Naftalie terbelalak kala menyadari ucapan Ed. “Secepat itu?”
Sayangnya, Ed tampak serius.
Kini keduanya bahkan telah tiba di bridal ternama ibu kota, tanpa kehadiran Jacob, sang mempelai laki-laki.
Naftalie terdiam.
Mengenakan gaun pengantin adalah hal yang baru baginya.
Awalnya, dia berpikir akan didampingi calon suami dan diperbolehkan untuk memilih gaunnya sendiri.
Akan tetapi, Ed segera menggiring Nat menuju ruang ganti dan menyerahkan gaun pengantinnya.
“Kenakan!” ucap asisten Jacob itu tegas. “Segera pastikan gaunnya pas dan siap dikenakan besok. Nggak boleh gagal, Anda tau akibatnya kalau—”
Naftalie tak sempat mendengar kelanjutan dari ancaman Ed karena wanita itu segera masuk ke dalam ruang ganti.
Pegawai bridal pun gegas membuka bajunya dan memakaikan gaun pengantin pilihan itu ke tubuh Naftalie.
Anehnya, gaun itu benar- benar terasa sangat pas di tubuhnya, seakan memang gaun itu dijahit khusus dirinya!
Pegawai yang membantunya sampai bingung.
Diputarnya tubuh Nat berulang kali memastikan penglihatan.
“Sepertinya nggak ada yang harus diperbaiki, ini … udah pas banget, ya?” ucapnya kagum dengan betapa cantiknya gaun itu di tubuh Nat.
Di sisi lain, Naftalie juga terkejut kala melihat bayangan di cermin.
Saat gaun itu diberikan padanya, dia pikir gaun itu sangat buruk.
Gaun itu terlalu tertutup dengan brokat dan renda di bagian kerahnya. Lalu, roknya melekat–mengikuti lekuk tubuh Nat sampai ke ujung mata kakinya.
Tapi, setelah dikenakan, semua brokat dan renda yang rasanya terlalu norak itu kini jatuh sempurna di lekuk tubuhnya.
Meski jauh dengan gaun impiannya, ini begitu luar biasa!
Hanya saja, rasa takut seketika melingkupi Naftalie kala melihat bekas memar kebiruan di lehernya.
“Astaga, Naftalie. Kau akan menikahi pria yang kemungkinan akan membunuhmu,” ucap perempuan itu dalam hati.
Ctas!
Petugas bridal itu mendadak membuat sanggul untuk mencari hiasan di atas kepala Naftalie.
Wanita tua itu bahkan mau melepas kalung yang melingkar di leher Naftalie.
“Jangan!” pekik Naftalie sambil menepis tangan sang pegawai bridal.
Selain lebam, kalung itu adalah kalung pemberian Jason saat berjanji akan selalu bersamanya.
Naftalie segera menggenggam liontin itu.
“Tuan Ed meminta saya menggantinya dengan ini,” ucap petugas itu sambil memberikan kalung lain.
Naftalie terdiam. Dia menatap kalung berlian yang berbentuk choker itu dan segera menggelengkan kepalanya.
“Saya nggak mau pakai,” tolak Naftalie. “Gaun anting dan apapun boleh dia pilihkan, tapi untuk kalung ini, tidak.”
Di sisi lain, petugas bridal itu menatap bingung ke bekas cetakan tangan Jacob.
Choker berhiaskan berlian ini sangat tepat untuk menyembunyikan bekas cekikan di leher client-nya ini.
Dia tak mungkin membuat reputasi tempatnya bekerja menjadi buruk.
Wanita tua itu menghela napas. “Umm … sepertinya itu bisa ditutup dengan makeup,” desahnya sembari menatap bola mata hijau milik Naftalie.
Naftalie sontak tersadar kalau wanita itu membicarakan tentang bekas cekikannya.
Wanita itu segera mengangguk dengan perasaan jengah.
“Iya pasti bisa,” ucap Naftalie cepat.
Hanya tinggal liontin itu kenangannya akan Jason.
Tak ada siapa pun yang boleh mengambil liontin itu.
Siapapun!
***
“Arrgh!” geram Jacob–mencoba untuk menghilangkan bayangan Naftalie yang berada di pelukannya tadi pagi.
