Share

Bab 5: Cuek, Tapi Mesra

Darish pura-pura bermesraan dengan Larissa di depan keluarga saat melihat wajah Bu Fatimah menatapnya tajam dari kejauhan. Untuk menghindari ceramah rohani ibunya, Darish merangkul bahu sang istri sambil berjalan menghampiri mereka.

“Kenapa kamu merangkul bahuku? Apa karena ...,"

“Kamu bisa diam dulu, nggak? Mereka sedang menatap kita,” gumam Darish sambil tersenyum ke arah ibunya. Dan, mereka menghentikan langkah tepat di hadapan Azka, Bu Anita dan Bu Fatimah yang berdiri sejajar.

Azka menjulurkan buket bunga ke arah Larissa sambil tersenyum. “For you, Bunda.”

Larissa tertawa kecil saat mendengar Azka begitu pandai dalam berbicara. Bu Fatimah dan Bu Anita juga ikut tertawa. Apa lagi saat Azka memanggil Larissa ‘Bunda’ yang membuat Darish tercengang kaget hingga tangannya lepas dari bahu Larissa. Lalu, Larissa mengambil buket bunga dari Azka dan mencium aroma bunga mawar itu dengan raut wajah yang senang.

“Terima kasih, Sayang,” ucap Larissa mengelus pipi kiri Azka dengan lembut.

***

Beberapa jam kemudian menjelang sore, Darish bersama bapak mertua, Pak Hasballah, sedang berbincang di ruang sofa di kediaman sang istri. Di atas meja sudah tersedia dua gelas jus jeruk dan sepiring keik cokelat untuk dinikmati. Pak Hasballah tersenyum tipis ke arah Darish karena wajahnya terlihat tegang.

“Rish, minum jus jeruknya. Jangan sungkan-sungkan, ini rumah kamu juga,” suruh Ayah mertua seraya mengambil jus untuk dirinya sendiri dan meneguknya.

“Iya, pa. Tadi, baru siap makan siang juga ‘kan, masih kenyang,” kata Darish tersenyum gugup.

Pak Hasballah menaruh minumannya kembali di atas meja. “Kenapa Darish terlihat gugup? Darish takut papa warning sesuatu tentang Larissa?”

Darish tertawa kecil. “Tidak kok, pa. Darish santai saja.”

“Papa tahu, mungkin kamu akan merasa seperti itu karena Rissa anak papa satu-satunya. Memang papa ada hak, tapi kamu yang lebih berhak terhadapnya sekarang. Jadi, papa harap kamu jaga dia baik-baik. Sayang dia sepenuh hati kamu. Karena papa tahu anak papa, kalau sudah sayang, dia akan sangat-sangat sayang.” Pak Hasballah menatap Darish dengan serius dan ia juga mengisyaratkan tentang Larissa yang memiliki hati yang begitu rapuh, jikalau saja Darish berniat untuk menyakitinya.

Darish terdiam menatap Pak Hasballah dengan tatapan yang semakin gugup. Tapi, ia harus tetap tenang di depan sang ayah mertua agar dipercaya untuk membina rumah tangga bersama Larissa. Walaupun dulu ia pernah gagal, namun ia akan berusaha membuka hati untuk Larissa.

Malam pun tiba dengan suasana langit yang semakin gelap karena mendung, dan rintihan hujan mulai turun, Darish mempercepat mengemudi mobilnya menuju perjalanan kembali ke rumah. Di kursi kemudi samping kirinya ada Larissa yang memangku Azka sambil memeluknya, dalam keadaan keduanya sedang tertidur.

Darish memalingkan wajahnya ke kiri. Ia menghela napas saat melihat Larissa dan Azka terlihat begitu akrab. “Baru dua hari.”

Beberapa menit kemudian, Larissa sampai di rumah sang suami. Ia melihat sekeliling rumah Darish dari balik kaca mobil sambil menunggu Darish turun dari mobil untuk mengangkat Azka. Sebuah rumah yang bagus, bertingkat dua, dan memiliki desain relip dinding yang indah. Dan, Halaman teras rumahnya hanya cukup untuk memarkirkan dua unit mobil.

Darish membuka pintu mobil dari sisi Rissa untuk menggendong Azka yang masih tertidur. Tapi, Rissa malah melamun seraya memerhatikan rumah yang akan ditempatinya itu.

