Lintang uring-uringan di dalam kamarnya. Dia kesal karena Dito tidak membalas pesannya, bahkan telepon darinya pun tidak diangkat."Apa sih maunya mas Dito? Apa dia benar-benar mau melepasku? Mau hidup pakai apa dia kalau tidak dapat uang dari aku?" Kesal Lintang."Bunda... " Teriak Humaira mendekati Lintang yang sedang kesal."Mau apa ke sini?" Tanya Lintang kesal."Bunda kenapa marah?" Wajah Humaira yang tadinya ceria berubah jadi sedih."Keluar sana, jangan ganggu Bunda!!!" Teriak Lintang. Humaira langsung berlari keluar, dia sesenggukan."Ada apa sayang?" Tanya bu Gita neneknya."Bunda... Marahin Humaira nek... padahal Humaira... Humaira... Humaira ngga tau salah apa." Jawabnya terputus-putus sembari terus menangis sesenggukan."Jangan nangis lagi y
Jaka duduk di tepi ranjang, dia nampak gelisah ingin mengungkapkan maksud kedatangannya kepada Lintang. Lintang sedang berada di kamar mandi membersihkan diri.Lintang keluar dari kamar mandi hanya mengenakan Lingerie berwarna ungu tua, dengan belahan dada sampai ke perutnya. Warna lingerie itu kontras dengan warna kulitnya. Jaka tertegun melihat keseksian Lintang. Lintang langsung menyambar bibir Jaka. Jaka beku dibuatnya."Ayah... Ayah kok diam?" Tanya Lintang lembut. Wangi parfum yang dipakai Lintang sangat menggoda Jaka. Wangi parfum favoritnya. Jaka masih beku. "Ayah... Bunda kangen bercinta sama Ayah. Ayah tidak kangen sama Bunda?""Bunda... Maaf. Ayah ingin bicara serius." Jaka berusaha tersadar. Walau pun celananya sudah penuh sesak."Bicaranya nanti saja ya Yah." Lintang melepaskan satu persatu kancing kemeja yang dipakai Jaka. Lintang duduk di pangkuan Jaka
Wati dan karyawatinya menyiapkan warung makan yang ada di depan rumahnya. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Semua meja dan kursi sudah tertata rapi. Makanan untuk prasmanan sudah siap di atas meja."Wati!" Panggil seorang laki-laki yang memasuki warungnya. Laki-laki berbadan tinggi 168cm berat 60kg, berkulit putih, berwajah tampan. Dua orang karyawati Wati terpana melihat ketampanan laki-laki yang baru saja memanggil Wati. Sedangkan Wati terdiam membisu. Jantungnya serasa terhenti berdetak. "Boleh aku bicara berdua sama kamu?""Mau apa ke sini?" Tanya Wati gugup."Aku pindah kerja di sini Wati. Suatu kebetulan sekali. Aku sangat merindukan anak kita. Orang tuaku apa lagi. Kenapa kamu tinggal jauh dari kampung halamanmu?"Dua karyawati Wati saling pandang, dan kemudian mereka menjauh dari Wati. Mereka tetap memperhatikan Wati takut sesuatu terjadi, karena Jaka belum p
"Baik, Mas Jaka akan segera pulang." Terlihat kepanikan diwajah Jaka saat menerima telepon dari Rama adiknya."Ada apa Bang?" Tanya Wati cemas."Ibu opname, kata Rama jatuh dari tangga rumah Abang.""Kok bisa Bang?""Ntah lah. Abang mau hubungi Lintang dulu, mau tau apa yang terjadi." Jaka mencoba menghubungi Lintang, tapi tidak ada respon. Jaka semakin gelisah."Sebaiknya abang siap-siap pulang. Yang penting sekarang Abang cepat jagain Ibu. Tolong nanti Abang kasih kabar ke Wati ya Bang! Sebentar Wati siapkan bawaan Abang." Wati bergegas masuk kamar. Jaka mengikuti Wati."Wati, apa kamu tidak ingin ikut?" Tanya Jaka hati-hati."Apa Wati dan anak-anak boleh ikut Bang?" Jaka mengangguk. Wati pun menyiapkan keperluannya dan anaknya.***** 
Tahun 2005Jaka mengikuti acara reuni SMP di Rumah Makan Subur Group di dekat Bandara Syamsuddin Noor. Kebetulan dia sedang cuti bekerja. Jaka bekerja di perusahaan tambang ternama di Tanjung Kalimantan Selatan. Dia datang lebih awal, karena ingin melihat Wati."Kamu dari tadi matanya ke pintu masuk terus Jaka. Kamu lagi nunggu siapa?" Tanya Sony teman SMPnya mengagetkannya."Bukan begitu Son. Kamu kan tau, ini pertama kalinya aku ikut reuni sekolah, jadi ya pengen liat teman-teman kita setelah lama ngga ketemu.""Jangan-jangan kamu mau cari istri!" Goda Sony."Hah?!" Jaka kaget mendengar pernyataan Sony."Banyak kok yang belum nikah, suka pilih kamu. Apa lagi kamu kan sekarang lumayan mapan, aku yakin cewek-cewek pada mau sama kamu.""Rini ikut ngga Son?"
