Darish pura-pura bermesraan dengan Larissa di depan keluarga saat melihat wajah Bu Fatimah menatapnya tajam dari kejauhan. Untuk menghindari ceramah rohani ibunya, Darish merangkul bahu sang istri sambil berjalan menghampiri mereka.
“Kenapa kamu merangkul bahuku? Apa karena ...,"“Kamu bisa diam dulu, nggak? Mereka sedang menatap kita,” gumam Darish sambil tersenyum ke arah ibunya. Dan, mereka menghentikan langkah tepat di hadapan Azka, Bu Anita dan Bu Fatimah yang berdiri sejajar.Azka menjulurkan buket bunga ke arah Larissa sambil tersenyum. “For you, Bunda.”Larissa tertawa kecil saat mendengar Azka begitu pandai dalam berbicara. Bu Fatimah dan Bu Anita juga ikut tertawa. Apa lagi saat Azka memanggil Larissa ‘Bunda’ yang membuat Darish tercengang kaget hingga tangannya lepas dari bahu Larissa. Lalu, Larissa mengambil buket bunga dari Azka dan mencium aroma bunga mawar itu dengan raut wajah yang senang.“Terima kasih, Sayang,” ucap Larissa mengelus pipi kiri Azka dengan lembut.***Beberapa jam kemudian menjelang sore, Darish bersama bapak mertua, Pak Hasballah, sedang berbincang di ruang sofa di kediaman sang istri. Di atas meja sudah tersedia dua gelas jus jeruk dan sepiring keik cokelat untuk dinikmati. Pak Hasballah tersenyum tipis ke arah Darish karena wajahnya terlihat tegang.“Rish, minum jus jeruknya. Jangan sungkan-sungkan, ini rumah kamu juga,” suruh Ayah mertua seraya mengambil jus untuk dirinya sendiri dan meneguknya.“Iya, pa. Tadi, baru siap makan siang juga ‘kan, masih kenyang,” kata Darish tersenyum gugup.Pak Hasballah menaruh minumannya kembali di atas meja. “Kenapa Darish terlihat gugup? Darish takut papa warning sesuatu tentang Larissa?”Darish tertawa kecil. “Tidak kok, pa. Darish santai saja.”“Papa tahu, mungkin kamu akan merasa seperti itu karena Rissa anak papa satu-satunya. Memang papa ada hak, tapi kamu yang lebih berhak terhadapnya sekarang. Jadi, papa harap kamu jaga dia baik-baik. Sayang dia sepenuh hati kamu. Karena papa tahu anak papa, kalau sudah sayang, dia akan sangat-sangat sayang.” Pak Hasballah menatap Darish dengan serius dan ia juga mengisyaratkan tentang Larissa yang memiliki hati yang begitu rapuh, jikalau saja Darish berniat untuk menyakitinya.Darish terdiam menatap Pak Hasballah dengan tatapan yang semakin gugup. Tapi, ia harus tetap tenang di depan sang ayah mertua agar dipercaya untuk membina rumah tangga bersama Larissa. Walaupun dulu ia pernah gagal, namun ia akan berusaha membuka hati untuk Larissa.Malam pun tiba dengan suasana langit yang semakin gelap karena mendung, dan rintihan hujan mulai turun, Darish mempercepat mengemudi mobilnya menuju perjalanan kembali ke rumah. Di kursi kemudi samping kirinya ada Larissa yang memangku Azka sambil memeluknya, dalam keadaan keduanya sedang tertidur.Darish memalingkan wajahnya ke kiri. Ia menghela napas saat melihat Larissa dan Azka terlihat begitu akrab. “Baru dua hari.”Beberapa menit kemudian, Larissa sampai di rumah sang suami. Ia melihat sekeliling rumah Darish dari balik kaca mobil sambil menunggu Darish turun dari mobil untuk mengangkat Azka. Sebuah rumah yang bagus, bertingkat dua, dan memiliki desain relip dinding yang indah. Dan, Halaman teras rumahnya hanya cukup untuk memarkirkan dua unit mobil.Darish membuka pintu mobil dari sisi Rissa untuk menggendong Azka yang masih tertidur. Tapi, Rissa malah melamun seraya memerhatikan rumah yang akan ditempatinya itu.Darish menatap Rissa heran. “Hello. Kamu mau duduk di dalam mobil ini semalaman?”“Oh. Maaf.” Larissa memindahkan kedua tangannya dari memeluk Azka dan memberikannya pada Darish. Lalu, ia segera menyusul Darish dengan membawa dua kopernya.