Melihat wajah Edbert yang terlihat mengenaskan, tentunya membuat Indira tidak tega. padahal, pada awalnya dia ingin menggoda suaminya dulu untuk berkata 'tidak'. Akan tetapi, saat pandangan mata mereka bertemu hati Indira langsung luluh. Dengan perlahan Indira pun menganggukkan kepalanya."Iya, Mas," jawab Indira.Kata yang keluar dari mulut Indira membuat Edbert terlihat senang bukan main, mata pria itu langsung berbinar."Jadi beneran boleh?" tanya Edbert meyakinkan. Indira langsung terkekeh saat mendengar pertanyaan dari Edbert, dia merasa jika suaminya telah banyak berubah. "Boleh, Sayang. Sangat boleh, aku istrimu, aku milikmu. Lakukanlah apa pun sesuai keinginan kamu, Sayang." Indira membelai pipi Edbert dan mengusap bibir seksinya. Edbert langsung menangkap tangan Indira dan mengecupnya beberapa kali, dia suka tangan mungil itu apa lagi saat memainkan miliknya. "Mas mulai, ya?" tanyanya pada sang istri. "Iya, Sayang. Lakukanlah, aku juga menginginkannya." Indira langsung m
Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, Edbert mengajak Indira untuk jalan-jalan ke pusat perbelanjaan yang ada di sebuah Mall besar di pusat kota. Edbert merasa jika Indira memerlukan waktu untuk jalan-jalan. Karena selama tinggal di Singapura, Indira sama sekali tidak pernah keluar dari Villa selain ke perusahaan. Menginap di hotel juga itu karena terpaksa dia lakukan. Karena kedatangan keluarga Law yang begitu mendadak. Indira terlihat begitu bahagia saat tahu jika suaminya mengajaknya untuk pergi ke Mall, padahal biasanya pergi berduaan itu adalah hal yang sulit. Saat tiba di pusat perbelanjaan, yang pertama kali ingin Indira kunjungi adalah Restoran siap saji yang letaknya berderet di lantai 1. Rasanya, saat hidung Indira mencium aroma dari setiap Resto tersebut membuat lidah Indira terasa berliur. Kalau saja diperbolehkan, ingin sekali rasanya Indira mencicipi semua makanan yang berada di sana. "Ehm, Mas." Indira menatap Edbert dengan tatapan penuh harap. Kalau saja bukan di
Indira tersenyum dengan sangat manis kepada Edbert. Hal itu membuat hati Edbert luluh, karena Edbert memang benar-benar sudah jatuh cinta kepada Indira. Dia sangat suka Indira yang terkadang manja, dia sangat suka Indira yang terkadang tangguh dan terkadang membuat dia tidak sabar untuk bertemu bersama dengannya. Apalagi setelah kehamilan baby twins, Indira semakin manja saja kepadanya. Indira bahkan tanpa ragu mengucapkan apa yang dia inginkan. Walaupun awalnya terlihat malu-malu. Akhirnya, Edbert menuruti keinginan dari Indira. Dia memanggil beberapa pelayan yang ada di sana, dia juga meminta para pelayan tersebut untuk membungkus semua makanan yang sudah dia pesan tadi. Para pelayan tersebut dengan senang hati membungkus makanan pesanan Edbert, apa lagi saat Edbert memberikan uang tips kepada mereka, para pelayan tersebut langsung tersenyum senang. "Terima kasih, Tuan." Para pelayan langsung membawakan bungkusan makanan milik Edbert. "Sama-sama," jawab Edbert. Indira dan Edbe
Indira mengerjapkan matanya, dia sungguh sangat mengantuk. Akan tetapi, bunyi keroncongan yang berasal dari perutnya tidak bisa dia abaikan. Indira sengaja berdiam untuk sejenak, agar rasa kantuknya segera hilang. Sayangnya perutnya malah terdengar begitu riuh. Indira sangat tahu jika itu pasti karena ada dua nyawa di dalam perutnya yang membutuhkan asupan gizi yang baik saat ini. Walaupun terasa malas, dia tetap bangun dan turun dari tempat tidurnya. Sekilas dia memandang jam dinding yang terpasang di tembok kamarnya, waktu menunjukan pukul dua malam. Rasanya sangat malas untuk keluar kamar, apa lagi harus makan di dapur sendirian. Males bercampur rasa takut, itulah yang dia rasakan. Namun, semalas apa pun dia tetap tidak ingin mengecewakan kedua nyawa yang kini sedang meronta meminta jatah makannya. "Apa kalian sangat lapar? Mom, sangat malas untuk ke dapur. Tapi, demi kalian Mom rela." Indira mengelus lembut perutnya yang sudah terlihat membuncit. Setelah puas berbicara dengan