Darish menatap Rissa heran. “Hello. Kamu mau duduk di dalam mobil ini semalaman?”

“Oh. Maaf.” Larissa memindahkan kedua tangannya dari memeluk Azka dan memberikannya pada Darish. Lalu, ia segera menyusul Darish dengan membawa dua kopernya.

***

Di tempat yang berbeda, tepat pukul 12:00 malam, seorang wanita bertubuh langsing dan seksi sedang berdiri di dekat jendela hotel. Ia mengenakan dress hitam tanpa hijab sambil memandang pemandangan kota yang indah dan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Ia menghela napas, lalu meneguk segelas soda merah dengan suasana yang begitu hening di sekelilingnya itu.

“Suatu saat nanti, aku pasti akan kembali.” Ia menyeringai sinis dengan suaranya yang terdengar serak lembut.

***

Di pagi hari yang masih terlihat remang-remang, Larissa terbangun dari tidurnya dengan suasana yang sangat berbeda dari sebelum ia menikah. Saat ia menatap dua pasang mata yang masih tertidur lelap, Larissa tersenyum bahagia. Dua sosok pria yang sudah menjadi bagian dalam hidupnya, kini tepat di hadapannya. Sosok suami yang mulai ia cintai dan sosok anak yang ia sayangi.

Beberapa menit kemudian, Larissa terlihat sudah rapi mengenakan pakaian kasualnya, dan sekarang ia sedang menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya, Darish dan Azka. Roti panggang, susu dan madu menjadi sarapan utamanya. Ia menaruh porsi sarapan masing-masing di atas meja berbentuk persegi dan memiliki lima kursi. Setelah semuanya siap, Larissa melepas celemek dari tubuhnya dan menghela napas lega.

“Untung juga mereka sarapan tanpa nasi. Aku memang pandai buat keik dan roti saja. Tapi, tidak dengan masakan yang lain.” Larissa mengkhawatirkan diri sendiri karena tidak terlalu pandai dalam hal memasak ala rumahan. Tapi, ia percaya kalau Darish dan Azka akan memaklumi hal itu.

“Selamat pagi, Bunda.” Azka tiba-tiba muncul di hadapan Larissa dan menyapanya dengan manis.

“Selamat pagi, Sayang,” balas Rissa menghampiri Azka dan mengelus pipi kanannya. Rissa membenarkan rambut Azka yang sedikit berantakan. “Ayo, kita sarapan. Tapi, kita tunggu papa dulu.”

“Oke.” Azka tersenyum lebar ke arah Rissa.

***

Karyawan-karyawan di toko ‘Honey Cake’ terlihat sedang sibuk menempelkan dekor bunga dan meniup beberapa balon, untuk mengucapkan selamat menempuh hidup baru kepada Larissa.

“Gia, cepat tiup balon ini sebelum bos datang.” Soraya melemparkan kertas berisi balon kepada Gia yang sedang asyik mencium aroma bunga mawar.

Gia mengambil kertas balon dan bergegas meniupnya bersama soraya. Sedangkan Ulfa sibuk berada di dapur seorang diri sambil memberikan toping gambar wajah Larissa dan Darish pada keik. Cantik dan tampan. Foto akad pernikahan mereka di gantungkan di setiap jajaran dinding toko sebagai pelengkap kejutan tersebut. Ulfa mengizinkan beberapa pelanggan toko yang datang, untuk ikut merayakan kejutan itu. Ulfa memiliki rencana sendiri untuk melakukan promosi keik kepada pelanggan.

Ulfa keluar dari arah belakang sambil mendorong keik bertingkat tiga dengan dorongan besi. Ia tersenyum manis ke arah pelanggan juga karyawan. “Keiknya sudah siap.”

“Wah, indah sekali!” takjub Soraya dengan ekspresi wajah tercegang.

“Iya, indah sekali dan terlihat sangat enak,” ucap salah satu pelanggan memerhatikan keik itu dengan ekspresi sangat suka.

Di sisi lainnya, Larissa masih berada dalam perjalanan seorang diri. Ia mengendarai Honda Scoopi hitam menuju tokonya tanpa diantar Darish. Ia sangat berhati-hati dalam mengedarai keretanya. Ia bahkan memotong jalan pintas untuk segera sampai di toko.

