Home / Rumah Tangga / Istri Kedua Tuan Farraz / Bab 06. Keharmonisan Keluarga

Share

Bab 06. Keharmonisan Keluarga

Author: RidaFa05
last update Huling Na-update: 2024-01-10 18:56:19

Di tempat yang tak jauh dari meja makan. Farraz berekspresi datar dengan tangan terkepal kuat melihat keharmonisan mereka bertiga. Dari dulu memang Farraz tidak suka dengan Arsinta dan Prayoga. Itulah mengapa, mereka tidak terlalu akrab karena Farraz yang selalu acuh pada keduanya.

Mata merah itu memejam, dengan rahang yang mengeras. Ia tidak suka dengan kebahagian mereka. Ada alasan yang membuat Farraz muak satu atap dengan Ayah Aryan.

Saat Ibunya meninggal, dengan gampangnya sang Ayah mengakui jika dirinya telah berselingkuh bahkan akan mempersunting wanita selingkuhannya, tepat 2 hari setelah kepergian Ibunya. Sangat singkat, bukan?

"Lihatlah Bu, jalang itu masih bisa tertawa diatas penderitaanmu," gumam Farraz.

Rasa sakit di hatinya belum bisa ia sembuhkan. Dimana pada saat dirinya masih berduka dengan kematian Ibunya, sang Ayah malah memilih untuk menikah lagi.

Yang Farraz tahu, bahwa kematian sang Ibu memang karena penyakit yang dideritanya. Ibunya mempunyai riwayat jantung, dulu sakit jantungnya kumat kala dirinya memergoki sang suami tengah bercinta di sebuah hotel megah.

Farraz melangkahkan kakinya ke arah meja makan. Meski terlihat harmonis, tidak ada niatan sekali untuk bergabung dengan orang sudah merenggut kebahagiannya.

Suara langkah kaki membuat atensi ketiga orang dewasa itu beralih, menatap kedatangan seorang pria bertubuh jangkung dan tampan dengan balutan tuxedo di badannya.

Namun, dibalik wajah tampan itu. Ekspresi Farraz selalu datar, tidak pernah memperlihatkan senyuman ketika sudah berada di hadapan mereka. Yang selalu mereka lihat, hanya tatapan sinis dan sikap dinginnya Farraz.

"Nak Farraz ..." sapa Arsinta, yang tidak dihiraukan oleh Farraz.

Lelaki bertubuh kekar itu mendudukan bokongnya di dekat kursi sang Ayah. Diabaikan seperti itu, Arsinta jadi malu dan kesal, meskipun sudah biasa.

"Ada apa Farraz? Ada yang ingin kau katakan? Atau kau ingin sarapan dulu?" tanya Ayah Aryan. Di dalam hatinya, ia sangat senang karena kehadiran Farraz pagi ini. Sudah lama sekali sang putra tidak ke kediamannya.

Farraz menatap makanan yang tersaji di meja makan, makanan mewah yang dimasak oleh Arsinta tidak membuatnya berselera. Yang ada malah selera makannya hilang.

Dibandingkan harus memakan masakan Ibu tirinya, Farraz lebih suka makan di luar atau makan masakan para maid di kediaman ini. Dari dulu sampai sekarang, Farraz belum pernah merasakan bagaimana rasa masakan sang Ibu tiri itu.

"Tidak perlu. Aku alergi dengan masakan wanita selingkuhanmu itu," tolak Farraz dengan gamblang.

"Jaga ucapanmu, Farraz. Kau harus menghargai masakan Ibumu."

Ayah Aryan melirik ke arah istrinya yang wajahnya sudah merah padam. Tetapi tidak ia hiraukan. Mumpung sang putra datang, dirinya ingin Farraz bercengkrama lebih lama.

"Apa yang Nak Farraz katakan? Memangnya ada yang salah dengan masakan Ibu? Ibu rasa, masakan Ibu enak kok. Ayah dan kakakmu saja suka," Arsinta kembali membuka suara.

"Mereka suka, tetapi aku tidak. Sejak kapan aku punya kakak? Ibuku juga sudah meninggal, dia sudah bahagia di atas sana. Satu-satunya keluarga yang aku punya hanyalah Ayahku, kalian hanya orang asing bagiku," sindir Farraz, Prayoga dan Arsinta semakin geram saja dengan perkataan Farraz yang kurang ajar. Jika tidak ada Ayah Aryan, mungkin mereka sudah meluapkan emosinya secara langsung.