***Di tempat yang berbeda, tepat pukul 12:00 malam, seorang wanita bertubuh langsing dan seksi sedang berdiri di dekat jendela hotel. Ia mengenakan dress hitam tanpa hijab sambil memandang pemandangan kota yang indah dan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Ia menghela napas, lalu meneguk segelas soda merah dengan suasana yang begitu hening di sekelilingnya itu.“Suatu saat nanti, aku pasti akan kembali.” Ia menyeringai sinis dengan suaranya yang terdengar serak lembut.***Di pagi hari yang masih terlihat remang-remang, Larissa terbangun dari tidurnya dengan suasana yang sangat berbeda dari sebelum ia menikah. Saat ia menatap dua pasang mata yang masih tertidur lelap, Larissa tersenyum bahagia. Dua sosok pria yang sudah menjadi bagian dalam hidupnya, kini tepat di hadapannya. Sosok suami yang mulai ia cintai dan sosok anak yang ia sayangi.Beberapa menit kemudian, Larissa terlihat sudah rapi mengenakan pakaian kasualnya, dan sekarang ia sedang menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya, Darish dan Azka. Roti panggang, susu dan madu menjadi sarapan utamanya. Ia menaruh porsi sarapan masing-masing di atas meja berbentuk persegi dan memiliki lima kursi. Setelah semuanya siap, Larissa melepas celemek dari tubuhnya dan menghela napas lega.“Untung juga mereka sarapan tanpa nasi. Aku memang pandai buat keik dan roti saja. Tapi, tidak dengan masakan yang lain.” Larissa mengkhawatirkan diri sendiri karena tidak terlalu pandai dalam hal memasak ala rumahan. Tapi, ia percaya kalau Darish dan Azka akan memaklumi hal itu.“Selamat pagi, Bunda.” Azka tiba-tiba muncul di hadapan Larissa dan menyapanya dengan manis.“Selamat pagi, Sayang,” balas Rissa menghampiri Azka dan mengelus pipi kanannya. Rissa membenarkan rambut Azka yang sedikit berantakan. “Ayo, kita sarapan. Tapi, kita tunggu papa dulu.”“Oke.” Azka tersenyum lebar ke arah Rissa.***Karyawan-karyawan di toko ‘Honey Cake’ terlihat sedang sibuk menempelkan dekor bunga dan meniup beberapa balon, untuk mengucapkan selamat menempuh hidup baru kepada Larissa.“Gia, cepat tiup balon ini sebelum bos datang.” Soraya melemparkan kertas berisi balon kepada Gia yang sedang asyik mencium aroma bunga mawar.Gia mengambil kertas balon dan bergegas meniupnya bersama soraya. Sedangkan Ulfa sibuk berada di dapur seorang diri sambil memberikan toping gambar wajah Larissa dan Darish pada keik. Cantik dan tampan. Foto akad pernikahan mereka di gantungkan di setiap jajaran dinding toko sebagai pelengkap kejutan tersebut. Ulfa mengizinkan beberapa pelanggan toko yang datang, untuk ikut merayakan kejutan itu. Ulfa memiliki rencana sendiri untuk melakukan promosi keik kepada pelanggan.Ulfa keluar dari arah belakang sambil mendorong keik bertingkat tiga dengan dorongan besi. Ia tersenyum manis ke arah pelanggan juga karyawan. “Keiknya sudah siap.”“Wah, indah sekali!” takjub Soraya dengan ekspresi wajah tercegang.“Iya, indah sekali dan terlihat sangat enak,” ucap salah satu pelanggan memerhatikan keik itu dengan ekspresi sangat suka.Di sisi lainnya, Larissa masih berada dalam perjalanan seorang diri. Ia mengendarai Honda Scoopi hitam menuju tokonya tanpa diantar Darish. Ia sangat berhati-hati dalam mengedarai keretanya. Ia bahkan memotong jalan pintas untuk segera sampai di toko.Sepuluh menit kemudian, pelanggan dan karyawan toko termasuk ulfa, sedang menikmati roti panggang seraya menunggu Larissa datang. Indah yang terus saja memandang ke arah luar, tak lama ia melihat Larissa sudah tiba dan sedang memarkirkan keretanya di samping toko karena ada tempat teduh.“Bos, sudah datang. Ayo cepat semuanya berdiri!” suruh Indah memegang sirene penyambutan untuk ditiupkan.