Beranda / Romansa / Istri Kedua Sang Presdir / Bab 4. Gunjingan di Kantor

Share

Bab 4. Gunjingan di Kantor

Penulis: Wijaya Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-19 20:57:22

“Saya akan datang ke kantor, Pak. Maaf saya telat,” ucap Neina melalui sambungan telepon yang ia lakukan pada Felix. 

Setelah mengatakan kalimat tersebut, ia pun menutup sambungan panggilan yang diterimanya. Setengah jam berlalu Neina pun tiba bersama ojek yang ia tumpangi. 

“Yakin kalau dia masuk ke perusahaan ini tanpa main belakang?” 

“Kalau gue sih ga yakin. Mana mungkin bisa langsung menjadi sekretaris Bos. Terlebih itu posisi yang paling sulit didapat oleh karyawan wanita di perusahaan ini.” 

“ Lo benar. Kan kita tahu sendiri kalau selama ini pak Keandra sangat pemilih dalam menentukan orang-orang yang ada di sekitarnya.” 

“Gue setuju. Bahkan rumor yang sangat kita tahu selama ini juga yang bekerja di sekeliling Pak Keandra itu karyawan laki-laki. Bukan karyawan perempuan.” 

Kalimat-kalimat gunjingan dan fitnah menyambut kehadiran Neina saat tiba di kantor. 

Neina baru tiba di kantor, bertepatan dengan jam istirahat. Sebab ia yang merasa lapar dengan banyaknya kejadian yang telah ia lewati pagi ini pun membuat Neina memutuskan untuk menuju kantin. Kebetulan juga, Eva, teman kerjanya mengajak makan bersama. 

Langkah Neina menuju ke kantin siang ini kembali disambut dengan bisikan dan sindiran-sindiran sinis dari beberapa karyawan yang sedang beristirahat untuk makan siang. Hal itulah yang membuat Neina sangat malas pergi ke kantin.

 Dia akan lebih memilih menghabiskan waktunya di ruang kerja dengan bekal sederhana yang ia bawa dari rumah. Kejadian yang terjadi sejak semalam, membuatnya tak sempat untuk sekedar membuat bekal. Hal itulah yang terpaksa membuatnya harus menginjakkan kakinya di kantin siang ini.

“Lagian apa sih yang dipertimbangkan Pak Bambang dari dia. Cantikan juga gue. Pengalaman juga ga punya kan dia.”

Kali ini kalimat gunjingan yang terdengar begitu terang-terangan. Baru 2 bulan bekerja, ia harus sekuat tenaga menahan fitnah tak berdasar. 

“Atau jangan-jangan… dia wanita simpanan manager HRD yang tersebar itu.”

“Eh, bukan. Dia juga pasti ada main dengan Pak Keandra. Tahu sendiri jika istri Pak Keandra itu tak pernah ada di rumah.” 

Neina semakin mempercepat langkah, mencari Eva yang mengajak makan bersama. Ia hanya menebalkan telinga, untuk tak mengambil hati atas segala tuduhan yang datang menyapanya. 

Andai saja ia tak butuh pekerjaan dengan gaji yang lumayan baginya ini, mungkin Neina akan lebih memilih untuk mengundurkan diri. Daripada setiap hari ia harus menerima tatapan dan fitnah yang tak berdasar untuknya.

“Auh! Ish!”

Suara mangkuk terjatuh berhasil mengalihkan perhatian karyawan yang berada di sekitar kantin. Tak hanya itu, Neina yang menjerit pun membuat semua pasang mata menuju ke arahnya. 

Semangkuk soto panas mengenai lengannya, sebab pakaian kemeja yang ia kenakan hanya sepanjang siku. Secepat mungkin Neina mengibaskan tangan. Kuah soto yang menyiram sangat panas, mungkin baru mendidih dan dituangkan ke mangkuknya.braknya.

“Aduh! Maaf ya … aku nggak sengaja,” ucap seorang wanita yang merupakan karyawan senior di kantor. 

Sedikitpun tak terlihat rasa bersalah dari wanita itu, justru terkesan mengejek yang Neina lihat darinya. Ia tidak berusaha membantu, hanya berdiri dengan tatapan puas atas perbuatan yang telah dilakukannya.