Prayoga memberikan isyarat pada Ibunya agar tenang, sekarang bukan waktu yang pas untuk meledakkan amarah. Mendapat kalimat pedas seperti itu sudah biasa mereka dapatkan, apalagi di kantor, Prayoga malah diremehkan seolah kinerja kerjanya tidak ada apa-apanya.

"Sebaiknya langsung bicara keinti saja, Farraz. Apa maksud kedatanganmu ke mari. Jangan malah meremehkan masakan Ibuku," sahut Prayoga.

Farraz mengangguk pelan, lalu menatap Ayahnya kembali. Diawal, kedatangannya ke sini bukan untuk basa-basi. Kedatangannya ke sini karena ingin menyampaikan sesuatu hal.

"Baik. Kedatanganku ke sini untuk memberitahukan, jika aku siap menuruti permintaan Ayah," ungkap Farraz. Membuat semua orang yang berada di meja makan tercengang.

Mendapat persetujuan dari Farraz, Ayah Aryan merasa senang jika putranya setuju untuk menikah lagi agar bisa memberikannya cucu.

Berbeda dengan Ayah Aryan yang merasa senang. Arsinta dan Prayoga justru sebaliknya, keduanya kesal dan mengumpat dalam hati, lantaran Farraz malah menyetujui permintaan Ayahnya.

Itu artinya, tidak ada kesempatan bagi Prayoga untuk bisa menguasai seluruh kekayaan Ayahnya. Terlebih Farraz setuju, itu berarti semua warisan masih berlaku tercantum nama Farraz Arsawijaya.

"Aku setuju dengan permintaan Ayahku dan aku setuju jika harus menikah lagi dengan wanita yang akan Ayah pilihkan untukku," ujar Farraz kembali menegaskan.

"Kau serius dengan ucapanmu, Farraz?" tanya Ayah Aryan yang tidak bisa menahan rasa senangnya dengan keputusan sang putra.

"Iya, walaupun terpaksa, tidak ada pilihan lain selain menerimanya, bukan? Dari pada aku hidup jadi gelandangan," ucap Farraz.

Ayah Aryan tersenyum lebar sembari memeluk tubuh putra semata wayangnya. Di dalam pelukan Ayahnya, mimik wajahnya berubah datar, tangannya terkepal dan dia juga tidak membalas pelukan Ayahnya.

Baginya, sang Ayah malah senang di atas penderitaannya. Netra hitam legam milik Farraz menatap nanar ke arah Arsinta dan Prayoga, kedua Ibu dan anak itu jadi terdiam.

Terpaksa, ia harus menyetujui hal ini. Agar warisan Aryan Arsawijaya jatuh ke tangannya. Dari pada nanti warisan itu jatuh kepada saudara tirinya, Farraz tidak akan bisa menerima.

Selama ini dia tahu betul, kebusukan dua orang di hadapannya ini. Ibu tirinya bertahan bukan hanya karena cinta, tetapi ingin menguras habis harta kekayaan Ayahnya.

"Ada apa? Kalian tidak suka aku menyetujui permintaan Ayah?" Setelah pelukan mereka terlepas, Farraz bertanya pada dua orang yang sedari tadi hanya terdiam dan menyimak.

Arsinta dan Prayoga saling menatap, wajah keduanya terlihat seperti menahan amarah.

"T-tentu saja Ibu suka mendengarnya, syukurlah jika kamu mau menuruti permintaan Ayahmu, sebagai wujud baktimu padanya," ucap Arsinta berbata.

"Bagaimana dengan kau, Prayoga Dewantara? Apa kau senang mendengar kabar ini?" Farraz beralih menatap Prayoga yang tidak jauh berbeda dengan Ibunya.

Dalam hati, Farraz merasa puas menatap wajah pias mereka ketika lagi-lagi rencana mereka untuk menguasai harta Ayahnya gagal?

Prayoga menatap datar ke arah adik tirinya. Bagaikan diterbangkan ke atas langit, lalu dijatuhkan ke bawah tanah, rasa senang yang ia rasakan kemarin malam pupus begitu saja.

"Untuk apa kau bertanya padaku? Urusanmu itu tidak ada kaitannya denganku. Mau kau menikah lagi atau tidaknya, aku tidak perduli. Kau ingin mengolok-olok dirikku lagi, 'kan?!" cibir Prayoga, yang tak biasa menahan rasa kesalnya. Apalagi melihat seringaian puas Farraz, membuatnya semakin murka saja.