‘Priiitttt!’Tiup Indah dan Intan mengeluarkan suara yang besar.Sontak Larissa kaget begitu ia membuka pintu toko dan melihat beberapa pelanggan dan karyawannya yang memberikan kejutan untukknya.“Selamat menempuh hidup baru!” ucap mereka serentak dan memberikan tepuk tangan.Larissa tertawa bahagia. “Terima kasih.”***Namun berbeda dengan perawat-perawat yang bekerja di klinik Darish. Mereka terlihat biasa saja dan melanjutkan pekerjaan tanpa saling bertanya ataupun bergosip. Atau, mereka memang tidak mengetahui tentang Darish yang sudah menikah. Saat pernikahan itu pun, perawat-perawat di kliniknya tidak ada yang hadir, bahkan teman sesama profesinya juga tidak terlihat, kecuali Jeremi.Darish menyapa petugas resepsionis sambil tersenyum tipis dan memasuki ruangannya. Sontak dua petugas itu agak kaget melihat Darish, tiba-tiba tersenyum dengan wajah yang berseri.“Hari ini, Dokter Darish dalam keadaan yang baik,” kata Husna, petugas operator, menunjukkan raut wajah senang.“Iya. Sudah sangat lama aku tidak melihatnya seperti itu.” Afifah, petugas administrasi, menunjukkan raut wajah terharu seolah-olah ia melihat keajaiban dunia.***Bu Fatimah dan Kak Asi menjemput Azka ke sekolah. Kebetulan sekali, Azka keluar tepat waktu dari ruang kelas saat Bu Fatimah ingin menghampirinya langsung.“Nenek!”panggil Azka berlari ke arahnya.“Hati-hati, Azka. Nanti jatuh.” Bu Fatimah menghentikan langkahnya dan memegang tangan Azka.“Nek, kenapa Bunda nggak jemput Azka?” tanya Azka mengharapkan kedatangan Larissa untuk menjemputnya di sekolah.Bu Fatimah terdiam sejenak sambil berpikir. “Eum. Bunda ‘kan lagi sibuk di toko. Bagaimana kalau kita ke sana sekarang?”“Ayo, nek. Ayo.” Azka menarik tangan Bu Fatimah mengajaknya segera pergi menemui sang bunda.Bu Fatimah dan Kak Asi saling menatap dan tersenyum melihat tingkah Azka yang begitu menggemaskan karena terburu-buru untuk segera bertemu Larissa. Tak tunggu lama, Bu Fatimah dan Azka memasuki mobil yang akan dikendarai oleh Kak Asi.***Setelah menangani beberapa pasien, Darish beristirahat sejenak karena sudah waktunya makan siang. Ia bersandar di kursinya sambil menghela napas dan menutup matanya untuk merasakan ketenangan. Suasana ruangannya terlihat nyaman dan bersih. Ia sangat menjaga kebersihan di ruang kerjanya, karena bagi seorang dokter gigi, kebersihan adalah yang hal paling utama.‘Tok tok tok!’Sontak Darish terkejut membuka kedua matanya sambil membenarkan dasi, saat ada orang yang mengetuk pintu ruangannya. “Masuk.”Seorang perawat bernama Megan membuka pintu ruangannya. Ia bertugas sebagai asisten dokter Darish yang selalu membantunya di klinik, juga di rumah sakit umum. Ia sosok wanita cantik berusia 27 tahun dan sudah bekerja dengan Darish selama satu tahun.Ia tersenyum manis ke arah Darish sambil membawa satu kotak makanan dan sebotol air mineral. Ia berdiri di depan meja berhadapan dengan Darish. “Dokter, ini sudah waktunya makan siang.”“Taruh saja di atas meja sofa. Terima kasih," ucap Darish menunjukkan tatapan datar tanpa senyuman.BERSAMBUNG🍁Akhirnya Azka datang ke toko Honey Cake, dan sedang menunggu Larissa selesai bekerja di ruangannya dan duduk di sofa yang ditemani oleh Soraya, Indah, Dewi, Gia dan Intan. Mereka sangat menyukai Azka karena memiliki wajah tampan dan menggemaskan. “Tampan sekali. Gemes!” puji Soraya mencubit pipi Azka.Azka memberikan senyuman yang sumringah sambil menunjukkan giginya yang putih dan rapi. Ia terus tertawa karena geli, saat Soraya terus saja menggelitik pinggangnya.Tak lama kemudian Larissa dan Ulfa keluar dari dapur menuju dan beranjak ke ruangannya untuk menemui Azka. "Azka datang sendiri?" tanya Ulfa. "Tadi, ada neneknya. Tapi, dia tidak bisa menunggu karena masih ada kesibukan yang lain," jawab Larissa. “Oh, begitu. Eh, Ris. Aku nggak sabar ingin bertemu si bocul gemes itu,” kata Ulfa menyapu kedua tangannya yang terkena tepung.“Kalau kamu ingin bertemu anakku. Cuci tanganmu dulu," kata Larissa terlihat garang yang menyuruh Ulfa mencuci tangannya terlebih dahulu, jika ia ingin
