Sambil menatap langit-langit kamar, Naftalie kini terdiam di atas ranjang.
Dia baru saja disodorkan makanan enak oleh koki di kastil itu, lalu mandi dengan air hangat sepuasnya di jacuzzi.
Naftalie bahkan sempat terkejut, bagaimana bisa lemari di kamar itu berisi berbagai pakaian baru untuknya? Walau sebenarnya terikat kontrak aneh, tapi hidup barunya benar-benar dimanjakan kemewahan.
Wanita itu segera mengambil salah satu pakaian tidur yang paling sopan, diantara semua ligeri yang ada, yakni sebuah kimono dengan celana pendek dari satin walau tak berkancing dan hanya diikat di bagian perut.
Beruntungnya lagi, Jacob tak kunjung datang. Mungkin karena bukan subur dia akan aman.
“Sebaiknya, aku tidur saja,” lirih Naftalie mulai merasa tenang.
Perlahan, dia merebahkan tubuhnya di kamarnya yang baru.
Karena begitu banyak kejadian yang terjadi pada hari ini, begitu kepalanya menyentuh bantal berwarna gelap itu, Naftalie segera tertidur. Wanita itu bahkan tak sadar jika Jacob masuk tak lama setelahnya.
“Sial!” lirih pria itu kesal melihat wanita itu sudah tertidur dengan lelapnya, bagaikan dia menikmati apa yang telah terjadi. .
“Dasar wanita vrengsek!” Bahkan desah napas teratur Naftalie membuatnya terganggu. Ingin rasanya Jacob mengambil bantal dan menutup kepala berisik di sebelahnya itu.
“Kok bisa bernapa aja berisik banget!” dengus Jacob sebal.
Sebenarnya, dia sama sekali tak suka melihat Naftalie tidur di tempatnya.
Tapi, tak apa. Setidaknya, dia bisa lebih sering menyaksikan ketakutan di mata gadis itu.
Jake tak akan memberi wanita ini kemudahan seperti itu. Dia akan menyiksanya dengan sesakit mungkin, seperti wanita ini telah menyakiti adiknya.
****
“Ehmmm….” Naftalie hampir saja memekik saat menyadari Jacob begitu dekat dengannya, bahkan napas pria itu terasa hangat di tengkuknya.
Sepertinya, di luar hujan, sehingga udara di dalam kamar terasa sangat dingin, dan napas hangat pria itu sempat terasa nyaman untuknya.
Seharusnya tidak seperti ini!
Belum sempat wanita itu berpikir macam-macam untuk melepaskan diri, tiba -tiba saja Jacob melompat ke atasnya dengan kedua tangannya melingkar di leher Naftalie.
“Mati kamu!” desahnya dengan suara berat yang serak.
Cengkraman tangan pria itu semakin kuat mencengkram batang leher Naftalie sampai wanita itu mulai kesulitan bernapas.
Kedua tangannya secara refleks segera mencoba melepaskan kedua tangan Jake yang melingkar di lehernya. Tubuh Naftalie yang menggeliat ditahan dengan tubuh Jacob yang besar sehingga dia tak bisa bergerak..
“Le–pasin,” lirih Naftalie panik. Pria itu tertawa mengerikan membuat bulu halus di sekujur tubuh Naftalie berdiri.
“Ja … ke,” isak Nat sambil mengangkat tangannya mencoba untuk menggapai wajah Jacob dengan membabi-buta.
Naftalie benar-benar merasa takut kala mulai merasa dirinya melayang.
Apakah dia akan mati seperti ini? Menikah dengan pria itu memang sangat aneh, kenapa harus dia? Harusnya Naftalie curiga, dia akhirnya akan mati begitu saja.
Naftalie tak akan mati semudah itu, digerakkannya tangan semakin membabi buta dan mencakar wajah tampan Jacob dengan tenaga terakhirnya.
“Aakh!” pekik pria itu saat kuku Nat menarik kulitnya, sehingga terkelupas.
Pria itu segera tersadar dari apa yang ia lakukan. Jacoba langsung menarik kedua tangannya–terkejut.
Namun, terlambat karena kesadaran Naftalie sudah menghilang.
“Nat! Nat!” pekik pria itu segera turun dari tubuh mungil yang dia duduki itu.
Dengan sekejap, Jacob merengkuh tubuh Nat yang lemas dalam pelukannya.
Sayangnya, Naftalie benar-benar sudah menghilang.
Jantung Jacob berdebar keras. Akhir minggu ini, mereka harusnya menikah. Jadi, wanita itu tidak boleh mati dulu! Dendamnya belum selesai!
Dengan jantung yang berdebar sangat kencang seakan kereta api cepat, Jacob memperhatikan tubuh lemah di dalam pelukannya. Bibir wanita itu membiru pucat.
Bibir!
Pria itu seketika mengingat pelajaran untuk mempertahankan hidup yang dulu pernah ia ikuti.