Waktu di jam dinding rumah Jaka menunjukkan pukul delapan malam. Diambilnya hape miliknya yang ada di atas meja ruang tamu. Dia ingin menelepon Wati, tapi takut mengganggu. Akhirnya Jaka memutuskan mengirim SMS buat Wati.(Assalamu'alaikum Wati, apa kamu masih sibuk? Ini Jaka teman SMPmu yang menelpon tadi siang. Tolong kamu simpan nomerku ya. Terima Kasih.)Jaka gelisah menunggu balasan SMS nya. Hampir satu jam dia menunggu, tak juga ada balasan."Apa Wati tidak suka aku menghubunginya?" Gumam Jaka mulai merasa tidak percaya diri. Jaka mencoba mengirim pesan lagi.(Ma'af ya Wati kalau aku mengganggu istirahat kamu.)Lagi-lagi tidak ada balasan. Jaka semakin berkecil hati. Harapannya untuk meminang Wati mulai ciut."Kamu kenapa, Jaka?" Tanya ibunya."Ngga apa, Bu.""Jangan bohongi Ibu. Ada apa?""Ca
Fadli menunggu Wati di parkiran hotel tempat Wati bekerja. Fadli duduk di atas motor Supranya. Sudah habis satu batang rokok diisap Fadli, tapi Wati belum juga terlihat. Dinyalakannya lagi batang rokok berikutnya. Sudah hampir setengah batang habis, tapi Wati belum juga datang."Maaf ya mas nunggunya lama. Lagi banyak kerjaan.""Iya sayang ngga apa." Jawab Fadli santai. "Ayo naik!" Wati pun duduk di belakang Fadli."Lho Mas, kita mau kemana? Rumah Wati kan ngga lewat sini?" Wati bingung, karena Fadli melaju ke arah yang salah."Ke rumah mas dulu Wati.""Ngapain? Nanti aku pulangnya kemaleman Mas.""Mas sudah telpon ibu kok, bilang kalau mas mau ajak jalan kamu.""Lha, trus kenapa diajaknya ke rumah mas? Rumah mas kan kosong.""Sebentar saja kok, ada yan
Wati terbangun. Ditatapnya dirinya tanpa sehelai benang pun tergeletak di atas kasur. Dia mencoba mengumpulkan tenaganya. Dilihatnya ada noda darah bercampur cairan di seprai berwarna biru bermotif bunga tempatnya terbaring."Ya Allah apa yang terjadi? Cairan apa ini?" Wati menangis sejadi-jadinya, dia berusaha beranjak, mencari pakaiannya, tapi tidak dia temukan."Sayang sudah bangun?" Fadli keluar dari kamar mandi yang ada di kamarnya. "Sayang cari apa?""Mana pakaianku Mas? Apa yang sudah kamu lakukan padaku?" Tanya Wati sambil terisak. Fadli mendekati Wati yang masih bugil. "Tolong jangan dekati aku!!!" Teriak Wati."Ayolah sayang. Maaf kalau aku harus pakai cara ini. Jawab Fadli enteng."Astagfirullah Mas, bisa-bisanya mas ngomong seenteng itu." Wati mencoba mencari-cari selimut tapi dia juga tidak menemukannya. Dia turun dari ranjan