Tak lama setelahnya, seorang perawat tiba-tiba masuk dan membantu Naftalie untuk pulang dengan sangat ramah.
Padahal sejak kemarin dia ditahan! Kini benar-benar terasa perbedaan perlakuan orang terhadap seseorang yang tak punya uang. Memang uang membuat semua berbeda
Tak lama, Ed pun mengantar Naftalie ke parkiran, tempat di mana sebuah mobil limited edition terparkir.
Jason memang permah mengatakan kalau keluarganya cukup kaya. Tapi, Naftalie tak mengira kalau mereka sekaya ini.
Yang hanya almarhum tunangannya ceritakan dengan detail adalah betapa baiknya sang kakak yang bernama Jacob itu.
Semua kata -kata Jason, Naftalie percaya 100 persen, sampai dia bertemu Jacob hari ini.
Pria itu dingin, kasar dan sangat merendahkannya. Lagi-lagi uang, uang memang membuat semua jadi berbeda.
“Semoga, Jacob memang tidak seburuk itu,” batin Naftalie harap-harap cemas sembari memasuki mobil yang membawanya ke sebuah rumah yang sangat mirip dengan kastil kecil.
Dengan jantung berdebar kencang, wanita muda itu khawatir kalau dia akan bertemu dengan Jacob di sana.
Tapi, untungnya, tak ada tanda-tanda pria itu di sana. Tanpa bicara, Ed hanya mengantarnya menuju sebuah kamar besar dengan pemandangan kolam renang.
Naftalie menghela napas. Ini adalah kehidupannya yang baru. Dia memandang ke seluruh kamar dengan perasaan tak menentu.
“Ini kamar Anda dan Tuan Jake.”
“Hah?” Naftalie segera menoleh untuk menatap pria gempal itu dengan bingung.
Dia ingat dengan jelas kata-kata Jacob yang mengatakan bahwa pria itu tak akan menyentuhnya selama mereka menikah.
Tapi, kenapa mereka jadi satu kamar?
“Silahkan membersihkan diri.”
Pria itu menunduk permisi, lalu tanpa berkata apa-apa, pria menutup pintu dari belakangnya.
“Eeh kok, tunggu dulu, kenapa aku harus membersihkan diri!” pekik Naftalie.
Wanita itu segera memegang gagang pintu dan memutarnya karena ingin keluar.
“ED?” panggilnya panik
Tak ada jawaban dari asisten Jacob itu.
Bahu Naftalie melemas. Rasanya, dia ingin menangis.
“Ekhem….” Terdengar suara berat dari belakang Naftalie.
Wanita muda itu terlonjak kaget. Ternyata sudah ada Jacob di belakangnya. Jantung Naftalie seketika berdebar kencang.
“Kamu mau apa?”
“Aku cari Ed. Dia bilang ini … ini kamar kamu juga,” jelas Naftalie, “dia salah, ‘kan? Ki- kita kan nggak sekamar, kan? Katamu, kita hanya menikah di kertas, jadi—”
Belum selesai berbicara, pria itu tiba-tiba mendengus keras.
Diletakkannya telapak tangan di pintu sehingga memerangkap Naftalie yang dari tadi menempel di pintu kayu gelap itu.
Pria itu bahkan mendekatkan wajahnya sampai hidung mereka hampir bertemu!
“Kamu pikir kamu siapa, sampai dapat kamar sendiri? Kamarmu ya di sini!” geram Jacob dengan suaranya yang dalam.
Naftalie terkesiap. Dia pun menutup mata, saking takutnya.
Rasanya berabad-abad telah berlalu, sampai pria itu menarik tangannya dan berjalan ke arah tempat tidur.
“Tempat tidur ini besar,” tegas Jacob, “bisa untuk kita berdua.”
Naftalie seketika merasa sekujur tubuhnya dialiri kehangatan kembali. Berada di dekat Jacob yang seperti balok es, sepertinya tak baik untuk tubuhnya.
Hanya saja, ketika bola mata Naftalie jatuh ke arah tempat tidur bergaya Victoria di depannya, ia bergidik ngeri.
Terlebih kala mendengar ucapan Jacob selanjutnya, “Jangan coba membantah!”
“Tapi,–”
“Apa kamu tidak baca di perjanjian, kalau kita harus segera membuat keturunan untuk keluarga Owen?” potong Jacob cepat.
“A-anak?”
Jantung Naftalie serasa berhenti berdetak.
“Ka-katanya kamu tak akan menyentuhku?” cicit Naftalie lemah.
Wanita itu sama sekali tidak membaca apa isi kontrak itu sebenarnya. Tadi, Naftalie percaya kalau apapun isi perjanjian kontrak itu, pasti lebih baik daripada dia dipenjara ikut papanya karena tak bisa bayar hutang.
Tapi, siapa sangka begini? Anak? Walau usianya 26 tahun, tapi Naftalie sama sekali belum berpikir untuk punya anak! Apalagi dengan pria kulkas seperti Jacob.
Di wajah tampan pria itu tiba-tiba muncul seringai yang mengerikan.
“Ya, aku bohong, tapi kamu sudah tanda tangan. Dalam setahun, kita harus memiliki anak laki-laki,” ucap pria itu sambil menatap penuh selidik ke arah Naftalie, “Kamu wanita muda dan sehat … ummm walau terlalu kurus, kamu pasti bisa menghasilkan anak, ‘kan?”
“Jadi, kamu harus tidur di sini sampai kita punya anak!” ujar Jacob seakan melahirkan anak semudah membuat roti isi. Dengan mudahnya pria itu mengaku kalau dia berbohong. Naftalie merasa sangat bodoh.
“Oh, iya. Kapan terakhir kamu datang bulan?”