“Boleh kita mampir ke super market sebentar?” tanya Larissa pada sang suami yang tengah mengemudi.Larissa segan mengajak sang suami mampir ke super market, karena selama perjalanan Darish hanya diam dan tak berbicara dengannya. Sepertinya, Darish masih marah pada Larissa yang sudah membohonginya tentang Azka. Padahal Larissa hanya ingin Darish menemuinya di toko untuk makan siang bersama. Tak menjawab permintaan Larissa, Darish hanya memasang raut wajah datar sambil melihat super market di depan sebelah kirinya. “Di super market itu?” tanya Darish.“Iya,” jawab Larissa singkat semakin segan.Darish menyalakan lampu samping kiri mobil dan berhenti di tepi jalan. “Ya udah, cepat turun. Abang tunggu di mobil dengan Azka.”Azka sedang asyik nonton film kartun di Ipad yang duduk di kursi belakang, nampak ia tidak peduli dengan pembicaraan kedua orang tuanya itu.Larissa menaikkan kedua alisnya dan terlihat kaget. Ia tersenyum saat mendengar Darish menyebutkan dirinya ‘Abang’ untuk pert
Darish keluar dari kamar setelah mengganti pakaian tidurnya dan beranjak menuju ke kamar Azka. Ia membuka pintu perlahan-lahan dan berjalan menghampiri sang anak di ranjang yang sudah tertidur lelap. Posisi tidur Azka dalam keadaan terlentang sambil memeluk bantal ikan hiu tanpa berselimut. Darish duduk di sisi ranjang Azka. Ia tersenyum sambil mengelus kepala Azka dengan penuh kasih sayang. Ia tak menyangka Azka semakin hari, semakin berani dan mandiri. Terkadang ia berpikir, ada baiknya juga ia menikah dengan Larissa. Karena sekarang ia tak perlu mengkhawatirkan Azka yang kesepian dan merindukan sang ibu. Di dapur Larissa sedang sibuk mengambil piring dan gelas untuk dibawa ke meja makan. Di atas meja makan sudah tersedia makan malam enak untuk sang suami dan anak. Saat hendak menuju meja makan, Larissa tak melihat mesin pembuang sampah di depannya, lalu ia tersandung dan piringnya terjatuh ke lantai. ‘Priiing ....!' Bunyi piring pecah yang tak sengaja dijatuhkan Larissa lantai.
Di toko Honey Cake hari ini terlihat sepi. Soraya, Dewi, Gia, Intan dan Indah duduk santai di salah satu meja sambil berbincang menggosipkan suatu hal. Kadang mereka tertawa dan berdebat seperti biasanya."Eh, Sor. Tapi, bukannya mama kamu lagi sakit, ya?" tanya Gia si gadis feminim yang setiap harinya mengenakan make up yang tebal. "Iya. Mamaku masuk ke rumah," jawab Soraya si gadis seksi bermata sipit. "Terus kamu ada rencana balik ke Bandung, nggak?" tanya Indah si gadis tomboi. “Aku mau pulang, tapi 'kan kita lagi kerja. Mana mungkin aku pulang begitu saja, kalau bos belum memberikan aku tanggal libur," kata Soraya juga mempertimbangkan tanggung jawabnya sebagai bawahan. “Bos akan mengizinkan kamu cuti kalau untuk menjenguk ibumu sakit. Bos tidak sekejam itu lah Soraya,” sahut Dewi si gadis profesional dan berkacamata. “Iya, Sor. Apa lagi setelah bos menikah, dia sering suruh kita tutup lebih awal,” tambah Intan si gadis manis berkulit sawo matang, sedang mengupas kulit jeru
