ログインArthur benar-benar terkejut melihat Kian yang duduk begitu dekat dengannya, sambil menatap dengan binar yang membuatnya tak mengerti.Sesenang ini, Kian ditawari pekerjaan? Apa benar, sesulit ini mencari pekerjaan?“Tapi, apa boleh begitu? Apa ini termasuk nepotisme?” Kian bertanya sambil mengedip-ngedipkan kelopak matanya beberapa kali.Menyadari jarak mereka yang begitu dekat, kepala Arthur sedikit mundur, bahkan tanpa sadar dia meneguk ludah kasar menyadari gadis di depannya ini sangat … menggemaskan.Melihat Arthur masih diam tak menjawab pertanyaannya, masih dengan jarak begitu dekat dengan Arthur, Kian kembali bertanya untuk memastikan. “Apa ini tidak masalah? Bagaimana kalau ada yang tahu aku masuk atas rekomendasimu?” Sejenak, Arthur merasakan oksigen di sekitarnya menghilang, membuatnya sesak napas karena tak ada udara yang bisa dihirupnya untuk mengisi stok di paru-parunya.Mengarahkan telunjuk ke lengan Kian, Arthur mendorong pelan agar Kian sedikit memberi jarak di antara
Wajah Arthur menegang mendengar pertanyaan Kian, sekali lagi gadis ini mampu menciptakan kepanikan untuknya.Meski Arthur sangat terkejut, tapi dia tetap menunjukkan ketenangan di ekspresi wajahnya.“Bukan tidak pernah, tapi jarang. Majikanku tidak pernah membiarkanku makan di pinggir jalan seperti ini,” kilah Arthur.Kian menaikkan satu sudut alisnya mendengar penjelasan Arthur, dia mengedikkan kedua bahu. Memercayai saja apa yang Arthur katakan.Beberapa saat kemudian, pesanan Kian disajikan di atas meja. Udang dan ikan bakar menjadi pilihannya.“Ayo makan,” ajak Kian.Arthur masih bergeming menatap makanan di depannya, dia menoleh ke sekitar, melihat beberapa pengunjung mengupas udang tanpa memakai sarung tangan.Kian menyadari kalau Arthur belum menyentuh makanan sama sekali. Dia menoleh pada suaminya ini, memperhatikan Arthur yang malah menatap ke arah orang lain.Menyadari apa yang sedang Arthur pandang, Kian berdiri dari duduknya, lantas meninggalkan meja menuju ke tempat penju
Arthur masih menunggu Kian di dalam mobil yang diparkirkan di bahu jalan, setelah mobilnya selesai dicuci. Beberapa kali, Arthur menatap ke arah Kian bekerja, ekspresi wajahnya masih begitu datar tak terdeskripsikan.Tepat pukul delapan malam. Kian keluar dari tempat cuci dengan langkah kecil menghampiri Arthur, begitu sampai di sisi mobil, Kian langsung masuk ke dalamnya.“Maaf lama, seharusnya tadi kamu bisa pulang dulu buat istirahat,” kata Kian setelah sabuk pengaman terpasang menyilang di depan dada.Namun, Arthur tak membalas ucapan Kian. Dia segera melajukan mobil meninggalkan tempat itu.Menatap pada Arthur yang hanya diam, Kian melipat bibir dan segera mengalihkan tatapannya ke arah depan.Suasana kabin mobil begitu hening, sampai Kian kembali berkata, “Kamu mau makan apa? Sesuai janjiku, aku akan mentraktirmu. Kamu boleh menentukan tempatnya.”Setelah mendengar ucapan Kian, Arthur menoleh sekilas ke gadis ini. Tanpa membalas perkataan Kian, Arthur membanting stir ke kiri lal
Saat menjelang sore.Terdengar suara ketukan sebelum pintu terbuka. Kendrick melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang kerja Arthur, lalu dia meletakkan tumpukan berkas saat sampai di depan meja kerja Arthur.“Hari ini aku pulang lebih awal. Berkas ini biarkan tetap di sini.”Kendrick langsung menatap tak percaya mendengar ucapan Arthur, dia sampai menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Waktu menunjukkan pukul empat sore, apa benar Arthur akan pulang sekarang?“Anda tidak akan lembur? Apa Anda ada acara di luar?” tanya Kendrick memastikan.Gerakan tangan Arthur terhenti saat sedang membubuhkan tandatangan di atas berkas, mengalihkan tatapannya ke Kendrick, Arthur lantas membalas, “Apa aku perlu melapor padamu?”Kendrick segera melipat bibir mendengar ucapan Arthur, apalagi tatapan atasannya ini sedikit aneh.“Tidak, Tuan.” Kendrick menggeleng pelan.Arthur kembali fokus ke berkas di meja, menyadari kalau Kendrick masih berdiri di depan mejanya, Arthur kembali mengangkat
Begitu tiba di titik tempat Kendrick menunggunya. Arthur segera turun dari mobil, lalu berpindah ke mobil satunya seperti sebelumnya.Saat tatapan Arthur tertuju pada Kendrick yang baru saja masuk dan duduk di belakang kemudi, Arthur segera bertanya, “Posisi staff desain grafis di perusahaan, apakah sudah terisi?”Kening Kendrick berkerut samar mendengar pertanyaan Arthur. Sedikit memutar tubuh ke arah belakang, Kendrick segera menjawab begitu menatap pada Arthur. “Sepertinya belum, Tuan.”Arthur terdiam beberapa saat sambil mengalihkan pandangan dari Kendrick, sebelum dia kembali menatap ke sang asisten lalu berkata, “Katakan ke pihak HRD, posisi itu akan kuberikan ke orang yang berkompeten.”Kendrick kembali mengerutkan kening semakin dalam, tapi tanpa mempertanyakan perintah Arthur, Kendrick hanya mengangguk mengiyakan.**Siang hari.Kian sudah berada di depan sebuah kafe. Menatap ke pintu yang ada di hadapannya, Kian lebih dulu menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan perlaha
Setelah selesai makan malam.Arthur melangkahkan kaki untuk menuju ke kamar. Namun, dia kembali berhenti ketika melihat Kian yang duduk di sofa.“Tidak istirahat?” katanya.Kian menoleh saat mendengar ucapan Arthur, begitu saling tatap dengan pria ini, Kian membalas, “Aku tidur di sofa sini saja.”Kian melipat bibir setelah bicara, lalu mengalihkan tatapan dari Arthur.Dengan tatapan datarnya, Arthur masih memandang pada Kian, saat dia kembali bicara. “Bahkan meski kita satu ranjang, aku tidak akan menyentuhmu. Jadi jangan merasa kalau aku akan melakukan sesuatu padamu saat kamu terlelap.”Ucapan Arthur begitu menohok untuk Kian. Dia menolehkan kepala dengan cepat ke arah Arthur, tatapannya begitu syok saat dia membalas, “Tidak begitu juga, aku hanya ….”Kedua sudut alis Arthur tertarik ke atas mendengar kalimat terjeda dari Kian.“Aku hanya … hanya … hanya takut menendang perutmu yang terluka. Jadi, biar aku tidur di sini saja,” ucap Kian sedikit ragu.Arthur masih menatap Kian, samp







