Share

Kita Pulang

Author: Dita SY
last update Last Updated: 2024-05-04 06:23:00

Mas Adji melangkah mendekatiku. Ia pun memegang kedua lenganku sambil menatap lirih.

"Ayo kita pulang. Mas ingin menjelaskan semuanya padamu dan Mas ingin kita mencari solusi bersama. Tolong ikutlah dengan Mas," pinta mas Adji sambil menatapku tak berkedip.

Aku membuang nafas kasar lalu memalingkan wajah ke samping, enggan menatap wajah yang membuatku semakin merasa mual.

"Tolong ikut Mas pulang, Re. Mas ingin mengatakan sesuatu padamu ini tentang kita dan tentang pernikahan kita."

Mas Adji masih mencoba membujukku, meski semua itu sia-sia.

Aku menghela nafas panjang lalu menatap suamiku. Bulir bening belum berhenti mengalir dari kedua mataku, seperti tak ada habis-habisnya.

"Aku sudah mendengarnya Mas, kamu ingin aku menerima pernikahanmu itu kan? Dan kamu ingin aku menerima istrimu beserta anakmu. Iya kan?"

Suaraku terdengar parau menahan tangisan yang semakin sulit terbendung lagi.

Mas Adji menundukkan kepala lalu mengangguk pelan. "Kita bicarakan semua itu di rumah ya," katanya dengan suara lembut.

Aku mengusap air mata dengan kasar sambil tersenyum lirih. "Aku tidak mau dimadu! Sampai kapanpun jawabanku akan tetap sama. Aku tidak mau diduakan, lebih baik Mas ceraikan aku sekarang dan bawa wanita itu. Hiduplah bersama wanita itu dan lupakan aku!"

Aku berbicara lantang seolah sudah benar-benar merelakan suamiku, meski dalam hati aku tidak pernah ikhlas melepas Mas Adji dan membiarkan Mas Adji hidup bersama wanita lain.

Setelah mengatakan itu, aku pun melepas kedua tangan Mas Adji dari lenganku. "Aku ingin pulang ke Surabaya, cepat urus surat perceraian kita!" tegasku.

Mas Adji menggelengkan kepala berkali-kali. "Mas tidak akan menceraikanmu. Kita bisa menyelesaikan semua ini dengan kepala dingin, tidak perlu bercerai. Sampai kapanpun Mas tidak akan menceraikanmu karena Mas sangat mencintaimu Re."

Aku tertawa getir, "Cinta? Setelah kamu tidur dengan wanita lain, bahkan menghamili wanita itu, kamu masih bisa mengatakan kalau kamu cinta sama aku? Di mana letak hatimu Mas? Apa kamu masih memilikinya?"

Aku menekan dada Mas Adji menggunakan jari telunjuk. "Di mana hatimu? Apa masih ada di sini? Aku ragu kamu masih memilikinya!"

Mas Adji kembali memegang kedua lenganku lalu memelukku erat. Ia pun menangis pilu sambil mengecup pundakku dengan lembut.

"Maafkan Mas, Re, Mas menyesal, tapi semua ini sudah terjadi. Mas tidak mungkin bisa mengembalikan semuanya seperti awal lagi. Mas tahu Mas salah, Mas sudah berdosa sama kamu, lalu apa yang bisa Mas lakukan agar kamu mau memaafkan Mas? Mas tidak mau bercerai."

Ucapan Mas Adji semakin menusuk hatiku, rasanya sangat sakit lebih sakit daripada luka sayatan pisau.

"Mas tidak akan menceraikanmu, Sayang. Mas mencintaimu, kamu tahu itu kan? Mas tidak sanggup hidup tanpamu. Mas mohon, jangan katakan cerai lagi," pinta Mas Adji memohon.

'Ya Allah, kenapa semua ini harus terjadi di dalam rumah tangga ku? Kenapa harus Mas Adji? Lelaki yang aku cintai dengan sepenuh hati, bahkan lelaki yang aku pikir akan menjadi pendamping hidupku hingga di akhirat nanti, ternyata hanya lelaki brengsek yang tega mengkhianati cinta suci kami.'

Aku menghela napas kian panjang dan lirih, lalu melepas pelukan suamiku.

"Pulanglah Mas, beri aku waktu untuk berpikir. Aku ingin tidur di sini malam ini. Aku butuh waktu untuk memikirkan semua ini," ucapku pelan.

"Tolong jangan meminta untuk bercerai, karena Mas tidak akan menceraikanmu," ucap Mas Adji lalu berjalan meninggalkanku.