"Ck, lihatlah. Pantas saja Ayah tidak menjadikanmu dijabatan tertinggi jika dirimu emosian begini. Untung aku yang menjabat, jika kau yang menjabat, aku kasihan dengan nasib para karyawan yang selalu kau marahi nantinya."

"SUDAH CUKUP! JANGAN ADA YANG MEMBUAT KERIBUTAN DI SINI!" bentak Ayah Aryan.

Atas keributan pagi ini, Farraz tidak merasa bersalah sama sekali. Justru dia senang melihat ada keributan di rumah yang selalu harmonis ini.

"Jujur saja, aku tidak suka dengan kalian berdua. Sadar dirilah. Anakmu itu hanya anak angkat, jangan bermimpi untuk bisa mendapatkan warisan Ayahku!"

"Kenapa kau menuduh anakku yang tidak-tidak? Kau pikir, kami akan setega itu? Ya Tuhan, kau benar-benar tidak memiliki rasa hormat kepada orangtua. Mas Aryan salah besar, sudah menjadikan dia sebagai atasan, anak ini tidak punya etika dan sopan santun!" Amarah Arsinta semakin menjadi-jadi, saking kesalnya, wanita paruh baya itu menunjuk wajah Farraz.

Arsinta langsung berlalu meninggalkan anak dan Ayah itu di meja makan.

"Apa masalahmu dengan Ibu dan kakak tirimu, Farraz? Kenapa kau semakin tidak suka dengan mereka? Padahal, Sinta dan Yoga sangat baik padamu."

"Aku tidak suka melihat kalian bahagia, sedangkan aku dan Ibuku harus menderita. Apakah itu adil? Sampai kapan pun, mereka hanya orang asing bagiku. Sadarlah, mereka tidak sebaik yang kau pikirkan."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Extra Part

    "Maaf, Pak. Pak Nick mengatakan jika rapat dipercepat, saya sudah menyiapkan tiket pemberangkatan dua hari lagi," ujar sekretaris Arash mengabarkan perubahan jadwal kerja.Arash hanya bisa mengiyakan saja, tanpa membantah sama sekali. Biarkan saja sang sekretaris yang menghandle urusannya, Arash ingin menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya sebelum pemberangkatan.Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian kembali ke dalam kamar. Sengaja menghindar, agar Shiena tidak mendengar obrolan ini.Bisa-bisa Shiena bertambah marah saat tahu jadwal dipercepat. Shiena selesai menidurkan Keivandra, perempuan itu tampak kelelahan karena menyusui seharian."Kapan kau berangkat, Mas?" tanya Shiena, perlahan menarik puting payudaranya agar terlepas dari mulut Keivandra.Ditanyai seperti itu, Arash diam sejenak. "Tadi sekretarisku menghubungi."Wajah Shiena mendongak, menatap suaminya. "Terus kapan?""Ternyata jadwal dipercepat, aku akan melakukan pemberangkatan tiga hari lagi," kata Ara

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Extra Part

    Akira menunggu seseorang untuk menjemputnya. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi depan sekolah seorang diri. Karena temannya yang lain sudah ada yang pulang, hanya menyisa beberapa saja dari mereka.Entah ke mana kedua orang tuanya, sampai sekarang belum menjemput. Akira hanya bisa mengerucutkan bibir kesal, luka di kakinya membuat dirinya sakit saat berjalan."Mommy dan Daddy ke mana, sih? Kok lama banget!" gerutu Akira.Dari arah gerbang sana, terlihat seorang dewasa yang melihat ke arah Akira yang sendirian di sana. Tidak tega membiarkannya, wanita tersebut lantas menghampiri."Boleh nggak Tante ikut duduk?" tanya wanita asing itu. Dia memiliki paras cantik, membuat Akira jadi mencuri-curi pandang ke arahnya.Akira jadi teringat nasihat kedua orang tuanya untuk tidak mudah dekat dengan orang asing. Dengan cepat ia menggeser tubuh untuk menjauh.Heran karena Akira tiba-tiba menjaga jarak, wanita tersebut hanya bisa terkekeh pelan."Jangan takut, Tante bukan orang jahat kok. Tante

