Share

Kejujuran

Tok, tok, tok! 

Nuraini terkejut ada yang mengetuk jendela mobilnya. Gegas dihapus air matanya dan membuka kacanya, terlihat seraut wajah lelaki dengan rahang mengetat. 

"Aini, kamu berhutang penjelasan pada Mas!" ujar lelaki itu yang tak lain adalah Tommy. 

"Mas Tommy?" 

"Ya, kamu harus jelaskan apa yang terjadi. Mas sudah melihat sendiri. Kamu beli rumah untuk Fahri, lalu siapa wanita itu?" 

Nuraini menghela napas, tidak mungkin lagi ditutupi semua kalo Tommy sudah tau. Dia merasa malu dengan keadaannya, pasti lelaki itu akan mencemoh dirinya yang tidak becus mengurus suami. 

"Aini?" panggil Tommy lagi karena dilihat wanita di depannya jadi melamun. 

"Jangan di sini, Mas! Kita cari tempat lain aja, di cafe misalnya. Aku akan jalan duluan, Mas naik mobil sendiri aja," ucap Nuraini akhirnya mengalah. 

"Baiklah, Mas ikuti mobil kamu dari belakang. Tapi kamu nggak apa-apa 'kan menyetir?" tanya Tommy cemas. Nuraini menggeleng dan tersenyum. 

Nuraini melesatkan roda empat itu dengan stabil setelah melihat Tommy menaiki mobilnya. Di balik jendela rumah Fahri melihat jelas istri pertamanya itu sedang bicara dengan lelaki lain. Rahangnya mengatup ketat, tak dipungkiri ada rasa cemburu mengalir di dadanya. 

"Itu pasti selingkuhan Mbak Nur, Mas! Apa Mas nggak curiga semudah ini Mbak Nur mengusir Mas, pasti karena memang sudah ada pria lain yang akan mengganti posisi Mas," celetuk Melisa menghasut Fahri. 

Fahri yang termakan omongan istri keduanya pun mengepalkan tangan. Tidak disangka Nuraini begitu licik ingin menyingkirkannya, pantas saja menyuruh dia tinggal dengan Melisa di rumah kecil ini. 

"Mas, bagaimana kalo Mas ancam dia. Jadi, kita bisa balik ke rumah besar itu lagi. Rumah ini terlalu kecil, aku nggak sanggup tinggal di sini," rayuan maut dilontarkan Melisa lagi. 

Fahri mengangguk setuju dengan senyum menyeringai. Di kepalanya sudah berseliweran ide untuk mengancam Nuraini agar mereka bisa bersama dalam satu rumah lagi. 

Setiba di depan cafe Bulan, Nuraini memarkirkan mobilnya diikuti Tommy. Lelaki itu sudah tidak sabar ingin mendengar langsung cerita yang sesungguhnya. Setelah parkir, dia gegas masuk dan mencari keberadaan wanita yang disukainya itu. 

Nuraini sengaja memilih tempat duduk agak di pojok. Terlindung dari tatapan orang lain yang tidak ingin menaruh curiga padanya. Usai memesan minuman dan menyeruputnya perlahan, dia melihat Tommy yang terus menatapnya. 

"Apa yang ingin Mas ketahui?" tanya Nuraini. Dia pasti maklum kalo Tommy tidak ingin ada orang menyakitinya seperti dulu. 

"Soal rumah tadi, kamu beli untuk Fahri lalu siapa wanita yang tadi?" 

"Oh, dia Melisa. Istri kedua Mas Fahri," jawab Nuraini acuh tapi terasa sakit di hatinya. 

"Apa, istri kedua?" Tommy terkejut hampir teriak. Tapi kemudian dia malu ditatapi pandangan mata pelanggan yang juga kaget. 

"Iya, Mas! Aku juga nggak nyangka kalo Mas Fahri akan menikah diam-diam. Kemarin, siang hari Mas Fahri membawa wanita itu ke rumah dan mengaku sebagai istri keduanya dan sedang hamil. Betapa perasaanku hancur, sakit di sini," ucap Nuraini dengan suara serak menunjuk dadanya seakan ingin menangis. 

"Tapi apa Mas tau alasannya menikah lagi?" tanya Nuraini yang dibalas gelengan kepala Tommy. 

"Dengan alasan ingin memiliki keturunan, ahli waris yang membanggakan katanya. Mas Fahri tega mengkhianatiku, kenapa dia bisa sekejam itu? Kenapa dia ingin anak dari wanita lain bukan anak dariku. Kenapa, Mas?" 

Akhirnya tumpah ruah air mata Nuraini. Dirinya yang terisak membuat Tommy iba, bangkit lalu diraihnya kepala Aini. Saking sedihnya Nuraini menangis dalam pelukan Tommy yang berusaha menenangkan. 

Hati lelaki itu sungguh sedih melihat penderitaan Nuraini, amarah dalam dadanya membara dan akan buat perhitungan pada Fahri nanti. Dia saja tidak tega menyakiti bahkan sampai kini masih betah sendiri karena cintanya yang begitu dalam. 

