LOGIN“Kakimu sudah sembuh rupanya.” Anna menoleh dengan terkejut. Kaiden sudah berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan penampilan kotor, berdebu, dan kusam. Ada beberapa bercak darah yang terlihat di seragamnya. Pandangan Anna bergerak turun, ke tangan kiri Kaiden yang berdarah. Dia mengepalkan tangannya dan jari-jarinya sepenuhnya berwarna merah. Namun, Kaiden tidak terlihat kesakitan. Justru, ekspresinya terlihat senang. “Suamimu sudah pulang. Apa kau hanya akan berdiri di sana?” Anna melompat turun dari atas kursi. Sore itu, ia awalnya ingin mencoba salah satu posisi menembak yang ia baca di buku Kaiden. Sayang sekali, si pemilik buku sudah muncul. Anna tidak menyangka Kaiden akan pulang hari ini. Ia pikir, Kaiden akan tinggal di barak lebih lama. “Bukankah kau merindukan suamimu ini, istriku tersayang?” Suara Kaiden terdengar sangat manis. “Kau tidak mau memeluk atau menciumku?” godanya, menaikkan satu alis. Alih-alih mencibir Kaiden, Anna justru mendekat. Ia be
Vargaz berdiri diam di pintu ruang kerja Kaiden, tidak berani bergerak seinci pun dari tempatnya. Kaiden sedang fokus memasang baut pada laras senapan baru yang dirakitnya.Senapan mesin berat M2 Browning.Kaiden sudah lama berusaha merakitnya. Hanya saja, ia baru memiliki waktu untuk melanjutkannya. Ia sudah berada di tahap akhir dan tinggal memasang larasnya.Kaiden akan mencobanya dengan menembak kendaraan lapis baja ringan di perbatasan. Ia ingin tahu seberapa besar kerusakan yang ditimbulkannya. Jika memungkinkan, maka senjata ini akan dimasukkkan ke dalam senjata perang.“Ada apa, Vargaz?” Kaiden baru bertanya setelah memasang satu baut lagi.“Ini soal perekrutan prajurit khusus warga Odor di luar ibu kota, Tuan. Kami sudah menyiapkan tempatnya di dekat perbatasan distrik satu,” ujar Vargaz.“Ya, besok kita akan ke sana. Aku sendiri yang akan menyeleksinya,” sahut Kaiden.Vargaz mengerutkan keningnya. “Anda tidak p
Kaiden menghabiskan waktunya sepanjang minggu di barak.Ia belum memutuskan untuk pulang, meskipun Nyonya Brighton menyuruhnya untuk berkonsultasi soal program kehamilan Anna.Intinya, mereka hanya perlu berhubungan badan. Setiap malam. Kalau perlu, lebih. Tetapi, Anna tentu keberatan.Kaiden tidak bisa memaksanya.Bagaimana kabar wanita itu sekarang? Dia pasti sangat senang karena tidak harus melihat wajahnya.Kaiden tersenyum miring. Ia mengelap pistolnya dan membayangkan betapa bahagianya Anna selama seminggu ini.Wanita penggoda, pikir Kaiden. Berada di barak cukup membantu Kaiden dalam mengontrol diri. Meskipun saat kembali ke mansion, reaksinya mungkin masih sama.Kaiden tidak menyukai bagaimana Anna mengontrol nafsunya.Ia tidak suka dikontrol. Seharusnya, ia yang mengontrol wanita itu. Mendominasinya. Namun, yang terjadi malah sebaliknya.Apa yang salah dengannya?“Tuan, mereka semua sudah berkumpul di lapangan.” Suara Vargaz terdengar di luar pintu kamarnya, seketika membuyar
“Camila, kenapa semua heels-ku diganti?” Anna mengernyit menatap sepatu hak tinggi baru yang Camila susun ke dalam lemari. Desain dan warnanya sama dengan heels sebelumnya, dengan hiasan mutiara, glitter, dan bunga. Namun, bagian dalamnya tidak lagi sakit ketika dikenakan. Malah terasa sangat nyaman. Camila berdiri setelah merapikan semuanya dan menatap Anna. “Tuan Kaiden meminta bagian dalam heels-nya diganti dengan bahan yang nyaman dan tidak menyakiti kaki Anda seperti kebanyakan heels di ibu kota, Nyonya,” jelasnya, tersenyum lebar. Kerutan di kening Anna semakin dalam. Apa karena kakinya yang sakit? Tidak mungkin Kaiden melakukan itu karena mengkhawatirkannya, bukan? Jika dia ada di hadapannya sekarang, dia pasti akan mengatakan: ‘Jangan tersanjung. Aku melakukan ini agar orang-orang tidak berpikir bahwa aku menyiksamu.’ Sebab, kata ‘peduli’ dan Kaiden tidak mungkin bisa duduk di satu kursi. Anna menatap Camila. “Baiklah, terima kasih, Camila,” ucapnya, tidak tah
Kaiden melangkah keluar dari mobil sambil membawa pistol. Tatapannya jatuh ke Dominic yang spontan memberi hormat.Kaiden tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap Dominic untuk waktu yang lama.Ketegangan dengan cepat memenuhi udara, membuat semua orang yang berdiri di sana berdebar-debar.Apakah Kaiden akan melepaskan peluru?Dominic berdiri dengan tegang dan gugup. Tangannya yang memegang senapan agak gemetar. Kaiden menatapnya dengan dingin— menyiratkan ancaman yang nyata.Setelah beberapa saat, Kaiden mendekat dengan lambat. Persis seperti predator yang tengah mengincar mangsanya.Ia berhenti tepat di depan Dominic yang berdiri lemas. Kaiden mengangkat pistolnya dan Dominic tersentak. Moncong pistol yang dingin diarahkan ke lehernya.Anna terkesiap. “Kaiden—”Kaiden mengangkat tangannya, mengisyaratkan Anna untuk diam. “Apa tugasmu di sini, prajurit?”“Me-menjaga mansion Anda, Tuan,” jawab Dominic, suaranya bergetar.“Apakah kau diizinkan untuk mengobrol bebas dan tidak menjalankan
“Dominic?” Wajah Anna berkerut, menatap sosok yang tengah berdiri di dekat gerbang masuk. Ia selalu melihat seorang prajurit kelas atas berjaga di sana, tetapi baru kali ini melihat Dominic yang mengambil alih tugas itu. Sepertinya, ada jadwal bergiliran menjaga mansion untuk setiap prajurit Mosirette. Dan sekarang adalah giliran Dominic. Meskipun Kaiden jelas-jelas tidak menyukai Dominic, dia masih berpegang teguh pada aturan—tidak mencampurkan masalah pribadi dan pekerjaan. Jadi, mau bagaimana pun juga, Dominic tetap berjaga di mansion miliknya. Anna memutuskan untuk mendekat, mengingat Kaiden belum kembali dari barak. Ada satu hal yang ingin ia tanyakan setelah membaca beberapa buku militer milik Kaiden. Kakinya yang masih sakit agak tertatih, dan itu membuat heels-nya menubruk lantai dengan keras. Bunyinya menarik perhatian Dominic. Dia menoleh dengan waspada, tetapi kemudian ekspresinya berubah. Senyumnya dengan cepat merekah begitu melihat Anna. “Hei, pengantin b






![Penyesalan Tuan CEO [Mantan Kekasihku]](https://acfs1.goodnovel.com/dist/src/assets/images/book/43949cad-default_cover.png)