Sepuluh menit kemudian, pelanggan dan karyawan toko termasuk ulfa, sedang menikmati roti panggang seraya menunggu Larissa datang. Indah yang terus saja memandang ke arah luar, tak lama ia melihat Larissa sudah tiba dan sedang memarkirkan keretanya di samping toko karena ada tempat teduh.

“Bos, sudah datang. Ayo cepat semuanya berdiri!” suruh Indah memegang sirene penyambutan untuk ditiupkan.

‘Priiitttt!’

Tiup Indah dan Intan mengeluarkan suara yang besar.

Sontak Larissa kaget begitu ia membuka pintu toko dan melihat beberapa pelanggan dan karyawannya yang memberikan kejutan untukknya.

“Selamat menempuh hidup baru!” ucap mereka serentak dan memberikan tepuk tangan.

Larissa tertawa bahagia. “Terima kasih.”

***

Namun berbeda dengan perawat-perawat yang bekerja di klinik Darish. Mereka terlihat biasa saja dan melanjutkan pekerjaan tanpa saling bertanya ataupun bergosip. Atau, mereka memang tidak mengetahui tentang Darish yang sudah menikah. Saat pernikahan itu pun, perawat-perawat di kliniknya tidak ada yang hadir, bahkan teman sesama profesinya juga tidak terlihat, kecuali Jeremi.

Darish menyapa petugas resepsionis sambil tersenyum tipis dan memasuki ruangannya. Sontak dua petugas itu agak kaget melihat Darish, tiba-tiba tersenyum dengan wajah yang berseri.

“Hari ini, Dokter Darish dalam keadaan yang baik,” kata Husna, petugas operator, menunjukkan raut wajah senang.

“Iya. Sudah sangat lama aku tidak melihatnya seperti itu.” Afifah, petugas administrasi, menunjukkan raut wajah terharu seolah-olah ia melihat keajaiban dunia.

***

Bu Fatimah dan Kak Asi menjemput Azka ke sekolah. Kebetulan sekali, Azka keluar tepat waktu dari ruang kelas saat Bu Fatimah ingin menghampirinya langsung.

“Nenek!”panggil Azka berlari ke arahnya.

“Hati-hati, Azka. Nanti jatuh.” Bu Fatimah menghentikan langkahnya dan memegang tangan Azka.

“Nek, kenapa Bunda nggak jemput Azka?” tanya Azka mengharapkan kedatangan Larissa untuk menjemputnya di sekolah.

Bu Fatimah terdiam sejenak sambil berpikir. “Eum. Bunda ‘kan lagi sibuk di toko. Bagaimana kalau kita ke sana sekarang?”

“Ayo, nek. Ayo.” Azka menarik tangan Bu Fatimah mengajaknya segera pergi menemui sang bunda.

Bu Fatimah dan Kak Asi saling menatap dan tersenyum melihat tingkah Azka yang begitu menggemaskan karena terburu-buru untuk segera bertemu Larissa. Tak tunggu lama, Bu Fatimah dan Azka memasuki mobil yang akan dikendarai oleh Kak Asi.

***

Setelah menangani beberapa pasien, Darish beristirahat sejenak karena sudah waktunya makan siang. Ia bersandar di kursinya sambil menghela napas dan menutup matanya untuk merasakan ketenangan. Suasana ruangannya terlihat nyaman dan bersih. Ia sangat menjaga kebersihan di ruang kerjanya, karena bagi seorang dokter gigi, kebersihan adalah yang hal paling utama.

‘Tok tok tok!’

Sontak Darish terkejut membuka kedua matanya sambil membenarkan dasi, saat ada orang yang mengetuk pintu ruangannya. “Masuk.”

Seorang perawat bernama Megan membuka pintu ruangannya. Ia bertugas sebagai asisten dokter Darish yang selalu membantunya di klinik, juga di rumah sakit umum. Ia sosok wanita cantik berusia 27 tahun dan sudah bekerja dengan Darish selama satu tahun.

Ia tersenyum manis ke arah Darish sambil membawa satu kotak makanan dan sebotol air mineral. Ia berdiri di depan meja berhadapan dengan Darish. “Dokter, ini sudah waktunya makan siang.”

“Taruh saja di atas meja sofa. Terima kasih," ucap Darish menunjukkan tatapan datar tanpa senyuman.

BERSAMBUNG🍁

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status