Home / Rumah Tangga / Istri Kedua Tuan Farraz / Bab 08. Kantor Polisi

Share

Bab 08. Kantor Polisi

Author: RidaFa05
last update Last Updated: 2024-01-11 10:41:32

Di dalam sebuah unit perumahan, terlihat seorang gadis kini sedang sibuk berkutat dengan peralatan dapur. Seorang gadis muda berusia 25 tahun itu tampak cantik dengan balutan dress selutut yang pas di tubuhnya, rambut yang digelung asal dan polesan make up tipis membuat kecantikan gadis itu bertambah, bahkan terlihat lebih natural. Tanpa polesan make up pun wajahnya sudah cantik dan manis.

Shanaya Alunda namanya, gadis cantik blasteran Indonesia-China itu tampak sedang sibuk menyiapkan masakan, untuk menyambut kepulangam seseorang yang teramat penting baginya.

Beberapa menit berkutat, akhirnya masakan pun sudah matang dan tersaji di meja makan. Ia melepaskan celemek yang menghalangi tubuhnya, kemudian membasuh tangannya agar bersih.

Drrtt ... drrttt ....

Suara deringan ponsel, membuat atensi gadis berwajah cantik itu beralih. Keningnya mengerut.

"Halo, mohon maaf, ini dengan siapa?" tanya Shanaya bertanya pada seseorang di seberang sana.

"Ini Daddy, Shana. Maaf sayang, Daddy tidak bisa pulang hari ini." Shanaya mematung di tempat duduk, hatinya mendadak tidak enak kala mendengar suara sang Ayah yang terdengar lemah.

Pikirannya jadi berkecamuk. Kenapa sang Ayah malah menelponnya dengan nomer asing? Dimanakah ponselnya?

"Loh kenapa Dad? Ponsel Daddy kemana? Kok malah nelpon pakai nomer baru," tanya Shanaya, bersikap setenang mungkin. Walau sebenarnya pikirannya berkecamuk.

"Daddy ... Daddy lagi di kantor polisi, Shana. Daddy dilaporkan karena kasus penggelapan dana." Terdengar suara isakan tangis Ayahnya di seberang sana.

Bagaikan tersambar petir disiang bolong, tubuh Shanaya jadi lemas ketika mendengar kabar jika Ayahnya berada di kantor polisi.

Air mata Shanaya menitik di mata lentiknya, dia sampai membekap mulut guna menahan isak tangis agar tidak terdengar oleh Ayahnya.

Ya Tuhan ... sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Ayahnya malah dibawa ke kantor polisi? Senyum yang terlukis di wajah cantiknya memudar begitu saja.

"Daddy di kantor polisi mana sekarang? Biar Shana ke sana sekarang!" Shana bangkit dari duduknya. Tubuhnya hampir limbung saking shock dengan kabar ini.

Suara isakan tangis sang Ayah terdengar begitu menyedihkan, sampai hati Shanaya teriris. Seumur hidupnya, Shanaya jarang melihat sang Ayah menangis sampai sesenggukan begini.

"Kau tidak perlu ke mari, Nak. Biar Daddy selesaikan urusan Daddy di sini. Kau tidak usah khawatir. Daddy baik-baik saja, sayang."

"Bagaimana bisa Dad? Why? Sekarang bilang sama aku, di kantor polisi mana Daddy ditahan?!" tanya Shanaya tak sabaran. Tanpa berpikir panjang, ia menyambar kunci mobil miliknya dan bergegas untuk ke garasi, ia akan menyusul Ayahnya di kantor polisi.

Ketika Ayahnya sudah memberitahukan dimana letaknya, Shanaya mematikan ponselnya dan mulai menancap gas, hingga mobil mewah miliknya meninggalkan pekarangan rumah besarnya.

Pak Amir menangis terisak ketika sudah bicara dengan putri semata wayangnya. Tidak perduli, di hadapannya ada banyak orang, dia tidak mau menghabiskan waktu di dalam penjara.

Ayah Aryan mendengar kabar, jika Pak Amir dilaporkan atas kasus penggelapan dana, bergegas datang ke kantor polisi bersama istrinya.

Mantan pemimpin Arsawijaya Copration itu menatap kecewa ke arah Pak Amir. Pak Amir sudah bekerja di perusahaannya bertahun-tahun lamanya, dia juga salah satu karyawan kepercayaannya sampai sekarang.

