu. Tak hanya Hana, raut muka Justin juga tampak tak baik baik saja. seperti baru saja mendengar sebuah kabar tak mengenakkan.“Ada masalah sama Riga?” tanya Tian ikut bertanya pada Justin. “Dia baik baik aja, kan?”Justin hanya mengangguk. Ia sanga

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 131

    Hana dan Justin berada di depan ruang UGD, menunggu dokter keluar dari sana untuk memberikan hasil tentang keadaan dan kondisi Riga. Raut cemas tampak begitu jelas di wajah keduanya, terutama Hana yang sedari tadi terus saja menangis.Sedangkan Justin, jangan ditanya lagi seperti apa perasaannya saat ini. Bahkan saat mendapati kondisi Riga ketika sampai di rumah, nyaris membuat otaknya seperti sedang dihantam sebuah kenyataan yang menyakitkan. Bukan berniat untuk berprasangka buruk, tapi kejadian ini membuatnya benar benar tak bisa tenang.Justin membawa Hana ke pelukannya, berharap istrinya ini bisa tenang. Karena dengan melihat dia begini, jujur saja ia semakin cemas. Dan tak berharap jika kebiasaannya juga akan ikut kambuh. Itu tentu saja membuat istrinya seakan makin bingung.“Jangan nangis terus ... anak kita akan baik baik saja, Sayang,” bisik Justin menenangkan hati Hana.“Aku takut Riga kenapa kenapa, Je. Aku nggak mau dia sampai sakit,” balas Hana.“Aku tahu, tapi kalau kamu

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 130

    Hana langsung tersentak ketika mendapatkan telepon seperti itu dari putranya. Darahnya seketika berdesir hebat, saat suara ringisan putranya masih terdengar di pendengarannya.“Ada apa?” tanya Justin kaget melihat raut khawatir di wajah Hana.“Kita pulang sekarang. Terjadi sesuatu sama Riga,” jawab Hana langsung beranjak dari posisi duduknya dan membawa Vio segera mengikutinya.Justin langsung mengikuti langkah Hana yang sudah lebih dulu berlalu keluar dari restoran.“Kak Riga kenapa, Ma?” tanya Vio saat berada dalam mobil, karena bingung dengan sikap kedua orang tuanya.Tak ada jawaban yang diberikan Hana pada pada putrinya. Ia fokus menelepon seseorang, hingga mengabaikan pertanyaan Vio.“Hallo, Mbak Reni ... cek Riga di kamar sekarang, ya,” pinta Hana dengan nada cemas.“Memangnya ada apa, Bu?”“Cepetan!” emosinya ketika perintahnya malah dibalas pertanyaan.“I-iya, Bu.”Hana bisa mendengar langkah cepat sang pengasuh anak anaknya itu melangkah cepat menuju lantai atas, karena terd

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 129

    Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, kalau malam ini akan makan di luar. Tentu saja bukan makan malam berdua, karena harus diingat, ada Vio dan Riga.Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, si princess yang sudah dari tadi siap, hanya bisa mondar mandir seperti setrikaan rusak saat orang tuanya dan juga kakaknya belum menampakkan diri dihadapannya. “Udah siapa, Sayang?” tanya Hana pada Vio yang akhirnya duduk di sofa dengan muka cemberut.“Udah dari tadi, Mama. Tapi semua orang malah belum apa apa.”Justin tersenyum dengan tingakh putrinya yang satu ini. Pokoknya kalau mau pergi pergi, dia yang paling gercep untuk siap siap.“Riga mana?” tanya Justin karena tak mendapati putranya di sana.“Aku nggak mau ikut,” sahutnya menuruni anak tangga dari lantai atas ... masih dengan pakaian rumahannya.“Loh, kok nggak ikut?” tanya Hana menghampiri Riga yang seperti biasa ... sikapnya selalu kalem seakan tak memiliki perasaan.“Nggak kenapa kenapa, kok, Ma ... cuman males aja. Ada tugas jug

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 128

    Perlahan tapi pasti, hal hal yang dianggap baru dan asing juga akan terbiasa menghiasi hari hari. Begitupun dengan apa yang sedang dialami oleh Hana. Yang tadinya ia hanya berdua dengan Justin, kini semua terasa ramai ketika ada dua anak yang seakan membuat suasana di rumah terasa hangat.Justin yang tadinya hanya fokus mengurus pekerjaan meskipun di rumah, kini seolah merombak jadwal dan aktifitasnya. Saat di rumah, dia hanya akan fokus untuk keluarga. Tak ada lagi pekerjaan kantor yang dibawa pulang.Semakin terbiasa tanpa adanya bantuan perkara urusan si kecil, membuat Hana merasa benar benar full jadi ibu seutuhnya. Semua dilakukan sendiri, meskipun harus mendengar ocehan Justin yang menganggap dirinya kecapean.Jujur saja, ini rasanya memang capek ... hanya saja semua rasa itu seolah sirna ketika melihat mereka tersenyum padanya, seakan mengatakan terimakasih.Rasanya satu hari itu berlalu begitu cepat. Masih berputar putar dan fokus pada Riga dan Vio, tiba tiba saat selesai hari

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 127

    Rasanya benar benar terasa lega, ketika akhirnya setelah beberapa hari di rumah sakit, kini kembali ke rumah. Tentunya pulang dengan tambahan dua anggota baru yang akan menghiasi suasana rumah.Sebelumnya hanya berstatus sebagai seorang istri, sekarang bertambah dengan status ibu dua anak. Ayolah, itu rasanya benar benar sulit dipercaya dengan dirinya yang masih berusia 20 tahunan.Justin membantu Hana turun dari mobil dengan si kembar yang berada dalam gendongan dua orang suster. Jangan berprasangka buruk dulu kalau dirinya akan menggunakan jasa dalam merawat anak anaknya, bukan seperti itu. Ini hanya untuk beberapa hari ke depan, setidaknya sampai luka bekas operasinya mulai membaik dan aman untuk banyak bergerak.Tak lama, dua mobil tampak memasuki area pekarangan. Bisa ditebak siapa yang datang. Itu mobil Tian dan Willy, yang artinya ... pasti pasangan mereka juga ikut.Melanjutkan langkah memasuki rumah, tempat yang membuatnya tiba tiba rindu, meskipun kadang menyebalkan juga kar

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status