“Permisi Pak, ini saya Dhara mengantar kopi.” Dhara mengetuk pintu kantor Baskara.“Masuk.”Dhara membuka pintu kantor Baskara dan masuk dengan nampan di tangannya. Dia melihat Baskara sibuk memeriksa dokumen-dokumen yang menumpuk di mejanya dan sesekali mengetik sesuatu di komputernya.Pria itu begitu tampan dengan kemeja hitam tanpa vest rompi dan jasnya. Kemeja hitam itu membungkus tubuhnya dengan pas dan ketat, memperlihatkan otot dada dan bisepnya yang kencang. Dia memiliki tubuh ramping namun kekar dan pundak lebar. Wajahnya yang tampan bersinar di bawah cahaya matahari dari jendela.Pria itu selalu tampan. Tapi dibandingkan empat tahun lalu, dia menjadi lebih matang dan dewasa.Jantung Dhara berdebar. Dia memandang Baskara terpesona sesaat.Baskara tiba-tiba mendongak dan menatapnya dengan alis terangkat.“Kenapa cuma diam di situ?”Dhara tersadar dan tersipu. Wajahnya sedikit memerah. Dia menurunkan pandangannya dengan cepat dan mendekat ke meja Baskara. .“Ini kopi Anda, Pak.
“Oh itu, saya tanya apa Mbak Dhara ada waktu setelah pulang kerja nanti. Saya ingin ... mengajaknya nonton bioskop nanti malam,” kata Rio tersenyum mengusap rambutnya.Mata Baskara menyipit.“Oh begitu, lagi pdkt ya? Memangnya kamu sudah tanya Mbak Dhara punya pacar atau tidak?”“Kata Mbak Dhara belum punya pacar.” Rio tersenyum sambil menggaruk kepalanya. “Apa nanti kami akan ikut bapak kerjaan di luar kantor?” lanjutnya bertanya hati-hati.“Hm, nanti saya liat dulu.” Baskara menutup berkas yang sudah ditanda tangan dan mengembalikan berkas itu pada Rio.Rio mengambil berkas itu dan berbalik pergi sambil mengeluh dalam hati.....Dhara kembali dari makan siang dan menunggu di depan lift bersama karyawan lain ketika ponselnya berbunyi. Dia melirik melihat chatmasuk dari Miranda.From Miranda : ‘Mbak Dhara udah dengar permintaan Mama nggak? Kapan Mbak akan mencarikan aku posisi asisten manajer? Minggu depan aku akan ke Jakarta dan tinggal bareng Mbak. Transferkan uang 4 juta ya.Ekspre
“Ya, sekalian bawakan berkas yang tertinggal di mejaku. Aku lupa membawanya,” balas Baskara datar menarik Dhara masuk ke lift. Hadi memiringkan kepalanya heran dan curiga melihat Baskara menarik Dhara masuk ke dalam lift. “Apa yang kamu liat? Cepat ambilkan berkasnya,” perintah Baskara lalu menekan tombol lift. Pintu lift tertutup meninggalkan Hadi yang mematung di depan lift. Hadi menatap kantung plastik di tangannya dengan alis terangkat sebelum mendesah dan berbalik pergi. “Pak, kenapa Bapak suruh Pak Hadi mengambil tas saya? Saya bisa ambil sendiri,” kata Dhara cemas di dalam lift. Dia takut Pak Hadi salah paham melihat mereka dan kesal diperintahkan mengambil tas bawahannya. Dhara menarik lengannya yang masih digenggam Baskara. Baskara melirik sesaat dan menatap ke depan acuh tak acuh, “Aku nggak mau buang-buang waktu. Hadi lebih efisien daripada kamu. Kamu sangat lambat.” Dhara diam-diam menatap pria itu sambil melotot. .... Dhara keluar dari kamar mandi dan melirik j
“Pak Baskara!”Dhara menahan dada Baskara dengan kuat dan panik. Tubuh Baskara jatuh menimpanya di tempat tidur. Wajah pria itu terbenam di lehernya.Jantung Dhara berdebar, wajahnya terasa panas.“Pak Baskara! Tolong bangun dari tubuh saya ....” Dhara bergerak tidak nyaman dan berusaha mendorong Baskara dari atas tubuhnya. Tapi tubuh pria itu sangat berat.“Hmm ....” Baskara hanya bergumam rendah. Hidungnya mengendus-ngendus leher Dhara. “Kamu wangi ....” bisiknya serak.Wajah Dhara memerah. Tubuhnya kesemutan karena napas dan bibir Baskara di lehernya. Dia mengepalkan tangan.“Pak Baskara ... Anda sudah bangun? Tolong turun dari tubuh saya. Anda sangat berat.” Dhara berusaha menjauhkan wajah Baskara dari lehernya.Baskara tidak menjawab. Dia mulai mencium leher Dhara, menghisap dan bahkan menggigit hingga menimbulkan tanda merah di kulitnya.“Akh! Pak Baskara! Apa yang Anda lakukan?!” Dhara menegang. Matanya melebar. Dia merasa jantungnya berdebar semakin kencang.Tangannya buru-bur
