Share

Awal penderitaan Fahri

Ponsel kembali bergetar menyentak lamunan Nuraini. Masuk pesan dari Tommy yang mengirim foto sertifikat lengkap dengan namanya. 

[Aini, sebenarnya rumah itu untuk siapa?] 

"Maaf Mas Tommy, kalo bisa antarkan kunci rumah dengan sertifikatnya hari ini?" balas Nuraini beralih telepon tanpa menjawab pertanyaan Tommy. 

Di seberang sana lelaki itu menghela napas,  Nuraini mendengarnya karena ponsel begitu dekat di bibir. Maafkan aku Mas Tommy tidak bisa memberitahumu yang sebenarnya, batinnya sendu. 

"Baiklah, kalo itu maumu. Sebentar lagi akan Mas kirim."

Nuraini menghentikan obrolan setelah mengucapkan terima kasih. Benar saja tak butuh lama dua puluh menit kemudian seorang kurir berteriak dari luar. 

"Paket!" 

Gegas Nuraini turun setelah memakai hijabnya, saat kakinya baru saja menapak di bawah pintu kamar terbuka. Fahri dan Melisa yang keluar dari kamar juga mendengar teriakan paket. 

"Kamu ada pesan barang, Nur?" tanya Fahri yang melihat istri pertamanya itu buru-buru ke depan. 

"Iya, Mas!" jawab Nuraini pendek. 

Kedua insan itu hanya diam memperhatikan Nuraini dari dalam rumah. Melisa yang selalu iri dengan kehidupan madunya pun merayu suaminya. 

"Mas, lihat tuh Mbak Nur enak bisa pesan barang-barang mahal. Aku mau dong, Mas!" rengeknya. 

"Iya, nanti kan kamu butuh baju dan perlengkapan bayi. Siapa tau Nur pesan untukmu," jawab Fahri enteng dan percaya bila paket itu berisi perlengkapan bayi. 

Mata bulat Melisa berbinar, kalo benar apa yang dikatakan suaminya alangkah mudahnya untuk memeras madunya itu. Dia sudah tak sabar Nuraini memberikan paket itu padanya. 

Saat Nuraini akan masuk, Melisa yang melihat di tangan madunya itu hanya berupa amplop coklat besar hatinya pun kecewa. Bayangan yang membuatnya tadi senang pupus sudah. 

"Mbak, kata Mas Fahri paket itu perlengkapan bayiku?" celetuk Melisa menunjuk. 

Perkataan Melisa barusan membuat wanita berhijab itu mendelik. Kenapa adik madunya itu begitu merasa dia akan belikan perlengkapan bayi. 

"Nggak kok! Kebutuhan kamu dan bayimu itu bukan tanggung jawabku tapi Mas Fahri. Iya 'kan Mas," ucap Nuraini menoleh ke suaminya. 

"Eh iya, Mas pikir pun tadi kamu mau belikan perlengkapan bayi untuk Melisa karena besok dia akan menempati rumah barunya," jawab Fahri gelagapan. 

"Oh iya, apakah kalian sudah berkemas? Besok pagi jam delapan kita akan berangkat." Usai berkata seperti itu Nuraini berlalu menuju kamarnya kembali. 

Sebenarnya dia sangat bosan di kamar terus tapi bila keluar dan melihat keduanya hatinya akan terluka. Jadi, mulai besok Nuraini tidak akan mendapati pemandangan yang membuatnya cemburu dan sedih lagi.  

Melisa sangat gembira setelah dikatakan besok sudah bisa pindah. Tak sabar untuk memberitahukan orang tua dan saudaranya. 

"Mau kemana, Mel?" tanya Fahri yang melihat istri keduanya jalan terburu-buru. 

"Mau nelepon orang tua, Mas. Besok sudah bisa ke rumah baru kita," jawab Melisa sambil lalu. 

Fahri hanya mengangguk tersenyum turut senang dengan kabar ini. Namun, sedetik kemudian wajahnya nampak kuyu dan mengedarkan pandangan ke sekeliling dalam rumah. 

Setelah pindah nanti dia pasti merindukan rumah ini. Sudah tiga tahun bersama Nuraini, banyak kenangan yang telah mereka lalui. Bahkan segala ucapan dan perlakuannya masih diingat jelas dan saat bagian janjinya pada istri pertamanya untuk setia menyentak. Dirinya seakan tertampar telah melupakan janji itu. 

Dengan begitu egois telah menyakiti Nuraini dan menghadirkan Melisa ke dalam hidup mereka. Matanya berhenti menatap pintu kamar di lantai atas, pintu itu terbuka sedikit. Dia yakin Nuraini pasti sedang melihatnya dari dalam. 

Kenapa kamu menatap ke sini terus, Mas? Apakah kamu menyesal telah membuatku sakit? Ataukah kamu tidak rela meninggalkan rumah ini. Tapi aku tau kamu pasti bahagia bisa terus bersama Melisa, batin Nuraini sedih kemudian menutup pintu. 

Suara debum pintu kamar atas mengejutkan Fahri. Dia merasa Nuraini semakin menjaga jarak padanya. Fahri masih tidak percaya kalo wanita yang sudah mengangkat derajatnya itu begitu mudah menyuruhnya tinggal bersama Melisa. 