Gara-gara wanita jelek itu, pekerjaan Jacob dari pagi belum ada yang selesai. Padahal besok sudah hari pernikahannya.
Pasti, seharian Jacob jadi tak bisa menyentuh pekerjaannya.
“Tapi, kenapa bibirnya tadi terasa manis?” lirihnya tanpa sadar sambil memegang bibirnya.
Bayangan wajah cantik Naftalie yang pucat tak bernyawa yang berada di dalam pelukannya tadi kembali muncul.
Diremasnya kertas yang sedang dia tulis tadi.
“Wanita itu hampir mati di tanganku tadi,” omel Jacob meyakinkan diri, “pasti karena itu aku teringat terus padanya!”
Setelah itu, Jacob mencoba menghapus bayangan Naftalie di pikirannya.
Tanpa terasa, hari pun berlalu.
Hari ini adalah hari pernikahan keduanya.
Naftalie kini tampak berjalan di antara bangku gereja yang kosong.
Tamu yang ada di sana hanyalah Ed dan wanita yang dari pagi sibuk mengurusi Naftalie.
Rambut merah perempuan itu sudah digelung naik ke atas dengan beberapa helai anak rambut yang terjuntai cantik di sekitar wajahnya. Semuanya terlihat sempurna, bahkan gereja kosong itu.Hanya saja, bukan sang kekasih yang menunggu Naftalie di depan sana, melainkan Jacob--mantan calon kakak iparnya.
Ketika Naftalie mendekat ke arahnya, perempuan itu dapat melihat Jacob mendengus jijik saat menarik tangannya kasar.
Tampak sekali, dia terpaksa menggandeng tangan Naftalie saat wanita itu sampai di altar.
“Haruskah aku berlari dan kabur darinya?” dengus Naftalie dalam hati, menahan kesal.
Hanya saja, tanpa disadari, proses pernikahan yang hikmad membuat kegugupan Naftalie kembali.
Terutama kala saat mengulangi janji yang diucapkan pendeta yang mengatakan kalau mereka akan tetap setia sampai mati.Padahal, Naftalie jelas-jelas sudah menandatangani surat kontrak kalau mereka hanya menikah setahun.
“Aku Naftalie Ambrosia akan setia untuk mencintai, menghargai dan menghormati suami saya Jacob Owen untuk selamanya sampai maut memisahkan.”
Suaranya bergetar dan seperti tikus yang mencicit ketakutan saat mengulangi ucapan pendeta.Sementara itu, suara Jacob yang berat seakan mengejek setiap pria itu mengucapkan janji yang sama.
Tak butuh waktu lama, prosesi itu telah selesai dan berlanjut resepsi.
Namun mendadak, Naftalie disuruh mengganti baju pengantinnya yang serba tertutup itu dengan gaun pendek yang kekurangan bahan!“Baju ini nggak dicoba kemarin, ini kesempitan!” keluh wanita itu yang merasa sangat malu karena merasa bokongnya akan terlihat ketika dia menunduk, "Adakah gaun lain yang bisa kugunakan?"Ditatapnya asisten Jacob dengan penuh harap, hingga pria itu menghela napas panjang. "Anda...."