“Makanya kalau jalan itu hati-hati. Padahal aku sudah minggir loh, kamunya saja yang tidak lihat-lihat.” Dengan perasaan tak bersalahnya, wanita itu justru menegur Neina.

Neina berdiri, mengabaikan rasa panas di lengannya dan menatap karyawan seniornya itu.  Senyum sinis yang terpancar dari wanita di depannya itu semakin membuatnya yakin jika kuah soto yang tumpah itu disengaja terjadi.

“Saya sudah berhati-hati mbak. Mbak saja yang mungkin jalan nggak lihat-lihat,” sahut Neina, kali ini ia harus berani dan tidak takut melawan.

Entah angin dari mana yang membuatnya berani berkata seperti itu. Bahkan terlihat beberapa tatapan mata yang tak percaya atas keberanian yang dilakukan oleh Neina. Biasa, Neina yang hanya akan diam saat semua membicarakannya.

Wanita itu menganga tak percaya. Jika Neina berani melawannya. 

“Maksud kamu apa? Kamu menuduh aku sengaja? begitu?” murka wanita yang memang sengaja menumpahkan kuah soto panas pada Neina. 

“Ya, memang itu faktanya kan?” Dengan lantang Neina menjawab. Hal itu semakin menarik perhatian semua pasang mata yang berada di kantin. 

“Jangan pakai kata ‘nggak sengaja’ untuk menutupi kelakuan rendahanmu, Mbak. Asal anda tahu, tingkah kamu itu kayak anak-anak.” Suara Neina tajam, nyaris bergetar karena menahan amarah.

Beberapa orang mulai berdiri, tertarik dengan perdebatan yang terjadi di jam makan siang ini. Suasana kantin memanas. Seseorang bahkan mulai merekam video dari belakang.

“Astaga, drama kantor edisi baru,” bisik seorang staf pria.

Melinda, nama sang senior tersenyum sinis. “Ngomongmu pinter ya. Pantas saja kalau kamu bisa merayu dan dengan mudahnya jadi sekretaris Pak Kaedra. Sejak kapan sih lo, jadi budak naf—”

Plak!

Tangan Neina tak mampu lagi untuk tidak membungkam mulut rendahan yang dilakukan oleh wanita di depannya itu. Sudah sangat keterlaluan, sebab dengan terang-terangan seniornya itu berkata yang tak sepatutnya tepat di hadapannya. 

Melinda memegang pipinya, merasakan panas atas telapak tangan lawan yang baru saja mendarat dan berhasil membuatnya meradang tak terima.

“Sialan lo ya! Berani-beraninya lo nampar gue! Lo pikir lo siapa?Anak baru sudah berani kurang ajar!”

Melinda menarik rambut Neina yang tergerai sepunggung. Suasana menjadi riuh. Bukan membantu melerai, justru rekan Melinda yang justru malah mensupport temannya untuk tidak melepaskan Neina begitu saja. Beberapa ada yang mengambil gambar untuk diabadikan. Lumayan bisa menjadi bahan gosip di grup WA perusahaan. 

Suasana riuh yang semula terjadi itu mendadak hening. Menyisakan Melinda yang terus menarik dengan Neina yang membalas perlakuan lawan atas tubuhnya. Tak memahami situasi ramai yang menjadi sunyi. Hingga sebuah suara bariton berhasil menghentikan tingkah kedua wanita yang seperti anak kecil berkelahi. 

“Hentikan!”

Satu kata yang berhasil membuat kedua wanita yang bertikai itu berhenti. Kedua pasang mata itu menoleh ke sumber suara. Terdapat asisten pribadi dan presiden direktur yang terkenal dingin itu menatap geram ke arah keduanya. 

Neina terdiam, melihat Keandra ada di sini. Bisa dipastikan jika pria itu pun pergi tak lama setelah dirinya meninggalkan rumah sakit.

“Dia yang mulai, Pak.”

“Saya minta maaf, Pak.”

“Neina. Temui saya setelah jam istirahat.” Kalimat tegas dan dingin yang terucap. Bukan dari sang presdir yang hanya menatap tajam ke arah mereka, melainkan dari sang asisten, Felix. 

 Keandra Dipta Sakti, Presiden Direktur, berlalu melewati keduanya tanpa sepatah kata. 