Aku hanya diam sambil menatap punggung Mas Adji yang perlahan hilang dari pandangan.

Mas Adji kembali pulang ke rumah kami, dan aku pun terduduk lemas di depan pintu kamar.

Arin berjongkok, membantuku berdiri lalu membawaku ke kamar.

"Kenapa semua ini terjadi? Katakan kalau ini hanya mimpi, tolong katakan, Rin. Aku ngga sanggup menjalani hidup ini lagi. Kamu tahu kan, cuma Mas Adji yang aku punya di sini, bahkan di dunia ini. Aku hanya anak yatim piatu, yang tidak memiliki siapapun untuk menjadi sandaran."

Arin memelukku erat, menenangkanku yang sedang rapuh.

"Aku ngga sanggup hidup lagi Rin, Aku ingin menyusul kedua orang tuaku aja."

"Mbak, jangan bicara begitu. Aku yakin, kelak Mbak akan merasakan kebahagiaan yang sebenarnya."

"Aku ngga punya siapa-siapa di dunia ini Rin, satu-satunya orang berharga yang aku miliki hanya Mas Adji, tapi kenapa dia tega mengkhianatiku?"

Aku terdiam sejenak, merasakan mual yang semakin mengaduk perut.

Tak lama, aku pun berlari keluar kamar menuju kamar mandi untuk mengeluarkan semua isi lambungku.

Arin berjalan cepat mengikutiku lalu berdiri di dekat pintu kamar mandi yang memang tidak aku tutup.

"Sejak kapan Mbak Rere muntah muntah begini?" tanya Arin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kedua Suamiku   Happy Ending

    Aku merasa begitu bahagia setelah sembilan bulan lamanya mengandung akhirnya bayi yang dinantikan olehku dan juga Mas Galuh akan segera lahir di dunia. Saat ini aku berada di rumah sakit bersalin ditemani oleh Mas Galuh dan juga Bude Patia. Sedangkan Pakde Trimo menemani Regan di rumah. Bude Patia memilih untuk ikut ke rumah sakit bersama denganku karena ingin membantu segala kebutuhan setelah persalinan yang hanya bisa dilakukan oleh wanita. Sedangkan Mas Galuh tentu saja selalu bersama denganku karena ini merupakan waktu yang sangat ditunggu-tunggu oleh kami. Dokter kebidanan dan juga perawat serta bidan sudah masuk ke dalam ruangan tempat aku berbaring di atas ranjang yang cukup dingin. Rasanya sudah tidak karuan karena bukaan demi bukaan sudah terjadi. Aku pun ikuti arahan dari dokter kebidanan untuk mengejan. Proses selama persalinan termasuk lancar dan juga berjalan dengan baik karena kurang dari beberapa jam, aku sudah berhasil melahirkan bayi ke

  • Istri Kedua Suamiku   Aku Hamil, Mas

    Aku tidak menyangka kalau dokter mengumumkan kehamilanku yang kedua dan ini merupakan anak pertama bagi Mas Galuh. Betapa bahagianya diriku ini mendengar kabar itu. Mas Galuh pun tidak kalah bahagia.Sepulangnya dari rumah sakit, Mas Galuh segera memberitahukan kepada Pakde Trimo dan juga Bude Patia dengan kabar kehamilanku. “Pakde Trimo, Bude Patia, ternyata Rere hamil! Alhamdulillah akhirnya! Aku mau segera membuat syukuran atas berita bahagia ini dan semua tetangga yang ada di sekitar sini akan aku undang dalam syukuran ini,” ujar Mas Galuh dengan begitu semangat mengumumkan semua itu kepada Pakde Trimo dan Bude Patia. Aku ikut bahagia mendengar antusias dari Mas Galuh yang sangat bahagia.“Galuh, ini betul-betul kabar yang menggembirakan!” kata Pakde Trimo sambil tersenyum lebar menatap Mas Galuh. “Selamat ya! Ini pasti jadi berkah besar untuk keluarga kalian. Syukuran adalah ide yang sangat baik. Pakde dan Bude akan sangat senang ikut merayakannya,”

  • Istri Kedua Suamiku   Kamu Hamil?