"Anda sudah ditunggu Tuan Jake. Jadi, mohon jangan buang waktu," ucap pria itu.Dia pun mendorong Naftalie--tak peduli dengan protes wanita itu. Di sisi lain, Jacob tak mengatakan apa-apa begitu melihat gaunnya yang kelewat mini itu. Seperti biasa, pria itu segera membuang tatapannya ketika tatapan mata mereka bertemu. Jadi, Naftalie tak tahu apa yang harus dilakukan, selain berdiri bagaikan orang bodoh dan mengikuti rangkaian acara resepsi yang tak ada keterlibatan darinya. “Senyumlah. Jangan membuat suamimu ini malu!” bisik Jake mendadak lalu mendorong kasar pinggang Nat untuk menerima ucapan selamat dari pasangan tua yang terlihat penting. Deg! Naftalie terperanjat kala menyaksikan pria itu merangkul pinggangnya dan tersenyum menunjukkan giginya yang rata pada semua orang. “Pengantinmu cantik sekali, selamat ya Jake,” ucap mendadak salah seorang nenek cantik yang masih tampak anggun. Hanya saja, Naftalie dapat melihat kening wanita tua itu berkerut dan menatap penuh celaan
“Malam pertama,” desah Naftalie berulang-ulang dalam hatinya seusai resepsi berakhir.Bahkan, ketika sepanjang jalan menuju rumah besar milik Jacob, jantungnya berdebar kencang. Jemarinya juga basah karena gugup. “Kami sudah menikah dan nggak ada lagi alasannya untuk menolak.” Naftalie terus berbicara di dalam hatinya dengan panik sambil berusaha tak mengganggu suami barunya yang hanya duduk diam sepanjang perjalanan. Sungguh, Naftalie takut kalau tiba-tiba Jacob mencercanya lagi.Tapi, tidak seperti yang Naftalie pikirkan, pria itu tak berkata apa-apa. Bahkan, hingga mereka sampai rumah. Anehnya .... rumah besar itu kosong. Brak!Tanpa bicara, Jacob membuka pintu dan berjalan menuju kamarnya. Pria itu benar- benar memperlakukan seakan Naftalie tidak ada.“Astaga,” desah Naftalie dalam hati dengan resah. Diikutinya sang suamin dengan jantung berdebar kencang.Untungnya, Jacob segera masuk ke kamar mandi dan meninggalkannya sendirian.Naftalie pun bisa menghela napas lega.Dia la
Wanita itu sudah sengaja untuk mandi berlama-lama. Namun selama-lamanya dia mandi tetap saja dia harus keluar ke kamar itu. Akhirnya sambil menguatkan dirinya naftali masuk kembali ke kamar utama setelah mengambil baju tidur tersopan yang ada. Sialnya kimono dari satin kemarin sudah menghilang. Padahal Naftalie sudah menyimpannya kembali karena hanya itu pakaian tidurnya yang sopan, hanya itu, lainnya terlalu banyak lobang angin.Sambil mengerang wanita itu mengambil pakaian dari satin berwarna putih dengan tali spaghetti dan celana yang teramat pendek berwarna senada. Di bagian dadanya ada hiasan bunga-bunga kecil dari renda.Sebenarnya pikirannya tidak tertuju pada pakaian tidurnya lagi, setelah tadi mereka berciuman di tengah pesta dan pria itu memeluknya untuk melepaskan rambutnya yang tersangkut hal yang terakhir terjadi benar-benar di luar dari bayangan Naftalie.“Malam pertama, hari ini adalah malam pertama.” Kata-kata itu kembali berulang di kepala Naftalie terlebih setelah
Lagi- lagi Naftalie terbangun karena ada tangan berat yang memeluknya. Keningnya segera berkerut dengan bingung. “Bukankah aku tidur di sofa semalam? Tapi kenapa sekarang aku di atas tempat tidur?” tanyanya dalam hati sambil memperhatikan sekitarnya. Jelas dia sudah tidak di sofa lagi sekarang karena dia bisa mendengar dengkur suaminya dengan jelas.Kali ini Naftalie takut bergerak karena takut membangunkan Jacob lagi. Wanita itu tak mau kejadian kemarin terulang kembali. Namun, berada dalam pelukan pria itu rasanya seperti sedang menginjak perangkap tikus, begitu dia bergerak pria itu bisa mencengkramnya tiba- tiba seperti kemarin pagi.Napas pria itu terasa di tengkuk Naftalie, hangat dan berat.“Ooh, aku harus pipis!” pekik Naftalie dengan kesal pada dirinya sendiri. Namun, sebelum wanita itu sempat melakukan apa-apa, tiba-tiba Jacob menariknya mendekat dan menjadikan dia seperti guling. Kini bibir tebal pria itu benar-benar menempel di tengkuk Naftalie dan hal itu segera membu
