Share

Bab 4: Ucapan Manis Di Hari Pernikahan

Satu bulan kemudian

Acara pernikahan Larissa dan Darish dilangsungkan di Hotel Hermes, Banda Aceh. Semua tetamu hanya dihadiri oleh keluarga dan teman terdekat. Ruangan hotel itu terlihat mewah dengan dekor yang sempurna.

‘Ruang ganti pengantin pria’

Darish terlihat tampan mengenakan baju pernikahan adat Aceh ‘ulee balang’ antara lain baju atasan berwarna hitam dengan sulaman benang emas, celana panjang serta sarung songket yang diikat di pinggang sepanjang di atas lutut, dan kopiah berbentuk lonjong ke atas dengan hiasan bintang persegi dalaman yang terbuat dari kuningan atau emas.

Jeremi yang selalu setia menemani sahabatnya itu, tercegang kagum melihat ketampanan Darish yang begitu sempurna mengenakan pakaian adat Aceh. Apa lagi postur tubuh Darish yang tinggi, wajah tirus juga brewokan tipis, kulit putih, hidung mancung dan bermata indah, membuat penampilan Darish lebih menarik.

“Bro. Apa keputusanku ini sudah benar?” tanya Darish pada Jeremi yang membantunya memasangkan rencong pada kain songket di pinggangnya.

“Eum. Aku yakin sekali dia memang jodohmu,” jawab Jeremi yang sudah selesai merapikan kain songket dan tersenyum lebar ke arah Darish.

“Eh, Je. Sebenarnya kau itu sahabat aku atau bukan sih?” tanya Darish yang terlihat marah.

“Ya ampun, Dokter Darish Iskandar. Kita itu sudah berteman sejak dari kecil lagi, tapi kau masih meragukan pendapatku hari ini. Kenapa? Apa dia kurang cantik? Dia sangat cantik, bro.” Jeremi menekan suaranya agar Darish mengerti maksud perkataannya.

“Aku nggak bilang dia kurang cantik.”

“So?”

“Tapi, aku belum bisa menerima semua ini. Tolonglah mengerti perasaanku sekarang.” Darish masih belum puas hati dengan keputusan yang diambilnya.

“Rish. Kamu harus ingat Azka. Dia menginginkan semua ini. Kamu yang harus mengerti keadaan. Anak orang sudah rela menikah dengan seorang duda anak satu yang bahkan dia bisa cari pria lajang yang lebih baik dari kamu. Apa kamu belum bisa melihatnya juga?”

Jeremi menjelaskan panjang lebar pada sahabatnya itu yang begitu keras kepala. Ia membujuk Darish untuk menerima takdir yang sudah Allah gariskan untuknya. Walaupun hatinya masih tertutup rapat, tapi ia harus menempuh jalan itu.

Namun, Darish hanya terdiam menatap Jeremi dan tak ingin menyambung perkataannya karena ia tidak punya pilihan lain selain melanjutkan pernikahan ini.

***

Larissa terlihat anggun mengenakan pakaian adat Aceh dengan warna yang lebih terang dari pada pengantin pria. Larissa mengenakan baju kurung berwarna kuning emas, kain songket, celana cekang musang, memakai perhiasan dan mahkota emas di atas kepala. Aura kecantikan Larissa terpancar jelas saat ia berjalan di atas altar menuju Jeremi di meja akad nikah bersama Ulfa sebagai pengiringnya.

“Ulfa. Apa pernikahanku ini ...,” Rissa memegang tangan Ulfa dengan kuat.

“Pernikahan ini sudah ditakdirkan, Ris. Pikirkan kedua orang tuamu,” potong Ulfa seraya melirik ke arah Bu Anita di sebelah kiri dekat dengan altar.

Larissa terlihat gelisah, tapi ia berusaha untuk tetap tenang dan berjalan dengan anggun. Ia menebarkan senyuman cantik kepada ibunya. Bu Anita sangat bahagia melihat Larissa yang akhirnya menikah. Larissa menghela napas dengan pelan saat ia sudah sampai di meja akad nikah. Di sana sudah Darish, penghulu, saksi dan Wali nikah yaitu ayahnya sendiri bernama Hasballah. Bapak Hasballah menatap putri tercintanya dengan senyuman.

‘Dug dug dug dug!’

Jantung Larissa berdegup kencang saat duduk di samping kiri Darish yang akan segera mengucapkan ijab kabul.