“Yah kalau nanti mereka akan berproses untuk membuat anak, pasti hal ini akan terjadi nantinya,” pikir Jacob saat melekatkan bibirnya ke pada bibir wanita itu guna memberikan napas buatan.
Bibirnya terasa hangat dan juga anehnya terasa manis. Perlahan, ia bisa merasakan Naftalie mulai bernapas.
Kedua matanya terbuka dan menunjukkan netranya yang berwarna hijau. Hanya saja, tiba-tiba wanita itu merangkul leher Jacob dan menciumnya dengan penuh gairah.
“Ehmmm….” Pria itu terkesiap.
Namun, manisnya bibir Naftalie membuatnya tanpa sadar mulai membalas ciuman Nat. Wanita itu bagaikan lumer di dalam pelukan Jacob.
Suasana mencekam tadi seketika mendadak panas.
Jemari Jacob pun mulai memainkan rambut belakang pria itu. Lidah keduanya bersatu, hingga lenguhan terdengar dari Naftalie.
AAAH!
Jacob terkejut. Segera pria itu melepas tubuh Naftalie sehingga terlempar ke atas tempat tidur.
“Baguslah kamu tidak mati,” ucapnya cepat, lalu berdiri dan meninggalkan Naftalie kebingungan di atas tempat tidur.
“Bukankah tadi itu, Jason?” lirih wanita itu pelan saat mendengar pintu yang terbanting kasar.
“Astaga!” maki Naftalie pada dirinya karena baru saja tersadar akan kebodohannya. Bagaimana bisa dia mencium Jacob seperti itu dan mengira pria itu adalah Jason? Mengapa rasanya begitu mirip, tapi begitu berbeda?
Rasanya, Naftalie ingin lari dari rumah ini segera. Tapi dia terikat kontrak, dan mau lari kemana dia? Kini dia tak ada uang sepeser pun.
Untungnya, Jacob sama sekali tak terlihat seharian penuh.
“Bodohnya! Dah mau mati dibunuh malah dicium, bukan memalukan lagi itu, tapi idiot!” erang Nat kini sambil memainkan makan siangnya.
Wanita itu teringat pada lebam bekas jemari pria itu saja masih ada di lehernya–seakan mengejek dan mempermalukan Nat.
“Permisi….” Ed yang tiba-tiba datang—menyadarkan Naftalie dari lamunan.
“Ya?” tanya Naftalie bingung.
Pria itu sempat menatap bekas lebam di leher Naftalie, tapi segera mengalihkan pandangannya.
“Anda sudah selesai ‘kan makannya?” tanyanya, “Sekarang, kita harus segera fitting pakaian pengantin.”
“Untuk pernikahan Anda besok.”
BESOK?
Walau semuanya sudah jelas, mereka sudah bebas kembali ke rumah kastilnya, tetapi entah kenapa Jacob lebih senang berada di rumah kecil ini dengan Naftalie. Rumah itu lebih nyaman dan hangat, mungkin karena keberadaan Naftalie yang selalu mengantarnya pergi kerja, atau menyambutnya ketika dia pulang.Tentu saja dia sudah menyuruh Ed untuk membuat paviliun terpisah sendiri untuk Isabel karena kamar yang mereka gunakan sekarang hendak Jacob gunakan sebagai kamar bayinya. Paviliun itu sudah berdiri di bagian belakang rumah dekat kolam renang. Karena, walau kata Jacob rumah itu rumah yang mungil, tetap ada tanah dibelakang untuk paviliun studio, lalu ada taman bunga beserta pergolanya, dan tentu saja kandang kuda. Naftalie sempat mengejeknya tentang kandang kuda itu, tak ada rumah mungil yang memiliki kandang kuda. Tapi, bagi Jacob, rumah yang tak memiliki 16 kamar termasuk kecil. Mereka dapat dikatakan sungguh berbahagia sekarang karena Victoria akhirnya mati kutu karena semua yang dia
Sejujurnya grafolog itu sudah mendapatkan hasil pada hari surat itu diserahkan kepadanya. Namun karena itu adalah surat terakhir dari mendiang Jason Owen wanita itu mengulang- ulang pemeriksaannya berkali -kali.Bahkan saat dia sudah mau menyerahkannya kepada asisten dari Jacob Owen, pria itu tetap malah menyuruhnya untuk sekali lagi memeriksa ulang hasilnya agar benar-benar teliti.Kali ini wanita itu duduk dengan gugup sama menunggu dari billionaire itu keluar dari kamar. Karena hasil dari pemeriksaannya sungguh buruk dan bahkan bisa menjadi bukti sebagai pembunuhan berencana. Dengan masih berperban walaupun tipis, asisten dari Jacob Owen menyuruh grafolog itu duduk. Wanita itu terkesiap saat melihat Jacob dan istrinya keluar. Mereka bagaikan model di majalah yang keluar dalam dunia nyata. “Jadi bagaimana hasilnya? Apakah ini asli tulisan Jason?” tanya Jacob sambil duduk di sofa. Pria itu menatap grafolog dengan tatapan tajam sehingga wanita itu merasa sedang diinterogasi.“Oh … “
Naftalie merasa sangat lelah, akhirnya hari- hari selama perang dingin dengan Jacob berakhir. Pria itu kemungkinan akan kembali ke kastilnya, sedangkan Nat sendiri akan kembali tinggal di rumah ini. Selama Ed dan Isabel di rumah sakit, Jacob tidur di kamar Isabel, sedangkan dirinya tidur di kamarnya sendiri. Pria itu kembali ke kebiasaan lamanya. Perlakukan Naftalie bagai mereka hanyalah teman sekamar yang tidak terlalu akrab.Anehnya pria itu tetap keluar saat jam makan malam, dan mereka makan malam dalam keheningan yang menyakitkan hati Naftalie. Bagaimana bisa, mereka yang dulu begitu akrab, kini begitu jauh padahal mereka tidur bersebelahan kamar?Tapi semua itu akan segera berakhir. Karena Ed dan Isabel sudah pulang, Jacob juga akan segera kembali ke rumahnya. Naftalie akan terbebas dari segala perasaannya yang tak menentu.Wanita itu sangat marah, karena lagi- lagi suaminya tak percaya padanya. Naftalie pikir setelah kasus kehamilannya, Jacob akan mempercayai Nat sepenuhnya..