"Sabar Aini, ingat kamu masih ada Mas dan juga orang tua. Mas janji akan melindungimu dari siapapun yang berusaha menyakitimu." 

Mendengar ucapan Tommy membuat Nuraini tersadar. Wanita berhijab hitam itu melepaskan pelukannya dengan malu karena tidak pantas berangkulan pada lelaki lain. 

"Maaf, Mas! Aku nggak sengaja meluk tadi, karena kita bukan muhrim," ucap Nuriani membetulkan hijabnya. 

Tommy memberikan tisu yang diterima wanita di depannya untuk mengelap air mata. Lelaki itu mengerti lalu duduk kembali. Ditatapnya Nuraini dengan perasaan gundah. 

"Lalu bagaimana seterusnya? Kamu membiarkan Fahri tinggal dengan wanita itu?" 

Nuraini mengangguk sambil membersihkan hidungnya yang berair. "Itu lebih baik, Mas! Daripada tinggal bersama dalam satu rumah. Aku nggak sanggup melihat kemesraan mereka yang selalu menempel. Bahkan Mas Fahri sudah mengabaikan aku dan lebih menuruti istri keduanya." 

Tommy menggeleng, sungguh dia tidak menduga ternyata Fahri begitu kejam. Apa lelaki itu lupa selama ini hidupnya lebih baik bersama Nuraini dan terangkat derajatnya menjadi orang terpandang. Dasar lelaki tidak tau diuntung, umpat Tommy dalam hati. 

"Om dan Tante tau tentang ini?" tanya Tommy lagi. 

"Orang tuaku belum tau, Mas! Aku hanya cerita pada Umi Khadijah meminta solusi. Umi bilang aku jangan bertindak gegabah, siapa tau Mas Fahri dalam pengaruh Melisa. Tapi kalo aku mau cerai pun Umi Khadijah bilang sebaiknya mengumpulkan orang tua kami berdua untuk mencari solusi," jawab Nuraini dengan mata menerawang jauh. 

"Sebaiknya kamu kabari, Om dan tante harus tau! Mas yakin mereka nggak akan menyalahkanmu, nggak mungkin mereka akan membiarkanmu disakiti Fahri. Mas juga marah," ucap Tommy tegas. 

Nuraini terdiam, kemudian Tommy melanjutkan lagi. "Apa yang ingin kamu lakukan, Aini? Apa kamu ingin tetap bertahan?" 

Pertanyaan Tommy membuat Nuraini kembali sedih. Bayangan menjadi istri solehah yang ingin mendapat ridho suami sepertinya tidak bisa terwujud. Selain Fahri tidak bersamanya, suaminya juga berniat jahat padanya. 

"Awalnya aku ingin bertahan, Mas! Sebagai istri ingin selalu dapat ridho tapi Mas Fahri nggak bisa berlaku adil dan lebih condong dengan Melisa. Setiap aku mengeluh Mas Fahri akan mengungkit anak yang dikandung istri keduanya dan menyalahkan aku yang nggak bisa hamil." 

Nuraini mengambil tisu untuk mengelap air mata yang mulai keluar lagi. "Yang lebih mengejutkan aku mendengar dari mulut Mas Fahri kalo dia akan mengambil semua milikku setelah itu akan menceraikanku," sambung Nuraini dengan suara tertahan karena tidak sanggup. 

"Bedebah, orang seperti itu seharusnya diberi pelajaran saja. Biar Mas yang akan menghabisinya," pekik Tommy sangat geram. 

"Jangan, Mas! Aku nggak mau Mas terlibat dan demi aku Mas dipenjara nanti," sergah Nuraini melarang. 

"Untukmu, Mas rela Aini! Mas masih mencintaimu sampai sekarang. Mas yakin suatu hari kamu pasti akan hidup bersama Mas," ucap Tommy tegas. 

"Aku tau, tapi bukan begini caranya. Aku mau memberi pelajaran pada Mas Fahri, bagaimana dulu keadaannya saat menikahiku maka akan aku kembalikan juga seperti itu." 

Tommy tersenyum mendengar ide Nuraini, ya pembalasan yang baik adalah membuang sampah ke tempat sampah. Lelaki itu akan membantu wanita yang dicintainya itu sampai berhasil. Diangannya sudah terbentang jalan hidup dengan Nuraini. 

Ponsel berdering, Nuraini mengambil dari dalam tas kecil. Membuka layarnya ada notifikasi pesan masuk lewat aplikasi gagang hijau. Dari Mas Fahri, gumamnya pelan. 

Nuraini mengerutkan alisnya setelah membaca pesan itu. 

[Nur, Mas nggak nyangka kalo kamu mengusir Mas karena sudah punya lelaki lain. Kamu selingkuh ternyata, Mas kecewa sama kamu] ditambah emot sedih. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status