Saat Indira hendak memejamkan matanya, ternyata waktu subuh sudah tiba. Dia segera pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, dia tidak berani mandi karena udaranya yang terasa sangat dingin. Selepas shalat subuh, barulah Indira merebahkan tubuhnya. Mengusap perutnya sebentar lalu mengajak baby twins untuk berbicara seperti biasanya. "Baby, kalian pasti senang karena sudah bersama lagi dengan daddy kalian. Mom, juga sangat senang. Bolehkah Mom egois? Rasanya, Mom selalu ingin bersama dengan dad kalian." Indira berkata dengan wajah sendunya. Entah kenapa, akhir-akhir ini dia sering merasa hatinya gampang sekali merasa sedih. Namun, rasa itu akan dengan cepat berganti dengan rasa bahagia jika Edbert ada di sampingnya. "Ya Tuhan! Maafkan aku. Seharusnya aku tidak berkata seperti itu, aku harus sadar siapa aku dan di mana posisiku," ucap Indira lagi. Tidak lama setelah mengatakan hal itu, Indira dengan cepat terlelap dan terbuai dalam indahnya mimpi. Perutnya yang sudah terisi membuat dia b
Empat bulan sudah usia kehamilan Indira, hal itu membuat Merry was-was. Karena Leon Law pernah berucap jika dia akan mengunjungi Merry kembali bersama kedua orang tua Merry. Tentunya hal itu mereka lakukan untuk melakukan acara syukuran empat bulanan kehamilan Merry. Merry benar-benar takut jika kebohongannya akan terungkap, dia takut jika semua keluarga ingin mengusap perut Merry. Merry bahkan sempat berencana untuk menggagalkan kedatangan mereka. Akan tetapi, itu merupakan hal yang sangat mustahil. Karena kedua orang tua Edbert dan Merry, pasti ingin menyambut keluarga baru yang tidak lama lagi akan hadir di tengah-tengah keluarga besar mereka. Apalagi saat membaca pesan chat yang mengatakan jika kedua orang tua Edbert dan Merry akan datang dua hari lagi, Merry sudah terlihat sangat frustasi memikirkan hal tersebut. Akan tetapi, hari itu pasti datang juga dan Merry pasti tidak akan bisa menghindar lagi. Agar semua keluarga tidak merasa curiga, Merry bahkan membeli alat yang biasa
Indira terlihat bingung dengan permintaan Edbert. Akan tetapi, dia juga tidak mau membantah. Apa lagi, sampai dia harus mengecewakan suami tampannya itu. Edbert langsung menggenggam tangan Indira dan mengecup punggung tangan istri keduanya dengan lembut, lalu Edbert menatap netra Indira dengan lekat. "Oh ayolah, Sayang. Mas mohon, Mas ngga sanggup jauh-jauh dari kalian. Lagi pula, acara ini milik kalian. Please...." Edbert menatap mata Indira dengan tatapan penuh permohonan, hal itu membuat Indira tidak tega. Pria itu selalu saja berhasil membuat Edbert lemah, pria itu selalu berhasil membuat dia merasa tidak karuan.Indira sebenarnya sangat ingin melakukan apa yang diminta oleh Edbert, dia hanya takut tidak akan bisa menjaga diri. Karena akhir-akhir ini, dia selalu ingin dimanja. "Ayolah, Sayang. Ini juga permintaan Merry," ujar Edbert.Indira menghela napas berat, dia tidak bisa menolak permintaan tersebut jika memang permintaan itu datang dari Edbert dan juga Marry."Baiklah, ap
Semua orang yang ada di sana menatap Indira dengan tatapan horor, mereka merasa bingung karena ada wanita lain di tengah-tengah rumah tangga Merry dan juga Edbert. Apa lagi Liliana Leichan, dia menatap Indira dengan tatapan tidak suka. Seorang perempuan berada di dalam rumah tangga anaknya, itu sangat tidak baik, menurutnya. "Kenapa dia di sini? Dia--"Liliana Leichan menolehkan wajahnya ke arah menantunya, Indira terlihat salah tingkah, dia menundukkan kepalanya sambil memilin ujung hijabnya. Leon Law yang mengenal Indira langsung bangun dan menghampirinya, pria itu tidak bertanya apa pun kepada putranya. Dia langsung menyapa Indira."Selamat pagi, Nak. Kenapa setiap kali kita bertemu kamu selalu memberikan kejutan padaku?" tanya Leon Law. Indira mendongakkan kepalanya, dia memberanikan diri untuk menatap Leon Law. Dia bahkan berusaha untuk tersenyum dengan sangat manis ke arah pria itu."Selamat pagi, Tuan. Saya--" Ucapan Indira terhenti tatkala Edbert langsung menjawab pertanya