Beranda / Romansa / Istri Kedua Sang Presdir / Bab 14. Sambutan Permusuhan

Share

Bab 14. Sambutan Permusuhan

Penulis: Wijaya Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-05 22:44:51

Ketika langkah kaki Neina turun dari mobil itu, lantai batu alam yang mengkilap seakan memantulkan suara debaran jantungnya. Rumah itu sangat mewah, terlalu besar dan terlalu asing baginya. Dinding-dinding putihnya berdiri megah, berjendela besar dengan teralis besi hitam bergaya industrial. Tak ada kesan ramah, tak ada sambutan hangat. Rumah itu dingin—dan mencerminkan tuan rumahnya.

Beberapa orang pelayan segera datang dari arah pintu utama. Salah satu dari mereka, seorang perempuan berusia empat puluhan, tersenyum ramah. Ia melangkah maju. Raut wajahnya begitu hangat, seolah mencoba menepis dinginnya suasana.

“Selamat datang, Nona Neina,” sapanya lembut, suaranya menenangkan.

“Saya Bi Raras. Saya yang akan membantu Nona selama di sini. Jika Nona membutuhkan sesuatu, jangan sungkan memberitahu saya.”

Senyum ramah Bi Raras sedikit meredakan ketegangan yang mendera Neina. Setidaknya, ada satu wajah yang tidak memancarkan permusuhan di tempat ini. Ia mengangguk samar, mencoba membala
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 17. Pelayan di Pagi Hari

    Di sisi lain, Keandra memperhatikan punggung Neina yang menghilang di balik pintu kamar pelayan. Sebuah senyuman tipis terukir di bibirnya. “Kau akan keluar dari rumah ini dengan sendirinya,” gumamnya pelan penuh kemenangan atas perlakuan pertama yang ia lakukan. Puas. Ya, ia sangat puas. Neina akhirnya menurut. Gadis itu tidak membantah, tidak melawan. Itu adalah pertanda bagus."Kau melihatnya, Bi Raras?" suara Keandra terdengar tajam saat Bi Raras kembali ke lantai atas. Bi Raras kembali ke kamar yang seharusnya Neina tempati untuk mengambil kebutuhan Neina yang lain. "Dia menurut. Dia tahu tempatnya."Bi Raras menunduk, tidak berani menatap mata Keandra. "Iya, Tuan. Tapi, akan jadi masalah jika Tuan besar mengetahui," tegur Bi Raras mengingatkan. “Saya tidak pernah memperlakukan Bibi dengan kasar. Jika sampai itu terjadi dan mengusik rumah tanggaku dan Olivia. Maka Bibi tanggung akibatnya.” Sebuah ancaman yang tidak pernah Bi Raras dapatkan dari anak yang ia dibesarkan denga

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 16. Menjadi Pelayan

    Neina terkejut. Ia menoleh kaget dan mendapati Keandra berdiri di ambang pintu, bersandar pada kusen dengan tatapan tajam yang menusuk. Wajahnya yang tampan terbingkai dengan ekspresi datar yang sulit dibaca. Kemeja yang digulung sebatas siku menonjolkan otot lengannya yang kuat, memancarkan aura dominan yang mencekam.Bi Raras segera membungkuk hormat. "Maaf, Tuan. Saya sedang menunjukkan kamar baru Non Neina."Mata Keandra beralih dari Bi Raras ke Neina, lalu menyapu seisi kamar dengan pandangan meremehkan. "Kamar ini?" Nadanya penuh ejekan. "Kamar ini untuknya?"Hati Neina mencelos. Ia merasakan firasat buruk yang merayapi jiwanya."Iya, Tuan. Bibi sudah menyiapkan sejak siang," jawab Bi Raras, suaranya sedikit ragu. "Tuan Besar sendiri yang meminta saya menyiapkan kamar ini."Keandra terkekeh, tawa yang tidak sampai ke matanya. "Oh, benarkah? Apa kau tahu jika aku tidak akan beri kamar semegah ini untuknya." Ia menegakkan tubuhnya, melangkah masuk ke dalam kamar, mengikis ja