Naftalie menelan ludahnya kasar. Dia terlalu kaget atas pertanyaan Jacob barusan.
“Kenapa?” ucap perempuan itu pada akhirnya.
Jacob tersenyum sinis. “Aku sebenarnya tidak bohong, aku hanya akan menghampirimu, kalau kamu sedang subur saja! Fokus kita untuk membuat anak.”
Pria itu melanjutkan kata-katanya sambil mendekati Naftalie dan mulai menyentuh wajahnya dengan ujung jarinya.
Sentuhan pria itu membuat Naftalie merinding. Terlebih, saat bola mata biru itu menatapnya. Segera otomatis mata Naftalie tertutup.
“Kapan hari terakhirnya?” tanya pria itu kasar.
Jacob mendorong pundak Naftalie, sehingga wanita itu semakin terjepit ke pintu.
Naftalie merasakan jantungnya akan copot. Dia menunduk karena menghindari pandangan Jacob yang menusuk sementara otaknya berputar untuk mengingat kapan terakhir dia datang bulan.
“Mi-minggu lalu,” cicit Naftalie akhirnya sambil tetap menunduk karena menghindari pandangan Jacob.
Begitu mendengar jawabannya, Jacob segera menjauh dan menatapnya jijik.
“Aku nggak akan membuang-buang benihku di waktu yang tak perlu,” ucapnya.
Pria itu lalu pergi meninggalkan Naftalie dalam keadaan terpaku.
Walau kakak-beradik, Jacob sangat berbeda dengan Jason. Pria yang akan menjadi suaminya itu begitu dingin dan penuh amarah.
Tapi … marah kenapa?
Naftalie saja tidak kenal dengan pria itu. Dia hanya mendengar betapa hebatnya Kak Jacob atau betapa kerennya Kak Jacob dari Jason.
Perempuan itu menghela napas panjang. Setidaknya, saat ini, pria mengerikan itu sudah keluar dari ruangan dan meninggalkannya sendiri.
Perlahan, Naftalie pun mulai melangkah ke tengah untuk memperhatikan kamar barunya.
Wanita itu ngeri melihat tempat tidur besar dari kayu itu, karena setiap kali matanya melihat ke sana, pikirannya kembali kepada perkataan Jacob tentang membuat anak.
“Tapi … dia tak akan membuang-buang benihnya kalau aku sedang tidak subur. Jadi, dia nggak akan disentuh aku malam ini kan?” tanya Naftalie dalam hati sambil berusaha menahan gemuruh jantungnya.
Matanya kembali ke arah tempat tidur dan mendesah ngeri.
Sementara itu … pria yang dimaksud Naftalie, tengah terdiam di ruangannya sendiri.
Matanya menatap secarik kertas yang berisi kemarahan atas perselingkuhan Naftalie? Bagaimana bisa perempuan itu hidup dengan tenang setelah kematian Jason? Dia sama sekali tak merasa bersalah!
Jacob tersenyum sinis teringat kontrak yang mengikat Naftalie. “Jason, akan kubalaskan dendammu pada wanita itu,” geramnya sambil mendengus marah.
Sambil menatap langit-langit kamar, Naftalie kini terdiam di atas ranjang. Dia baru saja disodorkan makanan enak oleh koki di kastil itu, lalu mandi dengan air hangat sepuasnya di jacuzzi. Naftalie bahkan sempat terkejut, bagaimana bisa lemari di kamar itu berisi berbagai pakaian baru untuknya? Walau sebenarnya terikat kontrak aneh, tapi hidup barunya benar-benar dimanjakan kemewahan. Wanita itu segera mengambil salah satu pakaian tidur yang paling sopan, diantara semua ligeri yang ada, yakni sebuah kimono dengan celana pendek dari satin walau tak berkancing dan hanya diikat di bagian perut. Beruntungnya lagi, Jacob tak kunjung datang. Mungkin karena bukan subur dia akan aman. “Sebaiknya, aku tidur saja,” lirih Naftalie mulai merasa tenang. Perlahan, dia merebahkan tubuhnya di kamarnya yang baru. Karena begitu banyak kejadian yang terjadi pada hari ini, begitu kepalanya menyentuh bantal berwarna gelap itu, Naftalie segera tertidur. Wanita itu bahkan tak sadar jika Jacob mas
Naftalie terbelalak kala menyadari ucapan Ed. “Secepat itu?”Sayangnya, Ed tampak serius.Kini keduanya bahkan telah tiba di bridal ternama ibu kota, tanpa kehadiran Jacob, sang mempelai laki-laki. Naftalie terdiam. Mengenakan gaun pengantin adalah hal yang baru baginya. Awalnya, dia berpikir akan didampingi calon suami dan diperbolehkan untuk memilih gaunnya sendiri. Akan tetapi, Ed segera menggiring Nat menuju ruang ganti dan menyerahkan gaun pengantinnya. “Kenakan!” ucap asisten Jacob itu tegas. “Segera pastikan gaunnya pas dan siap dikenakan besok. Nggak boleh gagal, Anda tau akibatnya kalau—” Naftalie tak sempat mendengar kelanjutan dari ancaman Ed karena wanita itu segera masuk ke dalam ruang ganti.Pegawai bridal pun gegas membuka bajunya dan memakaikan gaun pengantin pilihan itu ke tubuh Naftalie.Anehnya, gaun itu benar- benar terasa sangat pas di tubuhnya, seakan memang gaun itu dijahit khusus dirinya! Pegawai yang membantunya sampai bingung.Diputarnya tubuh Nat beru
"Anda sudah ditunggu Tuan Jake. Jadi, mohon jangan buang waktu," ucap pria itu.Dia pun mendorong Naftalie--tak peduli dengan protes wanita itu. Di sisi lain, