Di kursi kebesarannya, seorang pria yang menduduki jabatan CEO itu tampak sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya. Tidak hanya itu saja, di atas meja kerjanya terdapat beberapa tumpukan berkas-berkas yang harus ia tandatangani.
Pagi ini, Farraz merasa sangat puas sudah membuat keributan di kediaman orang tuanya. Lebih puas lagi melihat Arsinta dan Prayoga sangat jengkel dengan sikapnya. Itu bagus, memang itu yang Farraz inginkan, mengganggu ketenangan hidup mereka.Netra hitam legam milik Farraz menatap lurus ke depan, guna memfokuskan diri pada pekerjaannya yang sangat menumpuk. Setiap hari memang beginilah pekerjaannya. Tidak jauh dari laptop dan berkas-berkas."Pak Farraz, ini laporan pendapatan dari Manajer keungan," ucap Radit.Menghentikan kegiatan Farraz sejenak. Ia melepaskan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya, lalu menyimpannya di atas meja."Baik," jawab Farraz singkat.Dia menerima berkas laporan keuangan dari Sekretarisnya, kemudian membuka berkas tersebut, guna meneliti pendapatan perusahaan disetiap harinya.Kening pria itu berkerut. "Kenapa pendapatan yang tercantum tidak sesuai dengan minimal dana perusahaan? Harusnya jika perusahaan semakin berkembang, semakin banyak pula pendapatan yang kita dapatkan. Lalu, kenapa data ini seperti tidak akurat? Bahkan dana yang tertulis sangat kurang nominalnya," gerutu Farraz, menyadari ada sesuatu yang janggal dengan berkas laporan keuangan tersebut. Pasalnya, data di laptop dan di berkas berbeda.Brak.Farraz membanting berkas itu ke meja kerjanya, emosinya memuncak ketika menyadari ada kecurangan di bagian Manajer keuangan. Baru kali ini dia tidak puas dengan laporan di bagian keuangan, biasanya juga pendapatan perusahaan selalu mencapai terget besar."Ada apa Pak Farraz?" tanya Radit, tidak mengerti kenapa atasannya tiba-tiba emosi seperti ini."Panggil bagian Manajer keuangan ke mari! Suruh mereka menghadap ke arahku sekarang juga!" titah Farraz."Baik Pak, kalau begitu saya permisi."Bisa-bisanya ada yang melakukan kecurangan di perusahaannya. Besar-kecilnya nominal, bila tidak sesuai dengan pendapatan akan berakibat fatal, hal itu bisa saja merugikan perusahaan.Apalagi bagian Manajer keuangan, yang di percaya perusahaan untuk mengatur dan membuat keputusan finansial, serta mengaplikasikannya demi mencapai tujuan perusahaaan.Bagian divisi ini, termasuk bagian penting. Karena semua pendapatan perusahaan akan diurus oleh Manajer keungan. Jika ada yang berani korupsi, memang sepatutnya ditindak lanjuti, bukan?"Kurang ajar! Berani sekali kalian melakukan kecurangan di perusahaanku ini!"Farraz merobek berkas itu dan melemparnya ke sembarangan arah. Sebagai pemimpin, ia harus tegas, apalagi ini sudah menyangkut perusahaaan.Menit berlalu...Semua bagian divisi itu datang ke ruangan sang atasan. Mereka tidak tahu, kenapa mereka tiba-tiba dipanggil untuk datang ke ruangan ini. Biasanya juga, jika ada kendala, mereka akan disuruh berkumpul diruangan rapat.Sekarang malah dipanggil langsung ke dalam ruangan sang atasan. Mereka semua menunduk dengan bulu kuduk meremang. Menyadari tatapan lekat, dingin dan tajam Farraz ketika menatap nyalang kepara bawahannya."S-selamat pagi Pak Farraz ... sebenarnya kenapa Pak Farraz menyuruh kamu untuk datang ke mari? Apakah ada kendala?" Seorang wanita bernama Ambar itu membuka suara, dia sudah bekerja lama di perusahaan ini.Farraz bangkit dari duduknya, ia melangkah ke hadapan mereka. Tatapan Farraz semakin menajam, pria itu bersedekap dada sembari mendudukan bokongnya di meja kerjanya."Kau sudah bekerja lama di perusahaan ini, Ambar. Untuk apa aku memanggil kalian jika tidak ada kepentingan? Kau pasti tahu, alasanku memanggil kalian ke sini bukan tanpa alasan," ucap Farraz."Apa laporan yang kami berikan kurang memuaskan?" tanya Ambar. Sebagai perwakilan Manajer keungan, karena yang lain hanya diam membisu."Ada yang melakukan kecurangan di perusahaan ini. Laporan keuangan yang kalian buat, berbeda dengan data keuangan yang ada di laptopku. Bisa dipastikan. Salah satu diantara kalian sudah melakukan kecurangan, ada yang melakukan penggelapan dana perusahaan dan tentunya itu termasuk korupsi. Memakai uang yang bukan haknya demi kepentingan pribadi," papar Farraz, ia menjelaskan secara sarkas kepada mereka.Manajer keuangan saling menatap satu sama lain, seolah tidak tahu jika ada kasus demikian di perusahaan Arsawijaya Copration."Maafkan atas kelalaian kami Pak Farraz, kami tidak tahu menahu mengenai masalah ini. Laporan yang kami buat, itu sesuai jumlah pendapatan yang kami hitung," cicit Ambar."Sekarang aku bertanya pada kalian, adakah salah satu diantara kalian yang melakukan kecurangan? Kalian pasti tahu, kasus penggelapan dana harus ditindak lanjuti. Aku tidak akan segan membawa pelaku ke jalur hukum, karena itu bisa merugikan perusahaan!" Kaki jenjang Farraz melangkah, menatap satu persatu karyawannya yang menunduk takut ketika bersitatap dengan mata tajam seorang Farraz Arsawijaya."Apa kau mengerti, Pak Amirudin?" tanya Farraz, tepat di samping pria paruh baya yang langsung gelagapan di tempatnya.Pria paruh baya yang bernama lengkap Amirudin Kusuma itu mendadak tegang, saat Farraz menatapnya tajam."Ya, saya mengerti Pak Farraz."Farraz menyeringai, melanjutkan menatap satu persatu keryawan yang mencurigakan dengan tatapan intimidasinya."Aku tanya sekali lagi, aku berikan kesempatan pada kalian. Mengaku sendiri atau aku yang akan menunjuknya sendiri?" tanya Farraz menegaskan.Diintograsi oleh atasan, membuat sekujur tubuh mereka melemas dengan debaran jantung bertalu cepat."Bukannya bagian menghitung uang itu bagian Pak Amir ya?" celetuk salah satu rekan di bagian Manajer keuangan.Pak Amirudin langsung pucat pasi. Saking gugup dan takutnya, bulir keringat sebiji jagung membasahi keningnya.Rekan kerja yang lain menatap Pak Amirudin, sembari meminta jawaban, agar Pak Amirudin membuka suara dan memberikan penjelasan."Betul, Pak Amir juga waktu itu curhat kalau dia lagi ada masalah ekonomi dikeluarganya. Bukannya saya menuduh Pak Amir ya, sejak dua hari lalu Pak Amir bilang jika ia membutuhkan uang untuk biaya kuliah anak gadisnya," sahut rekan kerja Pak Amir ikut membuka suara.Helaan napas kasar dari Farraz membuat sekujur tubuh Pak Amir merinding. Kepalanya semakin menunduk saat Farraz berjalan ke arahnya. Pria muda berusia 28 tahun itu mencengkram dagu Pak Amir untuk menatap netra tajamnya."Tanpa kau akui juga aku sudah mengetahuinya. Berani sekali kau melakukan kecurangan di perusahaanku ini. Padahal kau salah satu orang kepercayaan Ayahku," Farraz menggelengkan kepalanya, merasa kecewa dengan Pak Amir yang sudah melakukan penggelapan dana.Radit datang, membawa beberapa foto dan menunjukannya kepada sang atasan. Dilihatnya beberapa lembar foto tersebut, memperlihatkan Pak Amir beserta putrinya sedang liburan keluar Negri, foto saat putrinya wisuda dan foto Pak Amir memberikan mobil mewah kepada anak gadisnya."Cih, padahal aku menyukai kinerja kerjamu itu. Tapi kau malah korupsi, memakan yang yang bukan hakmu. Kau sudah siap untuk kulaporkan ke kantor polisi? Tenang saja, Radit akan membawakan bukti-bukti. Dengan begitu, kau akan tenang mendekam di penjara. Kau tidak perlu cape bekerja di sini," Farraz menghempaskan dagu Pak Amir hingga pria paruh baya itu hampir tersungkur ke lantai.Tidak hanya Farraz saja, tetapi rekan kerja di bagian Manajer keuangan juga merasa kaget dan kecewa dengan Pak Amir. Tidak menyangka, jika pria yang dipercaya oleh Aryan Arsawijaya malah korupsi."Bukti akan segera saya urus, Pak," ujar Radit dan diangguki oleh Farraz. Pak Amir menunduk, malu dengan tindakannya sendiri."Maafkan saya Pak Farraz. Saya mohon, jangan melaporkan saya kepolisi," lirih Pak Amir."Kau pikir dengan permintaan maaf saja cukup? Jika aku tidak mengetahui niat busukmu, mungkin akan berakibat fatal pada perusahaan ini. Aku peringatkan pada kalian semua! Jika ingin aman, jangan pernah bermain api denganku! Paham kalian?!" tegas Farraz, menatap karyawannya dengan sorot marah dan kecewa menjadi satu."Bawa pria tua itu ke kantor polisi! Aku tidak sudi lagi melihat wajahnya di perusahaan ini!Di dalam sebuah unit perumahan, terlihat seorang gadis kini sedang sibuk berkutat dengan peralatan dapur. Seorang gadis muda berusia 25 tahun itu tampak cantik dengan balutan dress selutut yang pas di tubuhnya, rambut yang digelung asal dan polesan make up tipis membuat kecantikan gadis itu bertambah, bahkan terlihat lebih natural. Tanpa polesan make up pun wajahnya sudah cantik dan manis.Shanaya Alunda namanya, gadis cantik blasteran Indonesia-China itu tampak sedang sibuk menyiapkan masakan, untuk menyambut kepulangam seseorang yang teramat penting baginya.Beberapa menit berkutat, akhirnya masakan pun sudah matang dan tersaji di meja makan. Ia melepaskan celemek yang menghalangi tubuhnya, kemudian membasuh tangannya agar bersih.Drrtt ... drrttt ....Suara deringan ponsel, membuat atensi gadis berwajah cantik itu beralih. Keningnya mengerut."Halo, mohon maaf, ini dengan siapa?" tanya Shanaya bertanya pada seseorang di seberang sana."Ini Daddy, Shana. Maaf sayang, Daddy tidak bisa
Dengan wajah berderai air mata, Shanaya terus mencoba dan memohon kepada Aryan Arsawijaya supaya dia bisa membebaskan Ayahnya. Baru ia ketahui, jika Ayahnya harus korupsi hanya karena ingin membahagiakan dirinya.Andai saja dia bisa mengulang waktu, mungkin dirinya tidak akan menerima begitu saja barang pemberian Ayahnya. Dia tahu, bahwa Ayahnya pernah mengeluh karena biaya kuliahnya. Tetapi sang Ayah menyuruhnya untuk tetap melanjutkan kuliah hingga ke S2.Ia hanya mampu berandai-andai saja, Shanaya merasa sedih dan bersalah. Karena dirinya menjadi sebab akibat Ayahnya berbuat seperti itu. Hanya demi dirinya, sang Ayah harus dihukum di tempat ini."Di sini yang bersalah adalah aku. Daddy melakukan semua itu demi aku, tolong lepaskan Daddy. Kalian boleh menghukumku, asal kalian bebaskan Daddyku," pinta Shanaya tak putus asa memohon dan meminta agar Ayahnya dibebaskan.Pak Amir menangis tersedu, akibat kesalahannya Shanaya harus memohon-mohon seperti itu. Pak Amir merasa gagal menjadi s
Pria dan wanita berbeda jenis itu membuang pandangan kesal, keduanya sepakat untuk tidak menyetujui perkataan Tuan Aryan. Terlebih ini soal pernikahan, hal yang sakral, yang tidak bisa dimainkan begitu saja.Shanaya dan Farraz baru saja bertemu hari ini, dengan gamblang Tuan Aryan malah menjodohkan keduanya. Baik Farraz maupun Shanaya, tidak dengan mudah menyetujui persyaratan ini.Impian semua orang itu menikah dengan seseorang yang dicintai. Shanaya tidak kenal dengan Farraz, begitu juga dengan Farraz. Ia juga terpaksa menuruti permintaan sang Ayah demi mendapatkan warisan, walau sebenarnya dia sudah beristri."Shanaya! Dengarkan Daddy Nak, kau tidak boleh menyetujui persyaratan ini. Lebih baik Daddy di penjara, dari pada harus mengorbakan masa depanmu demi Daddy!" bujuk Pak Amir pada putri semata wayangnya. Pak Amir memegang kedua bahu anaknya, seolah meyakinkan Shanaya agar putrinya menolak.Keputusan Tuan Aryan membuat kaget semua orang. "Tapi Dad ... jika aku menolak, Daddy past
Sesuai kesepakatan kedua belah pihak, rencana pernikahan kini akan dibahas di kediaman Arsawijaya. Tuan Aryan memberitahukan pada Farraz dan Shanaya agar datang, untuk turut ikut andil dalam membahas hal ini.Tuan Aryan ingin pernikahan ini segera dilangsungkan. Dia ingin segera mempunyai cucu dari pernikahan kedua anaknya ini.Soal proses penghukuman Pak Amir, sudah ada yang mengurus. Saat ini Pak Amir harus kehilangan rumah mewah dan aset lainnya yang ia beli dari hasil penggelapan dana."Sebenarnya gadis seperti apa calon istri keduamu itu? Apakah di atas Grisella atau justru lebih rendah dari istrimu?" tanya Prayoga ketika berpas-pasan dengan Farraz di bar rumahnya.Di kediaman Arsawijaya, ada banyak fasilitas di dalamnya. Ada bar kecil yang disediakan untuk bersantai dan menikmati minuman.Farraz tidak menggubris, hanya menganggapnya angin lalu. Sebelum bertemu dengan Shanaya, ia membutuhkan waktu untuk menerima keadaan."Mulut lancangmu itu tidak berhak menyebut nama istriku. Ji
Mengetahui jika yang akan dinikahi oleh adik tirinya adalah mantan kekasihnya, saat itu juga Prayoga merasa sangat geram, lantaran Farraz selalu saja mengambil apa yang menjadi miliknya.Baru ia ketahui jika Shanaya adalah anak dari Manajer keuangan di perusahaan yang sama. Jika tahu begini, dia sudah menanyakan Shanaya saja kepada Ayahnya.Bertahun-tahun ia mencari keberadaan Shanaya, sekalinya bertemu, Shanaya akan menjadi calon istri adiknya."ARGH! KENAPA KAU MERENGGUT SEMUA MILIKKU FARRAZ!""KENAPA KAU SELALU MENJADI PENGHALANGKU!"Dengan emosi yang memuncak, Farraz menyapu semua barang yang ada di kamarnya hingga barang itu berserakan di lantai.Mendengar kagaduhan di kamar putranya, Arsinta langsung masuk dengan panik.Matanya membelalak ketika melihat banyaknya barang berserakan di kamar Prayoga, juga terlihat wajah putranya yang diselimuti oleh amarah."Astaga Yoga! Apa yang sedang kau lakukan?!" Arsinta menarik kasar tangan anaknya agar tidak menghancurkan barang disekitarny