“Neina, kamu nggak apa-apa.” Suara Eva, teman kerja yang mengajaknya untuk makan bersama di kantin menghampirinya. 

Neina menatap Eva yang terlihat cemas kepadanya. Ia pun menggeleng pelan, dan berkata.

“Aku nggak apa,” kata Neina singkat. 

“Aku tadi ke toilet dulu. Jadi telat,” ujar Eva, mengatakan sebab kedatangannya yang terlambat. 

Neina mengangguk lemah. Mengulas senyum tipis, meski hati nya yang masih sedang bercampur kesal dan cemas. 

“Aku pergi dulu ya,” kata Neina, ia melangkah meninggalkan kantin. Hilang sudah selera makannya. 

“Kamu nggak makan dulu?” tanya Eva, menahan lengan Neina saat hendak meninggalkan kantin. 

Neina menggeleng pelan, tanpa menatap ke arah sang teman. “Sudah nggak nafsu.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
ada aja yg gk suka sama Neina.. padahal dia sendiri gk pernah berulah atau merugikan orang lain loh.. hhhmm keknya bakal kena amukan Keandra nih..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 153. Kejutan Tak Sengaja

    Keesokan harinya, saat Neina terbangun, ia mendapati seorang perawat asing duduk di kursi samping ranjang. Ia mengawasi ke sekeliling kamar untuk mencari keberadaan Keandra yang malam tadi menginap bersamanya di rumah sakit ini. Tapi nihil, justru ia mendapati orang asing yang baru ia lihat sejak dirinya di rawat di rumah sakit. Wanita yang melihat Neina terbangun itu tersenyum hangat, ia menghampiri Neina dan menyapa ramah. “Selamat pagi, Nona Neina. Saya Dinda, perawat pribadi yang akan mendampingi Anda selama di sini.”Neina mengerutkan dahi. Sepertinya ia salah dengar. Apa maksud yang ia dengar dengan kata ‘perawat pribadi.’“Perawat pribadi?” Neina nampak bingung dengan apa yang baru saja ia dengar. “Iya, saya perawat pribadi khusus untuk melayani anda selama di rawat di sini, Nona.” Dinda tersenyum hangat pada Neina, masih berdiri di dekat ranjang perawatan. “Maksudnya? Aku nggak ngerti. Bukannya perawatan di sini sama saja, jika ada pasien yang dirawat akan ada perawat y

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 152. Jejak Perhatian Tersembunyi

    Suasana rumah sakit malam itu terasa sunyi. Lampu-lampu neon berkelip samar, hanya suara detak jarum jam dan sesekali langkah kaki perawat yang melintas di lorong panjang yang memecah keheningan. Di salah satu kamar VIP, Neina masih terbaring lemah di atas ranjang dengan infus yang menancap di tangannya. Wajahnya masih terlihat pucat, tapi nafasnya mulai teratur, tanda bahwa kondisinya sedikit demi sedikit membaik.Di kursi panjang dekat jendela, Keandra duduk bersandar dengan kemeja yang sudah kusut. Sejak beberapa hari terakhir, ia jarang pulang. Hampir setiap malam ia habiskan di rumah sakit, meski tidak pernah mau mengakuinya secara gamblang. Tatapannya kosong, sesekali berpindah ke arah tubuh Neina yang terlelap.Felix, yang malam ini datang membesuk Neina hingga larut malam setelah bekerja, mulai menguap lebar. Kantung matanya jelas, menandakan betapa ia kelelahan. "Pak Keandra, saya rasa saya nggak kuat lagi dan harus pulang. Besok ada meeting pagi. Anda yakin nggak apa-apa

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 151. Bayangan yang Menghantui

    Suara mesin monitor rumah sakit berdetak pelan, seirama dengan napas Neina yang tertidur pulas. Ruangan itu remang, hanya ditemani lampu dinding kekuningan yang memberikan sedikit kehangatan. Udara dingin dari pendingin ruangan terasa menusuk, sementara bau obat-obatan dan antiseptik yang begitu kuat membuat dada terasa sesak.Keandra berdiri mematung di samping ranjang, tangannya terlipat di dada. Tatapannya jatuh pada wajah Neina yang pucat, seolah terpaku pada setiap detail. Ada luka memanjang di lengan kanan perempuan itu, dibalut perban tebal, menjadi pengingat nyata dari kengerian yang baru saja terjadi. Sesekali, Neina bergerak gelisah dalam tidurnya, entah karena mimpi buruk atau rasa sakit yang masih membekas di tubuhnya.Keandra menghela napas panjang, berat. Ada sesuatu yang berputar-putar di dadanya, rasa bersalah yang selama ini coba ia abaikan. Namun, malam itu, rasa itu menyeruak tanpa ampun, menusuknya dengan tajam."Aku terlalu dingin padanya... terlalu keras... d