Tak bisa disangka, jika Pak Amir malah melakukan kecurangan. Yang membuat Ayah Aryan kecewa bukanlah soal nominal uang, tetapi kepercayaan. Orang yang sudah ia percaya malah merusak kepercayaannya.

"Saya tidak menyangka, jika kau akan melakukan tindakan seperti ini di kantorku, Amir. Puluhan tahun saya mempercayaimu. Kenapa kau malah merusak kepercayaanku?" tanya Ayah Aryan.

Pak Amir semakin menunduk malu. "Saya mohon, maafkan saya Pak Aryan. Saya benar-benar minta maaf atas kesalahan saya. Saya mohon, jangan penjarakan saya."

"Tidakkah kau sadar atas kesalahanmu itu, Amir? Penjara ini hukuman yang pantas untukmu, kau seorang koruptor, harus ditindak lanjuti!" tegas Ayah Aryan, tanpa menerima balas kasihan pada orang kepercayaannya itu.

"Saya terpaksa melakukan ini, Pak Aryan. Karena saya membutuhkan uang. Tolong Pak, jangan penjarakan saya. Jika saya di penjara, saya tidak tega meninggalkan putri saya sendirian," lirih Pak Amir.

Ayah Aryan membuang wajah murka. Ia baru ingat jika Amir mempunyai seorang putri. Tiga tahun lalu ia sudah melihat putrinya. Anak Pak Amir itu gadis cantik, sekarang mungkin lebih cantik.

"Dengar Amir. Jika kau membutuhkan uang, kenapa harus dengan cara seperti ini? Tindakanmu bisa membuat perusahaanku rugi," sergah Ayah Aryan, kembali menatap sinis ke arah Pak Amir yang terdiam.

Farraz memutar bola mata jengah. Sedari tadi dia hanya diam dan menyimak, sama sekali belum membuka suaranya. Toh, kasus penggelapan dana ini sudah diurus oleh kepolisian, untuk apa ia repot-repot berbicara.

"Emang paling benar kamu itu dipenjarakan, Amir. Kalau dibebaskan, keenakan nantinya. Apalagi kau sudah menghabiskan uang perusahaan demi kepentingan pribadi, 'kan?" sahut Arsinta tak kalah murka pada pegawai suaminya.

Jika bukan karena Shanaya, Pak Amir mungkin akan menerima hukuman atas perbuatannya. Sebagai orangtua tunggal, Pak Amir tidak tega harus meninggalkan putri semata wayangnya sendirian. Hanya Shanaya yang Pak Amir punya, putri kecil yang paling berharga dihidupnya.

"Daddy! Daddy!" Mendengar suara seorang wanita, mereka langsung menatap ke arah sumber suara.

Dari arah pintu masuk, tampak seorang gadis tengah tergesa-gesa dan berteriak memanggil Ayahnya. Air mata Pak Amir tidak bisa dibendung. Antara sedih dan malu pada putrinya.

Mungkin, Shanaya akan malu mempunyai Ayah seorang koruptor. Tidak bisa dibayangkan, sekecewa apa jika Shanaya tahu jika hadiah yang dia berikan uang hasil penggelapan dana perusahaan.

"Daddy!" Shanaya memekik dan berhambur ke dalam pelukan Ayahnya. Anak dan Ayah itu saling berpelukan satu sama lain, tanpa menghiraukan mereka yang memperhatikan.

"Why Dad? Kenapa bisa Daddy dilaporkan? Memangnya apa salah Daddy? Aku yakin, Daddy tidak bersalah. Merekalah yang bersalah karena sudah menuduh Daddy!" gerutu Shanaya.

Pak Amir mengusap belakang kepala anaknya agar Shanaya tenang. "Hei, tenang sayang. Daddy baik-baik saja. Tidak perlu menangis."

Shanaya melerai pelukan, mata berembunnya menatap ke arah keluarga Arsawijaya, karena sudah melaporkan Ayahnya.

"Kenapa kalian melaporkan Daddyku? Kalian pasti sudah salah paham, Daddyku tidak mungkin melakukan korupsi, aku yakin, kalianlah yang asal menuduh!" ketus Shanaya suaranya bergetar menahan tangis.

Arsinta maju ke depan, sontak saja Farraz memutar bola mata malas, melihat Arsinta seperti pahlawan kesiangan.

"Kami tidak akan melaporkan Ayahmu, jika dia tidak bersalah. Kenapa tidak kau tanyakan saja pada Ayahmu itu, apa kesalahannya!" timpal Arsinta.