"Tapi ah sudahlah, lagian Nuraini juga tidak menuntut cerai dan itu masih mengamankan posisiku," gumam Fahri santai. 

*** 

Esoknya setelah sarapan mereka berangkat menuju perumahan. Lagi-lagi Nuraini harus bersabar saat Melisa minta duduk di depan sebelah Fahri. "Nggak apa-apa, Mas," ucap Nuraini mengalah. 

Melisa menunjukkan kemenangannya dengan tersenyum. Dia merasa bila di rumahnya bukan lagi madunya yang jadi ratu. Akan ditunjukkan pada Nuraini bahwa dia pun bisa berkuasa. 

Nuraini memberikan alamat rumah itu pada Fahri, mobil yang mereka tumpangi memasuki sebuah perumahan. Hati Melisa sudah senang melihat deretan rumah mewah yang besar dan bertingkat. 

"Ini benar rumahnya, Mbak?" tanya Melisa melongo tak percaya. 

Mobil berhenti sesuai petunjuk Nuraini yang tertawa dalam hati melihat ekspresi madunya. Melisa pikir mungkin rumah yang dibeli untuknya mewah seperti yang mereka lewati tadi. 

"Iya, sudah sampai. Ayo turun!" ucap Nuraini tersenyum. 

Fahri juga tak kalah terkejut, pasalnya rumah yang dibeli Nuraini hanya rumah biasa. Tidak bertingkat juga kecil. Tempatnya juga paling ujung hingga agak tersingkir dari rumah mewah lainnya. 

"Mas?" rengek Melisa akan protes. Tapi Fahri pun tidak tau harus bicara apa. 

Nuraini memberikan kunci rumah pada suaminya. "Bukalah, Mas! Mulai sekarang ini rumah kalian berdua." 

Fahri menerimanya dan membuka pintu begitu melihatnya hati keduanya kembali kecewa. Tiada perabotan apapun di dalamnya kosong melompong. 

"Mbak, kenapa rumahnya kecil begini juga nggak ada isinya lagi. Gimana kami bisa hidup di sini?" protes Melisa akhirnya. 

Nuraini melipat kedua tangannya di dada. "Kenapa, kamu nggak mau?" 

"Bukan sih, Mbak! Aku pikir rumahnya besar seperti yang lain. Ternyata kecil kek gini udah gitu nggak ada barang-barangnya," keluh Melisa. 

"Oh, kamu mau barang suruh Mas Fahri yang beli. Ingat, kebutuhanmu itu tanggung jawab Mas Fahri. Rumah sudah aku yang beli jadi sekarang segala apapun yang kamu perlukan minta aja sama suami. 

Aku harap kamu nggak mengeluh. Sebagaimana dulu Fahri masih susah begitu juga kalian mulai rumah tangga ini. Jadi, kamu jangan mau enaknya aja," jelas Nuraini panjang lebar. 

Lalu Nuraini beralih pada Fahri sambil menadahkan tangannya. "Oh iya Mas, sini kunci mobilnya. Mulai sekarang Mas nggak bisa naik mobil lagi." 

"Nggak bisa gitulah, Nur! Kalo Mas nggak ada mobil gimana mau kerja nanti? Sudahlah kamu ngasih rumah ini tanpa perabot tapi jangan ambil mobil juga." Kini giliran lelaki itu yang protes. 

"Mas, berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Kamu masih ingat saat akan menikahiku, dulu kamu itu nggak punya apa-apa tapi aku nggak protes. Malah dengan ikhlas aku berikan kamu segalanya tapi inilah balasanmu padaku. Jadi, Mas terima aja semua ini," ucap tegas Nuraini lalu mengambil kunci mobil dari tangan Fahri. 

"Aku mau pulang dan Mas masih tetap boleh pulang ke rumahku. Aku akan tetap melayani Mas seperti biasa, tapi maaf kalo untuk kebutuhan Melisa aku nggak bisa bantu lagi."

Nuraini keluar rumah setelah berucap demikian. Hati Melisa mencelos, begitu juga dengan Fahri. Alamat hidupnya pasti akan menderita lagi, terbesit sedikit penyesalan dalam hatinya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, dia hanya bisa pasrah. 

Walaupun Nuraini terlihat tegar di depan Fahri dan Melisa tidak dipungkiri ada rasa sedih yang mengalir. Suami yang begitu dicintainya bahkan lebih memilih tinggal bersama istri keduanya. Air mata dibiarkannya mengalir setelah duduk di dalam mobil. 

Nuraini akan mengemudikan sendiri mobilnya pulang. Menatap kembali ke arah rumah yang dibeli untuk madunya dengan perasaan hancur sebelum menghidupkan roda empat itu. 

Tok, tok, tok! 

Nuraini terkejut ada yang mengetuk jendela mobilnya. Gegas dihapus air matanya dan membuka kacanya, terlihat seraut wajah lelaki dengan rahang mengetat. 

"Aini, kamu berhutang penjelasan pada Mas!" ujar lelaki itu yang tak lain adalah Tommy. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aulia rahma
Aneh, yang kawin lagi siapa, yang beliin rumah siapa. wkwkwk..tau sunah poligami, tapi gak tau kewajiban nafkah. Indonesia banget......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status