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Extra Part

    Shiena kembali ke rumah dengan kegundahan di hatinya. Panggilan dari Arash saja tidak ia dengarkan, ia masih tidak menyangka akan hamil anak ke tiga.Arash berlari untuk mengimbangi langkah Shiena yang sudah menjauh ke dalam sana."Sayang, tunggu aku!" teriak Arash terus memanggil-manggil.Namun nihil, Shiena bahkan tidak mempedulikannya dan tetap berjalan menaiki tangga.Shanaya dan Farraz yang sedang mengasuh Keivandra pun melirik ke arah anaknya yang mengajar istrinya."Ada apa, Nak?" tanya Shanaya menghentikan langkah Arash.Napas Arash tersengal-sengal, ia menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Kemudian menghampiri mereka."Entah ... Shiena marah karena tahu dia sedang hamil," kata Arash.Sepasang mata Shanaya dan Farraz membola, terkejut mendengar kabar bahwa menantunya sedang mengandung lagi.Yang membuat kaget, anak mereka saja yang kedua baru berusia beberapa bulan."Ya sudah. Kau bujuk saja istrimu, lain kali pakai pengaman kalau mau berhubungan. Atau kalau perlu puas

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Extra Part

    Pagi ini, Shiena dan Arash dengan kompak mau mengantarkan Akira ke sekolahnya. Kebetulan juga, letak TK tak begitu jauh dari rumah.Arash juga sedang tidak terlalu sibuk, sehingga ia bisa bersantai. Toh, selagi ada waktu sebelum masuk jam kerja."Kalian mau nganter Rara?" tanya Shanaya. Lebih sering tinggal di sini, sekalian membantu Shiena mengurus anak-anak.Sementara Raisa dan Mark, mereka tinggal di luar negri dan pulang hanya sebulan sekali. Beruntung ada Shanaya, bisa membantu Shiena.Karena Akira ini memang susah dekat dengan orang, dulu pernah menyewa babysitter tetapi tak berlangsung lama."Iya, Mom. Rara ingin kami yang mengantar," jawab Shiena. Wajahnya masih terlihat lelah, Shanaya tahu itu."Oh ya sudah, Kevan bersama Mommy saja. Kalian pergilah." Shanaya mengambil alih Keivandra dalam gendongan menantunya. "Kalian tidak mau sarapan?"Arash melirik pada Shiena yang masih merasakan kantuk. "Mau sarapan dulu?"Kepala Shiena menggeleng, dia tidak selera makan, bawaanya mulai

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Extra Part

    "Nghhh, Masshh.""Ahh, Mas!""Kevan nangis tuh!"Di bawah kuasa suaminya, Shiena menahan desahan agar tak keluar saat Arash masiu masih sibuk meliuk-liukkan tubuhnya di atasnya.Suara tangisan bayi, membuat aktivitas dua insan itu terhenti dan melepaskan diri dengan peluh keringat membasahi."Cup, cup. Anak Mama jangan nangis, Nak," bisik Shiena, sembari menyusui anak bungsunya yang langsung tenang.Satu tahun sudah berlalu. Kehidupan rumah tangga Shiena dan Arash sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga semakin harmonis, hanya ada cekcok biasa saja.Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak perempuan dan laki-laki. Anak bungsu mereka diberinama Keivandra Asrawijaya. Kini usianya sudah memasuki 3 bulan.Akira juga sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah masuk TK. Kehidupan mereka tampak lebih bahagia dengan kehadiran anak-anak mereka."Kevan udah tidur lho, Sayang," bisik Arash, menunggu dengan sabar Shiena yang sedang menidurkan si bungsu.Shiena memutar bola mata malas, Arash

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Bab 200. Ending

    Shiena merasa penasaran, karena Arash memilih beberapa pakaian di dalam lemari bajunya. Dia bilang, katanya ingin mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.Pasalnya Arash bilang secara mendadak, tidak merencanakan dari awal jika memang ada acara seperti ini."Tumben sekali tidak memberitahuku dari awal kalau akan makan, kenapa mendadak sekali?" tanya Shiena, pasrah saja saat Arash memilah baju yang cocok untuk istrinya.Meresponnya, Arash hanya menerbitkan senyum saja. "Tidak mendadak, Sayang. Aku hanya lupa menyampaikannya," elaknya.Padahal hari ini Arash berencana untuk mengajak istrinya bertemu dengan ayah biologisnya, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.Tentun tanpa sepengetahuan Shiena, agar menjadi kejutan nantinya."Mangkannya jangan bahas ranjang mulu yang dipikiranmu, jadinya lupa seperti itu," cibir Shiena.Mau bagaimana lagi, urusan ranjang sudah menjadi kebutuhan biologisnya."Ssstt, diam saja, Sayang. Bibirmu ingin kusumpal agar bisa diam?" ancam Arash, dian