Kepala Shanaya menggeleng cepat. "Nggak mungkin! Daddyku bukan orang seperti itu, Daddyku orang baik!"

Gadis cantik itu mengatupkan kedua tangan di depan dada sambil berhadapan dengan Aryan Arsawijaya. Selama Ayahnya bekerja di Arsawijaya Copration, Shanaya kenal dengan pria paruh baya itu.

Aryan Arsawijaya juga salah satu motivator dirinya, makannya dia tahu siapa pria yang berada di hadapannya itu.

"Sudah Shana, ini semua salah Daddy. Kau tidak perlu memohon-mohon seperti itu. Tolong Shana, jangan menjatuhkan harga dirimu demi pria brengsek seperti Daddy."

"Pak Aryan, aku mohon ... tolong bebaskan Daddy," pinta Shanaya, kedua matanya berkaca-kaca.

'Benarkah ini Shanaya 3 tahun lalu? Dia tumbuh menjadi gadis yang cantik, tentunya berpendidikan,' batin Ayah Aryan, matanya terpesona dengan kecantikan anak Pak Amir ini.

"Tidak bisa Shana, mau bagaimana pun juga Daddymu terbukti bersalah. Dia pantas mendapatkan hukuman," ucap Ayah Aryan.

"Tahu dirilah sedikit, karena ingin membahagiakanmu, Daddymu itu sudah membuat rugi perusahaanku!" sahut Farraz yang baru angkat bicara.

"Pak Farraz dan Pak Aryan benar Nak ... Daddy bersalah dan Daddy akan menerima hukumannya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Extra Part

    "Maaf, Pak. Pak Nick mengatakan jika rapat dipercepat, saya sudah menyiapkan tiket pemberangkatan dua hari lagi," ujar sekretaris Arash mengabarkan perubahan jadwal kerja.Arash hanya bisa mengiyakan saja, tanpa membantah sama sekali. Biarkan saja sang sekretaris yang menghandle urusannya, Arash ingin menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya sebelum pemberangkatan.Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian kembali ke dalam kamar. Sengaja menghindar, agar Shiena tidak mendengar obrolan ini.Bisa-bisa Shiena bertambah marah saat tahu jadwal dipercepat. Shiena selesai menidurkan Keivandra, perempuan itu tampak kelelahan karena menyusui seharian."Kapan kau berangkat, Mas?" tanya Shiena, perlahan menarik puting payudaranya agar terlepas dari mulut Keivandra.Ditanyai seperti itu, Arash diam sejenak. "Tadi sekretarisku menghubungi."Wajah Shiena mendongak, menatap suaminya. "Terus kapan?""Ternyata jadwal dipercepat, aku akan melakukan pemberangkatan tiga hari lagi," kata Ara

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Extra Part

    Akira menunggu seseorang untuk menjemputnya. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi depan sekolah seorang diri. Karena temannya yang lain sudah ada yang pulang, hanya menyisa beberapa saja dari mereka.Entah ke mana kedua orang tuanya, sampai sekarang belum menjemput. Akira hanya bisa mengerucutkan bibir kesal, luka di kakinya membuat dirinya sakit saat berjalan."Mommy dan Daddy ke mana, sih? Kok lama banget!" gerutu Akira.Dari arah gerbang sana, terlihat seorang dewasa yang melihat ke arah Akira yang sendirian di sana. Tidak tega membiarkannya, wanita tersebut lantas menghampiri."Boleh nggak Tante ikut duduk?" tanya wanita asing itu. Dia memiliki paras cantik, membuat Akira jadi mencuri-curi pandang ke arahnya.Akira jadi teringat nasihat kedua orang tuanya untuk tidak mudah dekat dengan orang asing. Dengan cepat ia menggeser tubuh untuk menjauh.Heran karena Akira tiba-tiba menjaga jarak, wanita tersebut hanya bisa terkekeh pelan."Jangan takut, Tante bukan orang jahat kok. Tante