Sedangkan Darish merasakan hal yang sama. Ia sontak tercegang hingga mulutnya sedikit terbuka dan tak berkedip menatap Larissa yang begitu cantik. Tapi, ia menepiskan perasaannya itu. Ia menutup kedua matanya untuk menahan perasaannya yang tiba-tiba muncul rasa suka terhadap Larissa.

“Pengantin pria harap fokus. Sebentar lagi dia akan jadi istri, Ananda. Sabar, ya,” kata Bapak Penghulu sambil tertawa kecil bersama saksi, juga Bapak Hasballah.

“Maaf," ucap Darish yang terlihat gugup menatap Bapak Hasballah.

“Ya sudah. Mari kita mulai Ayahanda Hasballah dan Ananda Jeremi Iskandar.” Bapak Penghulu menyuruh Bapak Hasballah dan Darish memulai akad nikah dan lebih dulu berjabat tangan sebelum mengucap ijab kabul.

“Saya terima nikahnya dan kawinnya Larissa Zevana binti Hasballah dengan maskawin nya yang tersebut, tunai," ucap Darish sangat tepat dan jelas.

"Bagaimana para saksi, sah?" tanya pak Penghulu.

"Sah," Seru para saksi serentak.

Darish dan Larissa sah menjadi sepasang suami istri. Beberapa saat kemudian, selesai membaca doa dan memohon ampun kepada orang tua, Darish dan Larissa mengambil momen pernikahan bersama keluarga dan sahabat.

Larissa menggandeng lengan kiri Darish dengan tangan indahnya yang terukir inai berwarna kuning keemasan. Keduanya tampak serasi bersanding di atas altar pernikahan dengan dekor yang mewah. Sesekali Darish melirik Larissa yang tersenyum manis ke arah tetamu.

‘Aduh, oi. Bisa mati aku.’

Darish menggenggam kedua telapak tangannya menahan gergetan hati saat melihat pesona sang istri. Jantungnya berdetak kencang tak karuan saat proses pengambilan gambar mesra. Larissa meletakkan tangan pada kedua pipi Darish, dan Darish meletakkan tangannya pada kedua pinggangnya.

“I love you, dokter Darish Iskandar,” ucap Rissa menatap Darish halus dan dalam.

Walaupun Darish menatap Larissa dengan tatapan datar, tapi hatinya bergetar dengan ucapan manis Larissa hingga kupingnya memerah dan terasa panas.

***

Beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 01:00 malam, pesta pernikahan Darish dan Larissa akhirnya usai. Semua tetamu dan keluarga kembali ke rumah masing-masing. Sedangkan Darish dan Larissa harus menginap di kamar hotel karena bagian dari persiapan acara.

Darish terlihat sedang bersandar di sofa sambil bermain ponsel membalas beberapa pesan dari kawannya. Ia juga sudah melepas baju pengantin dan mengenakan kaos putih dan celana training abu-abu. Sedangkan Larissa terlihat sedang keluar dari kamar mandi sambil memegang gaun pengantin dan menaruhnya di atas meja.

Darish melirik dan memerhatikan Larissa sedang menyisir rambut sambil duduk di depan cermin. Memiliki rambut panjang, hitam, lebat dan lurus membutuhkan waktu yang lama untuk menyisirnya, setelah di sanggul tinggi-tinggi saat pemakaian mahkota pernikahan.

“Hmmm. Nggak boleh sisir rambut malam-malam,” ucap Darish pura-pura tetap fokus bermain ponsel.

Sontak Larissa menoleh ke arah Darish. “Kenapa?”

Kata nenek moyang dulu, “Jika rambut di derai, akan ada hantu yang bergelantungan di rambutmu.”

“Serius? Aduh, PMS lagi.” Larissa dengan cepat mengikat rambutnya itu dan menyimpan sisir kembali.

‘Hah? Dia percaya?’

Darish menatap Larissa heran dan tersenyum tipis di ujung sudut bibirnya. Padahal ia hanya sekedar bercanda untuk menjahilinya. Tapi, siapa sangka Larissa begitu percaya dengan perkataan Darish.

***

Keesokan paginya, Bu Anita sedang menyiapkan sarapan berupa telur mata sapi, nasi goreng dan segelas susu dan madu untuk Pak Hasballah. Bu Anita terlihat sedih dan terdiam sejenak menatap botol madu tersebut.

Pak Hasballah keluar dari kamar menuju meja makan. Ia melihat sang istri melamun menatap makanan di atas meja. Ia tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala.

“Kenapa? Kamu teringat, Rissa?” tanya Pak Hasballah seraya duduk di kursi utama.

Bu Anita menghela napas berat. “Merasa kehilangan.”

“Ya Allah, Anita. Kamu lupa siapa yang suruh dia nikah? Sudahlah, jangan bersedih. Dia sudah mendapatkan jodohnya. Jadi, kita doakan hidupnya bahagia.” Pak Hasballah terlihat begitu tenang.

“Iya, Bang. Semoga dia bahagia. Aamiin,” ucap Bu Anita tersenyum tipis.

***

‘Kriiiing! Kriiiing! Kriiiing!’

Suara alarm di ponsel Larissa berbunyi sangat keras dan mengganggu Darish yang tidur di atas sofa. Sedangkan Larissa yang tidur di ranjang seorang diri malah tak merasa terganggu sedikit pun dengan alarmnya sendiri.

“Aduh. Matiin alarmnya!” suruh Darish tanpa membuka mata sambil menutup kupingnya dengan bantal sofa.

‘Kriiiing! Kriiiing! Kriiiing!”

Suara alarmnya berbunyi lagi dengan keras. Kesal dan mengganggu tidurnya, Darish bangun dari tidurnya dan menghampiri Larissa di tempat tidur untuk mematikan ponselnya yang berada di samping kanannya. Sontak langkah Darish terhenti saat melihat Larissa yang tertidur pulas dan nyaman sambil memeluk guling. Wajah polosnya itu membuat hati Darish tergerak untuk menyentuh wajahnya.

“Ops! Tunggu, Darish. Memang dia sekarang istri kamu, tapi kamu belum mencintai ‘kan?” gumamnya seorang diri sambil memerhatikan gaya tidur Rissa yang membuat hatinya berdegup kencang. Ia memindahkan pandangannya dan menenangkan pikirannya.

Ia menghela napas dua kali agar lebih tetap fokus. Setelah itu, ia mengambil ponsel Larissa untuk segera mematikan alarm. Tapi, jari jempolnya terhenti saat melihat wallaper ponselnya, foto pernikahan mereka berdua yang diambil semalam. Sontak Darish terdiam menatap Larissa dengan raut wajah terharu dan tatapannya sedikit menunduk.

Beberapa saat kemudian, Darish dan Larissa sedang menuruni lift dari lantai lima ke lantai satu untuk chek out dari hotel. Selama di dalam lift, Darish dan Larissa tidak saling berbicara hingga keduanya menuju resepsionis untuk mengembalikan kartu kamar.

“Terima kasih atas kunjungannya, Mr. Darish Iskandar dan Miss. Larissa Zevana, juga selamat atas pernikahan kalian,” ucap wanita resepsionis. Lalu, ia mengambil hadiah berupa kado. “Ini hadiah dari hotel kami.”

“Terima kasih,” ucap Darish dengan raut wajah datar dan mengambil hadiah tersebut memberikannya pada Larissa.

“Terima kasih,” tambah Rissa tersenyum manis ke arah resepsionis itu karena sadar akan tingkah suaminya yang begitu cuek.

***

Bu Anita, Bu Fatimah dan Azka sedang berdiri di lobbi hotel Hermes, menjemput Darish dan Larissa untuk pulang. Azka memegang sebuah buket bunga mawar merah sambil tersenyum bahagia ke arah Darish dan Larissa yang masih berada di resepsionis. Namun, Darish dan Larissa tidak mengetahuinya.

Bu Fatimah memerhatikan tingkah Darish yang masih terlihat cuek dengan Larissa. Ia menghela napas berat sambil menatap Darish tajam yang hendak menuju lobbi.

“Kita pulang naik taksi saja,” ujar Darish.

“Baiklah.”

Darish dan Larissa saling menatap ke arah lobbi, dan sontak langkah mereka terhenti saat melihat Bu Fatimah, Bu Anita dan Azka tepat di hadapan mereka. Sontak Darish merangkul bahu Larissa untuk diperlihatkan kepada sang ibu, mertua dan anak, bahwa hubungan mereka sangat mesra. Larissa sangat terkejut dan menatap Darish bingung. Ia memberikan senyuman manis sambil menaikkan alis kiri. Dan, Larissa mengetahui kalau sikap suaminya itu tidak tulus sama sekali.

BERSAMBUNG🍁

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status