Wanita itu seenaknya saja terus mendorong Jacob semakin ke tepi tempat tidur. Dengan kesal pria itu menahan tubuh kurus itu dengan tangannya, tapi wanita itu malah masuk dalam pelukannya.Awalnya Jacob mau menendang wanita itu turun dari tempat tidur tapi lagi-lagi tatapan matanya tertumpu ke bekas kebiruan di leher wanita itu.Akhirnya pria itu mendesah dan mencoba menutup mata. Walau kesal kehangatan tubuh kurus yang ada dalam pelukannya ternyata menbuat Jacob yang biasanya sulit tidur menjadi mengantuk dan tertidur.Tapi pagi ini Jacob tak bisa menahan gairah kelaki-lakiannya saat wanita itu terus mendorong bokongnya yang bulat ke arah jagoannya. “Bukankah mereka sudah suami istri? Kemarin bukannya dia bilang hari terakhir minggu lalu, jadi sekarang seharusnya dia subur!”“Kelakuannya juga memang seakan mau dihajar!” geram Jacob saat Naftalie mengerang saat bibirnya mengenai cerukan leher wanita itu.“Kamu yang minta kan! Lepas semua! Aku mau lihat!” titah pria tampan itu sambil me
Jantung Naftalie berdebar kencang sekali, sepertinya pria itu benar-benar tak menerima penolakannya. Dengan cepat namun terstruktur, pria itu mulai memperdayai Naftalie membuatnya lengah dan tak berdaya dengan segala sentuhannya.Berulang kali Naftali merasa seakan terkena aliran listrik entah dari mana. Wanita itu merasa panas, dan merinding dalam waktu yang bersamaan. Semua sentuhan suaminya membuat Naftalie mengeluarkan suara-suara aneh dari dalam dirinya, yang dia tak pernah dia sangka bisa dia keluarkan. “Ada yang salah pada diriku! Nggak seharusnya aku merintih seperti ini!” isak Naftalie dalam hati saat pria itu memindahan bibirnya dan mulai menyesap puncaknya yang sebelah lagi.Naftalie menggeliat dan menekuk tubuhnya. Sekujur tubuhnya bergetar karena semua rangsangan yang Jacob berikan membuat gelitik yang teramat nikmat yang tak dapat lagi Naftalie tahan. Wanita itu memekik memanggil nama suaminya.“Jacob!”“Kenapa panggil namaku?” desis pria itu dengan geram lalu tiba- tib
Setelah pria itu pergi, Naftalie kembali masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Wanita itu benci pada dirinya sendiri, karena terus berharap kalau suaminya akan kembali datang masuk ke kamar tidur mereka.Namun ternyata, sampai pagi menjelang pria itu tidak pernah masuk kembali. Seharusnya Naftalie bisa tidur kembali, tapi nyatanya wanita itu menjadi pusing karena kurang tidur.Dengan kepala terasa berputar, wanita itu mengganti baju dan keluar untuk sarapan. Jantungnya berdebar kencang karena berpikir akan bertemu dengan suaminya. Tapi pria itu menghilang secara misterius. “Mungkin dia kerja, buat apa dia ada dirumah?” pikir Naftalie dalam hati sambil mulai makan. Semua kegiatan panas di pagi hari tadi membuat perutnya kelaparan. Sepanjang sarapan wanita itu mengulang apa yang terjadi tadi, pikirannya mengulang-ulang semua yang Jacob lakukan pada dirinya. Kini Naftalie merasa sangat malu. Seharusnya dia menolak Jacob. Seharusnya pria itu menepati janjinya. Wanita itu mengu
Pria itu tak bicara sampai Naftalie menutup pintu kamar mereka. “Kamu bisa berias kan?” tanya pria itu tiba-tiba. Kening Naftalie berkerut tebal karena bingung dengan pertanyaan Jacob yang aneh.Selama berjalan tadi Naftalie mengira kalau dia akan dimarahi karena berani-berani berjalan-jalan di dalam rumah Jacob dan masuk ke kamar Jason, atau mungkin Jacob akan membicarakan tentang peristiwa tadi pagi yang gagal. Tapi setelah bertanya, pria itu malah terus berjalan masuk ke kamar yang berisi lemari baju mereka Dengan bingung Naftalie segera mengikuti pria bertubuh tinggi itu masuk ke kamar baju mereka. Pria itu membuka lemari dan mengeluarkan gaun hitam buat Naftalie.I“Pakai ini,” desah pria itu sambil melirik sedikit ke arah Naftalie. Naftalie menerima gaun yang diberikan oleh Jacob dengan terkejut. Tapi lebih terkesiap saat pria itu mendekat dan menyentuh rahangnya tiba-tiba.Pria itu terlalu dekat, sampa-sampai napasnya pun mengenai wajahnya Naftalie.Bola mata biru tua mili