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 16. Sarang Singa

    Angin senja Jakarta terasa getir saat Bi Raras membimbing Neina memasuki pintu utama kediaman Keandra. Pintu utama yang menjulang tinggi itu seolah menyambut kehadiran Neina yang sedang melangkah. Memutus Neina dari dunia luar dan menyeretnya masuk ke dalam sebuah sangkar emas yang dipenuhi ketidakpastian. Jantung Neina berdebar tak karuan. Bukan karena lelah setelah perjalanan panjang tentang kehidupan yang hari ini penuh serta merta dan mengejutkan, melainkan karena bayangan Keandra, pria yang kini resmi menjadi suaminya, menghantui setiap langkah menuju ke dalam rumah mewah yang seharusnya memberikan kenyamanan buatnya.Rumah itu megah, terlalu megah untuk Neina yang terbiasa dengan kesederhanaan. Arsitektur klasik dengan pilar-pilar kokoh dan jendela-jendela besar mendominasi pandangannya. Namun, kemegahan itu terasa dingin, tak mengundang. Udara di dalamnya terasa berat, seolah dipenuhi oleh cerita-cerita yang belum terungkap.Asing. Satu kata yang saat ini mewakili perasaan Ne

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 14. Sambutan Permusuhan

    Ketika langkah kaki Neina turun dari mobil itu, lantai batu alam yang mengkilap seakan memantulkan suara debaran jantungnya. Rumah itu sangat mewah, terlalu besar dan terlalu asing baginya. Dinding-dinding putihnya berdiri megah, berjendela besar dengan teralis besi hitam bergaya industrial. Tak ada kesan ramah, tak ada sambutan hangat. Rumah itu dingin—dan mencerminkan tuan rumahnya.Beberapa orang pelayan segera datang dari arah pintu utama. Salah satu dari mereka, seorang perempuan berusia empat puluhan, tersenyum ramah. Ia melangkah maju. Raut wajahnya begitu hangat, seolah mencoba menepis dinginnya suasana. “Selamat datang, Nona Neina,” sapanya lembut, suaranya menenangkan. “Saya Bi Raras. Saya yang akan membantu Nona selama di sini. Jika Nona membutuhkan sesuatu, jangan sungkan memberitahu saya.”Senyum ramah Bi Raras sedikit meredakan ketegangan yang mendera Neina. Setidaknya, ada satu wajah yang tidak memancarkan permusuhan di tempat ini. Ia mengangguk samar, mencoba membala

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 13. Bukan Rumah Tujuan

    "Kebencian bisa berubah menjadi cinta, Neina. Dan cinta bisa melahirkan keturunan," balas Pak Daniswara, matanya menatap tajam, seolah menembus dinding pertahanan Neina. "Kau harus bisa meluluhkan hatinya. Membuatnya melihatmu bukan hanya sebagai anak yatim piatu yang Kakek tolong, tapi sebagai wanita yang pantas mendampinginya. Wanita yang akan memberinya keturunan."Neina merasa mual. Ini bukan tentang cinta, bukan tentang masa depan yang indah. Ini tentang sebuah misi. Sebuah tugas yang diberikan oleh seorang pria sekarat, yang entah bagaimana caranya, telah mengikatnya dalam perjanjian yang tak bisa ia hindari."Tapi kenapa harus Neina, Kek? Kenapa bukan wanita lain? Pak Keandra sudah memiliki istri juga. Pak Keandra bisa mendapatkan itu dari Bu Olivia …”“Itu tidak akan terjadi, Neina. Kau harus menjadi satu-satunya wanita yang menjadi istri Keandra. Bukan wanita lain. Dan kau satu-satunya wanita yang pantas memberi keturunan untuk Keandra. Bukan yang lain.” Pak Daniswara berkat

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 12. Pertemuan Dengan Daniswara

    Sunyi menyelimuti ruangan VIP rumah sakit malam itu. Hanya suara detak jam dinding dan alat bantu pernapasan yang mengiringi percakapan dua insan berbeda generasi. Pak Daniswara terbaring lemah, namun wajahnya tampak cerah saat melihat sosok yang baru saja membuka pintu dan melangkah masuk dengan perlahan."Neina," sapa Pak Daniswara lirih, senyum hangat terukir di wajah tuanya. Meski tubuhnya dibelenggu oleh infus dan selang oksigen, matanya bersinar seperti ada harapan yang kembali menyala.Neina duduk di kursi tunggal di samping ranjang perawatan. Ia tersenyum sopan, mencoba menyembunyikan kegugupan yang sejak tadi membuncah di dadanya."Pak Daniswara... bagaimana keadaan Bapak sekarang?” tanyanya sopan.Pak Daniswara mengangkat tangannya lemah, lalu menggenggam tangan Neina dengan erat. “Kakek.” “Mulai sekarang, panggil aku... Kakek. Karena kamu sudah menjadi cucuku."Neina tersentak pelan. Ia menarik nafas dalam, mencoba memahami ucapan itu. "Kakek..."Semua yang dilakukan oleh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status