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 150. Kecurigaan

    Senja baru saja turun saat Keandra menghela napas panjang, menatap dokumen yang menumpuk di meja kerjanya. Pikirannya masih dipenuhi kekacauan, sisa dari perdebatan sengit dengan seorang klien yang cerewet di siang hari. Jemarinya mengurut pelipis yang berdenyut, berharap bisa mengusir lelah dan stres yang menggerogoti. Di tengah keheningan yang mulai terasa, dering ponsel memecah suasana. Layar menampilkan nama Felix, asisten pribadinya. Dengan nada malas yang kentara, Keandra mengangkat panggilan.“Ada apa?”Suara di seberang terdengar tak biasa, terguncang dan penuh kepanikan. "Pak Keandra... ini darurat. Neina... dia kecelakaan."Keandra, yang semula duduk santai, seketika bangkit berdiri. "APA?!" suaranya meninggi, memantul di dinding ruangan."Dia dilarikan ke RS Medika Sentosa. Kondisinya kritis, kakinya patah... aku barusan dapat kabar dari rumah sakit."Sejenak, dunia Keandra terasa berhenti berputar. Jantungnya berdetak begitu kencang, memompa darah dengan ritme yang tak

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 149. Takdir yang Dituliskan

    Langit Jakarta mulai memudar, menyisakan semburat jingga yang pucat. Jalanan Ibu Kota yang seharusnya sibuk dengan geliat kehidupan kini justru tercekik oleh kemacetan parah. Klakson-klakson berteriak, lampu kendaraan berkedip-kedip tak sabar, menari-nari di tengah kabut polusi yang tebal dan menyesakkan. Di tengah semua itu, Neina duduk lunglai di jok belakang mobil kantor, merasa dunianya juga ikut macet. Pikirannya dipenuhi tumpukan pekerjaan yang tak ada habisnya dan bisikan-bisikan jahat dari rekan-rekan yang hari itu terasa lebih tajam dari biasanya.Ia memejamkan mata, membiarkan punggungnya tenggelam dalam sandaran kursi. Nafasnyapun berhembus berat. "Bu, mau langsung pulang atau mampir dulu ke minimarket?" suara Pak Wawan, sopir yang setia mengantarnya, terdengar lembut.Neina membuka mata, menatap Pak Wawan dari pantulan spion. "Langsung saja, Pak. Saya capek sekali," jawabnya dengan suara yang nyaris tak bertenaga.Mobil perlahan merayap, mencoba membelah lautan kendaraa

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 148. Sebuah Rencana

    Hari itu terasa begitu panjang. Setiap kali Neina keluar dari ruang kerja Keandra, bisikan itu semakin nyaring. Seolah seluruh kantor kini memiliki satu topik saja: dirinya."Aku sudah bilang, kan? Perempuan sok manis begitu pasti ada maunya.""Pura-pura polos, tapi ternyata pintar memikat.""Kasihan Bu Olivia…"“Seharusnya Pak Keandra tahu sejak dulu jika wanita seperti dia itu akan menjadi benalu.”“Eh, denger-dengar, ia dinikahi hanya untuk keturunan.”“Bisa jadi sih. Faktanya memang Bu Olivia yang mungkin tidak ingin punya anak. Sebab tahu sendiri jika hamil. Body gitar spanyolnya akan berpengaruh. Dan mungkin itu yang menjadi alasan Pak Keandra mau menikah dengannya.”“Ditawarin uang banyak, siapa sih yang akan menolak.”Kata-kata itu menusuk telinga Neina, melukai hatinya. Ia mencoba berjalan seolah tuli, seolah semua bisikan itu hanyalah angin lalu. Namun, setiap tatapan yang menghakimi dan setiap senyuman sinis terasa seperti jarum tajam.Di pantry, saat Neina hendak menuang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status