    Dua tahun kemudian ....Entah mengapa aku merasa mual dan juga pusing sejak tadi pagi. Rasanya untuk melihat makanan pun tidak berselera sama sekali. Aku sudah berkali-kali mencoba untuk makan sedikit demi sedikit, tetapi sama saja rasa mual itu kembali datang. “Rere, kamu itu kenapa nggak mau makan? Apa kamu sakit?” Bude Patia bertanya kepadaku karena merasa khawatir terlihat dari raut wajahnya yang terus-menerus menatap ke arahku. “Nggak tahu ini, Bude. Rasanya pusing dan juga mual. Ini barusan coba makan buah potong, tapi sama aja tetap mual.” Aku sudah mencoba untuk makan buah ataupun sayuran, tetapi rasa mual itu juga tidak kunjung pergi. Aku jadi semakin bingung apa yang terjadi kepada diriku karena tidak biasanya sakit seperti ini. Aku memilih untuk kembali ke kamar daripada pusing terus-menerus dan mual. Aku merasa beruntung karena ada Bude Patia yang selalu membantuku untuk merawat Regan. Apalagi dalam kondisi aku sedang sakit seperti

  • Istri Kedua Suamiku   Selamat Jalan Anakku

    POV AdjiAku dan Nina sudah pasrah kepada Sang Pencipta. Kondisi Dinda semakin memprihatinkan di ICU. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana menjalani hidup dengan segala kesalahan yang menghantui.Pada akhirnya, aku menyadari banyak kesalahan yang aku perbuat di masa lalu, sehingga saat ini aku mencoba memperbaiki semuanya. Menjaga Nina dan Dinda semampuku, meski saat ini aku dan Nina sudah menyerah dengan keadaan.“Mas, gimana ini? Dinda ... Aku nggak mau Dinda pergi, Mas. Kita harus cari cara untuk menyelamatkan Dinda, Mas.” Nina langsung matanya berkaca-kaca menatap ke arahku. Dia terlihat begitu histeris ketika dokter mengatakan bahwa putri kami tidak bisa tertolong lagi dan nyawanya sudah melayang di ruangan ICU. “Kita hanya bisa ikhlas, Nina. Mau bagaimana lagi kalau dokter sudah berkata demikian, kita bisa apa? Sabar, Nina. Sabar.” Aku tak kuasa juga meneteskan air mata sambil memeluk wanita yang pernah menjadi istri kedu

  • Istri Kedua Suamiku   Aku Belum Siap Hamil

    Aku merasa senang Regan bisa merasakan memiliki sosok ayah meski bukan kandung. Hal yang terpenting adalah kebaikan dan rasa sayangnya kepada Regan benar-benar nyata. Aku tidak henti-hentinya mengucap Alhamdulillah kepada Allah yang sudah mengirimkan seorang pendamping yang baik untuk kehidupanku dan juga bayiku. Malam ini, merupakan malam kesekian kalinya bersama dengan Mas Galuh. Namun, jantungku masih berdebar-debar dan rasanya tidak karuan. Mas Galuh sudah berbaring di sampingku dan membelai lembut rambutku. “Rere, aku mau bilang,” ucap lembut Mas Galuh yang justru membuatku semakin berdebar-debar karena takut dia meminta jatah seperti biasanya. Aku merasa tidak begitu siap untuk melakukan hal tersebut setiap hari meski sudah menjadi suami istri. Ada banyak hal yang aku pikirkan dan salah satunya aku itu belum menginginkan hamil lagi karena Regan masih bayi.“Iya, Mas. Ada apa?” jawabku dengan bingung. Aku justru berfikir yang tidak-tidak.

  • Istri Kedua Suamiku   Sah

    Aku tidak menyangka kalau hari yang dinanti akhirnya tiba. Janur kuning melengkung di dekat rumah dan dekorasi meriah sudah ditata di depan rumah. Tenda megah didirikan dan aku kini sudah dirias dan cantik mengenakan busana pernikahan. Ya, aku dan Mas Galuh hari ini menikah. Baru saja selesai akad nikah dan saat ini aku dan Mas Galuh duduk di kursi pernikahan yang megah dan mewah untuk menyambut para undangan yang datang. Semua orang yang datang terlihat turut bahagia dengan kebahagiaan yang saat ini sedang aku rasakan. Beberapa kali tamu undangan yang naik dan memberikan salam turut mengatakan hal-hal yang positif seperti saat ini. “Selamat, ya, Rere dan Galuh. Kalian ini sama-sama beruntung bisa mendapatkan satu dengan yang lain. Selain cantik dan ganteng, kalian berdua sama-sama orang yang baik. Ibu sebagai RT di sini bantu doakan kalian menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Amin.” Aku terharu bahkan RT di sini pun ikut mendoakan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status