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Extra Part

    Shiena kembali ke rumah dengan kegundahan di hatinya. Panggilan dari Arash saja tidak ia dengarkan, ia masih tidak menyangka akan hamil anak ke tiga.Arash berlari untuk mengimbangi langkah Shiena yang sudah menjauh ke dalam sana."Sayang, tunggu aku!" teriak Arash terus memanggil-manggil.Namun nihil, Shiena bahkan tidak mempedulikannya dan tetap berjalan menaiki tangga.Shanaya dan Farraz yang sedang mengasuh Keivandra pun melirik ke arah anaknya yang mengajar istrinya."Ada apa, Nak?" tanya Shanaya menghentikan langkah Arash.Napas Arash tersengal-sengal, ia menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Kemudian menghampiri mereka."Entah ... Shiena marah karena tahu dia sedang hamil," kata Arash.Sepasang mata Shanaya dan Farraz membola, terkejut mendengar kabar bahwa menantunya sedang mengandung lagi.Yang membuat kaget, anak mereka saja yang kedua baru berusia beberapa bulan."Ya sudah. Kau bujuk saja istrimu, lain kali pakai pengaman kalau mau berhubungan. Atau kalau perlu puas

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Extra Part

    Pagi ini, Shiena dan Arash dengan kompak mau mengantarkan Akira ke sekolahnya. Kebetulan juga, letak TK tak begitu jauh dari rumah.Arash juga sedang tidak terlalu sibuk, sehingga ia bisa bersantai. Toh, selagi ada waktu sebelum masuk jam kerja."Kalian mau nganter Rara?" tanya Shanaya. Lebih sering tinggal di sini, sekalian membantu Shiena mengurus anak-anak.Sementara Raisa dan Mark, mereka tinggal di luar negri dan pulang hanya sebulan sekali. Beruntung ada Shanaya, bisa membantu Shiena.Karena Akira ini memang susah dekat dengan orang, dulu pernah menyewa babysitter tetapi tak berlangsung lama."Iya, Mom. Rara ingin kami yang mengantar," jawab Shiena. Wajahnya masih terlihat lelah, Shanaya tahu itu."Oh ya sudah, Kevan bersama Mommy saja. Kalian pergilah." Shanaya mengambil alih Keivandra dalam gendongan menantunya. "Kalian tidak mau sarapan?"Arash melirik pada Shiena yang masih merasakan kantuk. "Mau sarapan dulu?"Kepala Shiena menggeleng, dia tidak selera makan, bawaanya mulai

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Extra Part

    "Nghhh, Masshh.""Ahh, Mas!""Kevan nangis tuh!"Di bawah kuasa suaminya, Shiena menahan desahan agar tak keluar saat Arash masiu masih sibuk meliuk-liukkan tubuhnya di atasnya.Suara tangisan bayi, membuat aktivitas dua insan itu terhenti dan melepaskan diri dengan peluh keringat membasahi."Cup, cup. Anak Mama jangan nangis, Nak," bisik Shiena, sembari menyusui anak bungsunya yang langsung tenang.Satu tahun sudah berlalu. Kehidupan rumah tangga Shiena dan Arash sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga semakin harmonis, hanya ada cekcok biasa saja.Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak perempuan dan laki-laki. Anak bungsu mereka diberinama Keivandra Asrawijaya. Kini usianya sudah memasuki 3 bulan.Akira juga sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah masuk TK. Kehidupan mereka tampak lebih bahagia dengan kehadiran anak-anak mereka."Kevan udah tidur lho, Sayang," bisik Arash, menunggu dengan sabar Shiena yang sedang menidurkan si bungsu.Shiena memutar bola mata malas, Arash

  • Istri Kedua Tuan Farraz   (S2) Bab 200. Ending

    Shiena merasa penasaran, karena Arash memilih beberapa pakaian di dalam lemari bajunya. Dia bilang, katanya ingin mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.Pasalnya Arash bilang secara mendadak, tidak merencanakan dari awal jika memang ada acara seperti ini."Tumben sekali tidak memberitahuku dari awal kalau akan makan, kenapa mendadak sekali?" tanya Shiena, pasrah saja saat Arash memilah baju yang cocok untuk istrinya.Meresponnya, Arash hanya menerbitkan senyum saja. "Tidak mendadak, Sayang. Aku hanya lupa menyampaikannya," elaknya.Padahal hari ini Arash berencana untuk mengajak istrinya bertemu dengan ayah biologisnya, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.Tentun tanpa sepengetahuan Shiena, agar menjadi kejutan nantinya."Mangkannya jangan bahas ranjang mulu yang dipikiranmu, jadinya lupa seperti itu," cibir Shiena.Mau bagaimana lagi, urusan ranjang sudah menjadi kebutuhan biologisnya."Ssstt, diam saja, Sayang. Bibirmu ingin kusumpal agar bisa diam?" ancam Arash, dian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status