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Bab 199. Ayah Biologis

    Meskipun ada keraguan di hati Raisa untuk menerima kehadiran Mark, dia menyuruh pria bule itu masuk ke dalam rumahnya karena ingin menjelaskan sesuatu padanya.Mereka duduk di kursi yang berbeda, dengan posisi berhadapan dan dilingkupi kegugupan. Mark terus menilik Raisa yang tetap cantik di usianya, sedangkan Raisa lebih banyak diam dan menunduk.Mark menerbitkan senyum hangat, bisa bertemu dengan Raisa setelah sekian tahun berpisah. "Kau tidak jauh beda, kau tetap cantik, Sa," puji Mark.Bulu mata Raisa mengerjap-ngejrap, menormalkan degup jantungnya seolah akan gempa. "Ah, ya—maksudku tidak juga. Aku tetaplah wanita tua. Cepat jelaskan yang ingin kau katakan padaku."Kekehan kecil terdengar, Mark masih ingin memeluk tubuh Raisa dalam waktu yang lama. Selama masa penantian dirinya mencari Raisa hingga bisa bertemu dengannya."Tidak ingin melepas rindu dulu?" kekeh Mark, menggoda mantan kekasihnya yang mulai merona akibat ulahnya.Sadar jika kini bukan lagi anak muda, yang akan luluh

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Bab 198. Kedatangan Mark

    Mobil yang mereka kendarai sudah tiba di pekarangan rumah besar dan mewah, yang lain dan tak bukan adalah rumah milik Raisa. Semenjak tahu dia adalah ibunya Shiena, Shiena sudah beberapa kali datang dan menginap, menemani Raisa yang tinggal sendirian.Dikabari Shiena akan datang ke rumah, Raisa mengosongkan jadwalnya untuk menyambung anak, menantu dan cucunya hari ini. Di depan terasa, terlihat seorang wanita paruh baya tampak antusias dengan kedangan mereka.Raisa melambaikan tangan, saat Akira menyapa neneknya terlebih dulu. "Nenek Isa!" sapa Akira kepada neneknya yang awet muda dan tampil cantik, tak jauh beda dengan Shanaya."Cucu Nenek Isa cantik sekali, kau benar-benar mirip Daddy-mu."Mereka bersalaman dan berpelukan, masuk ke dalam rumah dan lanjut mengobrol."Menginaplah dulu, Mama merindukanmu, Sayang," pinta Raisa pada putri semata wayangnya.Tidak ada jarak dan rasa sungkan bagi keduanya, mereka semakin dekat seperti anak dan ibu pada umumnya."Nanti aku datang lagi, Ma.

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Bab 197. Shiena Hamil

    Senang mendengar kabar kehamilan Shiena yang kedua, pasalnya ini yang diinginkan Arash sejak lama. Siapa sangka, jika Shiena membeberkan berita bahagia ini.Hatinya terus bersyukur, karena kebahagiaannya terkabul satu persatu. Shiena ikut menangis bahagia, bisa mewujudkan keinginan Arash dan juga Akira."Selamat ulang tahun, Mas. Ini hadiah ulang tahun untukmu. Semoga kau suka," ucap Shiena, menunjukkan testpack bergaris dua pada suami.Arash melihat hasilnya. Benar, Shiena tengah positif hamil. Benar-benar membahagiakan, hadiah terindah yang Arash dapatkan."Terima kasih, aku sangat senang, Sayang," ungkap Arash, tidak membiarkan pelukan itu terlepas begitu saja.Di umurnya yang menginjak 28 tahun, dia sudah menjadi seorang ayah dari 2 anak. Ditambah istrinya masih sangat muda, bisa dibayangkan, jika mereka memiliki banyak anak nantinya."Aku gugup sekali, saat ingin memberitahumu. Aku baru ingat ulang tahunmu sebentar lagi. Jadi ... aku berpikir, menghadiahkan ini."Dua insan yang t

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status