“Jake …” Naftalie memandang wajah suaminya yang mengeras. “Aku … nggak nyangka!” desah pria itu sambil tak mengalihkan pandangannya dari kertas di tangan.“Apa … apa itu?” tanya Naftalie dengan suara bergetar.“Tangkap dia!” ujar Jacob memberikan perintah kepada para detektif. Victoria tersenyum senang karena pada akhirnya Jacob kembali ke dalam genggamannya. Polisi dengan heran mendekati wanita cantik berambut merah itu. Tapi Jacob segera menggeram dengan mengerikan.“Ibuku lah! Dia tetap pembunuh pria tadi!” geram Jacob dengan suara mengerikan.Para detektif itu, walau sedikit kesal karena kena bentakan Jacob, tetap mengerjakan apa yang pria itu perintahkan.Victoria yang merasa tadi di atas awan kini segera terjun bebas karena tangannya tiba-tiba dipegang oleh kepala detektif itu untuk ditahan. Minta itu kembali menggeliat seperti belut mencoba melepaskan diri. “Lepasin nggak!” jerit wanita itu dengan sekuat tenaga. Wanita itu menendang ke segala arah sambil menjerit- jerit sepe
Dengan napas memburu Jacob segera kembali ke rumah sakit di mana Ed dan Isabel dirawat. Namun yang lebih penting istrinya, jangan sampai Naftalie kenapa- kenapa karena perbuatan ibu tirinya itu. Tapi Jacob tak menyesal pergi, karena dia berhasil menemukan bukti di mobil dan kini dia tinggal menyeret wanita tua tak tahu diri itu ke penjara dan memastikan wanita itu tinggal di sana!Langkah kakinya bergaung di lorong rumah sakit dengan masih tetap diikuti para detektif di belakangnya. Begitu pintu lift terbuka tadi, Jacob bisa mendengar jeritan ibu tirinya bergaung di lorong rumah sakit. Seharusnya pihak keamanan sudah menyumpal mulutnya dengan kaus kaki, kalau Jacob ada di situ. Suaranya yang melengking membuat Jacob malu. Bagaimanapun dia tetap pemilik saham dari rumah sakit itu. Pandangan para perawat dan dokter yang segera pura- pura mengalihkan perhatian dari suara Victoria benar- benar memalukan. Tapi mungkin karena Jacob pemilik saham rumah sakit ini juga yang membuat Victoria
Dengan geram pria berwajah tampan itu segera menuju ke tempat di mana ibu tirinya berada. Wanita itu memang benar-benar sudah keterlaluan dia tidak bisa lagi didiamkan. Check up akan memastikan wanita itu masuk ke dalam penjara karena semua perbuatannya ini. Sudah ada beberapa dokumen dan data -data yang dia kumpulkan untuk memastikan wanita itu bisa dipidanakan, tapi yang ini benar -benar akan langsung menyeret wanita itu ke penjara.“Benar ini adalah mobilnya!” ujar salah satu petugas yang mengikuti Jacob setelah mereka sampai ke kastil tua Owen yang ditinggali oleh mama tiri dan papanya saat pria itu masih hidup. Jacob mendengus dengan jijik begitu melihat pergola di taman sudah menghilang. Pergola itu adalah hadiah dari papanya Jacob untuk mama kandung Jacob. Sejak kedatangan ibu tirinya, wanita itu tidak pernah menyukai pergola di taman itu, karena mengingatkan ayahnya Jacob kepada mendiang istrinya. Pada akhirnya Victoria sudah berhasil menghancurkan semua pergola itu dan mem