Dhara berhenti mendengar percakapan mereka.“Kamu ini ... kenapa kamu janjiin juga. Kamu php asistennya Pak Baskara loh.”“Aku nggak janjiin, cuma nawarin doang. Mbak Dhara juga aneh baru beberapa hari kerja sudah minta adiknya agar kerja di sini pake orang dalem. Padahal dia cuma ditawari kerja tiga bulan jadi asisten. Harusnya sadar diri dong.”“Terus kenapa kamu dekatin Mbak Dhara dan kasih nawarin bantuan?”“Biar dapat koneksi ke kantor CEO.”“Kamu jahat banget, tapi bagus juga sih.”Keduanya tertawa tidak sadar Dhara yang berdiri di belakang mereka.Dhara mencengkeram ID karyawan di tangannya. Jadi tawaran Naura cuma akal-akalannya agar dapat bisa koneksi dengan orang di kantor CEO?Jahat sekali!Dhara ingin mengingatkan Naura bahwa dia mendengar percakapan mereka. Tapi Dhara mengurungkan niatnya karena dia baru bekerja tiga hari. Dia tidak ingin membuat masalah dan musuh di tempat kerja.Dhara diam-diam berbalik pergi dan menghentikan salah satu karyawan di pintu masuk gedung.“
Seminggu sudah berlalu sejak Dhara bekerja sebagai asisten Baskara. Sejak mengetahui bahwa Naura berbohong, dia tidak bertanya lagi pada Naura. Dia sudah memberitahu keluarganya tidak ada lagi lowongan pekerjaan di perusahaan dan menghindari telepon dari keluarganya. Namun meski Dhara menghindar dan tidak mengirim uang, itu tidak menghentikan keluarganya mengirim Miranda untuk datang ke Jakarta. Pada minggu Pagi, Dhara mendapat telepon dari Miranda agar menjemputnya di Bandara. “Kenapa Mbak susah banget banget di hubungi.” Seorang gadis berusia awal 20-an dengan rambut pendek sebahu berkata kesal mendorong kopernya pada Dhara. dia kesal karena sudah menunggu lama. “Aku sibuk. Kenapa kamu datang?” Dhara berkata pada gadis itu datar. Miranda lebih muda lima tahun darinya. Miranda seorang gadis bertubuh tinggi dan sedikit lebih berisi dibandingkan Dhara yang langsing. Wajahnya berbentuk bundar, dia terlihat biasa saja namun make-up membuat Miranda terlihat cantik namun agak boros jik
Dhara memanfaat waktu liburnya sekedar berjalan-jalan mengenal Jakarta. Dia tidak peduli apa yang dilakukan Miranda di kamar kontrakannya.Dia mampir di toko buku besar dan melihat-lihat novel, atau mencari buku resep masakan.“Mbak Dhara ....”Seseorang menepuk pundaknya membuat Dhara tersentak kaget. Dia dengan cepat melihat Rio tersenyum di belakangnya. Pria itu mengenakan kaos putih dan kemeja biru kotak-kotak yang tidak terkancing, serta celana jeans hitam dengan tas ransel hitam punggungnya. Dia terlihat lebih menarik dan santai dengan pakaian kasual dibandingkan kesehariannya di kantor mengenakan setelan kerja yang membosankan. “Pak Rio, sedang apa di sini?” Dhara segera menyapa dengan sopan.“Tolong jangan panggil Pak, aku belum tua loh.” Rio mengedipkan mata bercanda.Dhara tersenyum mengusap lehernya. “Tapi saya sudah sering memanggil Pak Rio di kantor.”“Itu kantor, saat di luar kantor panggil saja Rio atau Mas Rio, aku baru 29 tahun. Tolong jangan bicara formal denganku.
Sosok istri Baskara sesuai dengan bayangannya selama ini. Seorang wanita yang cantik dengan latar belakang yang sama dengan Baskara.“Ah, kamu pacarnya Pak Rio ya ... apa kami mengganggu kalian?” Istri Baskara berkata dengan ceria dan ramah.Dhara langsung menggelengkan kepala.“Saya bukan pacar Mas Rio. Kami hanya nongki dan nonton bioskop untuk menghabiskan waktu.”Sudut bibir Baskara berkedut mendengar panggilan Dhara pada Rio terdengar akrab. Namun dia tidak berkomentar, hanya memandang mereka dengan tatapan tajam dan dingin.“Benar bu. Kami hanya nongki aja ... ini asisten sementara Pak Baskara, Mbak Dhara,” ujar Rio memperkenalkan Dhara.Dhara memandang Veera tenang sambil tersenyum mengulurkan tangannya ke depan.“Salam kenal Bu Veera, saya asisten sementara Pak Baskara menggantikan Bu Karen.”“Oh apa Bu Karen sudah berhenti kerja? Kenapa kamu nggak cerita ganti asisten sayang,” tanya Veera menatap Baskara.Baskara mengalihkan pandangan yang sejak tadi tertuju pada Dhara.“Kare