Darish dan Megan sedang menyantap makan siang yang sudah hampir sore itu, di salah satu kafe yang tak jauh dari kliniknya. Sesekali Megan menatap Darish yang duduk berhadapan dengannya. Darish terlihat buru-buru menghabiskan makanannya berupa nasi goreng kentaki, untuk bergegas menuju ke rumah sakit.Megan menaruh sendok di piringnya dan menghela napas berat. "Apa yang membuat Dokter sangat buru-buru?" tanya Megan."Kita harus ke rumah sakit," jawab Darish sudah menghabiskan makannya dan meneguk air putih beberapa teguk. “Kita masih punya waktu dua jam untuk melakukan operasi pasien itu, Dokter Darish.""Apa kamu belum mengenal saya? Saya ini punya prinsip hidup, harus disiplin!" kata Darish tegas."Hah? Saya sama sekali tidak mengenal Dokter. Kenapa Dokter tega menyembunyikan pernikahan Dokter pada kami? Apa kami ini tidak berarti dalam hidup Dokter?” tanya Megan terlihat kesal.Darish sedikit kaget mendengar pertanyaan Megan yang terdengar sedang marah. Sebelum menjawab pertanyaan
Darish dan Jeremi sedang nongkrok di tempat kafe biasa. Mereka memesan dua cangkir kopi sambil menikmati hawa dingin di pesisir pantai hingga terdengar suara ombak yang begitu besar. “Aku lelah, bro. Dia menguntitku ke kafe, bawa Azka lagi.” Ia mengeluh pada Jeremi akan kekesalannya terhadap Larissa.“Ah, masak sih? Mungkin, dia memang lagi makan di situ dengan Azka. Kau nggak boleh berburuk sangka dengan istri sendiri," kata Jeremi.“Awalnya aku pikir begitu. Tapi, ternyata enggak. Dia sendiri yang bilang, dia pergi ke klinik dan mengikutiku ke sana,” jelas Darish.“Mungkin dia salah paham, sebab kau pergi dengan Megan. Dia tahu nggak, kalau Megan itu asisten kau?” tanya Jeremi.“Ya ... kayaknya dia nggak tahu Megan itu asistenku." Darish mulai merasa itu penyebabnya Larissa mengikutinya. “Nah, kau. Dia itu cemburu, bro. Wanita mana sih yang nggak cemburu lihat suaminya bersama wanita lain? Apa lagi Larissa. Dia nggak tahu seluk beluk kehidupan kau itu. Pernah kau jujur sama dia? S
"Assalamualaikum! Larissa!" teriak Darish mengucap salam dan memanggil nama Larissa yang berdiri di depan pintu rumah bersama Azka. Larissa dan Bu Anita saling menatap saat mendengar suara Darish. "Itu, sepertinya suara Darish. Coba kamu lihat dulu," suruh Bu Anita.Larissa pin langsung berdiri dari tempat duduknya dan bergegas menuju ke ruang depan. "Waalaikum salam!" jawab Larissa berjalan ke arah pintu. Ia membuka pintu dan melihat Darish dengan Azka. "Abang, Azka.""Apa yang kau lakukan? Kenapa kau kabur begitu saja dan meninggalkan surat sampah ini untukku?" tanya Darish terlihat sangat marah seraya menunjukkan surat itu kepada Larissa. Larissa mengerutkan keningnya karena heran melihat sikap suami yang tiba-tiba emosi. "Siapa yang kabur? Rissa cuma pulang ke rumah mama karena Papa lagi sakit. Rissa tidak tega mengganggu waktu tidur Abang dan Azka. Sebab itulah, Rissa tulis surat," jelas Larissa. "Tapi ...,""Larissa! Darish! Ayo cepat ke sini! Papa kamu pingsan!" teriak Bu An
“Bibi, ayu ingin naik jungkat-jungkit itu!” tunjuk seorang anak perempuan yang digandeng Megan. Megan dan keponakannya bernama Ayu, mengunjungi taman kanak-kanak yang juga dikunjungi Darish dan Larissa. Apakah mereka akan saling bertemu secara kebetulan. Sepertinya akan terjadi!“Oke, kita ke sana sekarang," kata Megan segera menuju ke arah taman tersebut. Saat Megan mulai mendekat, ia malah melihat Dokter Darish bersama Azka sedang menaiki permainan itu. “Eh, itu kayaknya Dokter Darish dan Azka," lirihnya dalam hati. Darish dan Azka saling mengerakkan jungkat-jungkit itu ke bawah dan ke atas. "Papa aku terbang!" teriak Azka berada di posisi atas. "Dokter Darish!" panggil Megan sudah berdiri berdekatan dengan permainan jungkat-jungkit tersebut. Darish menoleh ke arah samping kanan dan segera menghentikan permainan jungkat-jungkit tersebut dengan hati-hati agar Azka berada di posisi bawah dengan aman. "Megan," balas sapaan Darish agak kaget. setelah Larissa membayar jajanan telur