Guna menghilangkan ketakutan dan kegugupan yang Shanaya rasakan, Shanya hanya bisa menahan segala sesak yang menghantam dadanya. Harusnya dihari yang berbahagia ini, kedua mempelai merasa senang seperti pengantin pada umumnya.ini justru sebaliknya, Hanya ada keheningan ketika mereka sudah berdua dan duduk di kursi pelaminan, bahkan duduk saja Farraz sampai mengikis jarak, seakan tidak mau berdekatan dengan Shanaya.Dihari pernikahan ini, Shanaya bagai menelan pil pahit. Dia harus mengukir senyum paksa ketika berhadapan dengan para tamu undangan. Tidak mungkin juga 'kan dia terlihat menyedihkan hanya karena diabaikan sang suami dihari pernikahannya."Lihat saja, jika kau berani bicara macam-macam tentangku kepada keluargaku. Aku akan memberimu pelajaran, Shanaya!" ancam Farraz, yang menyadari perubahan raut wajah Shanaya yang kian menyendu.Bukannya merasa iba dan kasihan, Farraz justru merasa puas dan senang dengan wajah menyedihkan Shanaya. Polesan make up tipis membuat paras istrin
Sepanjang perjalanan, tidak ada yang membuka suara antara keduanya. Sepasang pengantin baru itu sama-sama diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Shanaya juga tidak berani angkat bicara. Sebab, ia masih shock ketika Farraz membentaknya di parkiran rumahnya.Seumur hidupnya, Shanaya baru merasakan yang namanya dibentak oleh seorang pria. Bahkan, Ayahnya saja tidak pernah berbuat kasar seperti itu. Ini pertama kalinya. Dan itu pun oleh suaminya sendiri.Mobil sport hitam mewah itu melaju di atas kecepatan rata-rata, mobil milik Farraz Arsawijaya membelah jalanan ibukota dengan sangat cepat. Diamnya Farraz, Shanaya jadi menciut. Farraz sangat menyeramkan jika sedang marah, padahal mereka baru kenal, Farraz memiliki aura yang sangat kuat."Mas Farraz, pelan Mas. Bahaya kalau kamu nyetir mobil terlalu cepat!" Sontak Shanaya berpegangan pada kursi mobil. Dirinya memekik kaget, seakan hatinya akan loncat dari tempatnya. Kendaraan yang mereka tumpangi, malah semakin menambah laju kecepatan
Mata Shanaya mengerjap beberapa kali saat merasakan cahaya menerpa wajahnya, mata sayu gadis itu perlahan terbuka, mata sembabnya memicing ketika berhadapan dengan cahaya mentari yang masuk dicelah ventilasi jendela hotelnya.Shanya menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal karena posisi tidurnya yang tak nyaman.Dia tidak tahu, jika dirinya Ketiduran dan tertidur pulas seorang diri. Malam pengantin yang harusnya diisi dengan kegiatan suami-istri, ia malah ditinggalkan begitu saja sampai pagi hari kembali menyapa.Suara handle pintu, Shanaya langsung menatap lurus ke arah pintu. Dia langsung duduk ketika yang membuka adalah suaminya."Mas Farraz ..." panggil Shanaya dengan suara parau. Dia masih berada diposisi duduk, tidak berani mendekat. Takut jika Farraz akan mengasarinya lagi seperti semalam.Yang dipanggil hanya menoleh sekilas, bahkan tanpa ekspresi. Farraz melempar bingkisan ke arah Shanaya."Pakai itu dan ganti pakaianmu!" titah Farraz.Shanaya membuka bingkisan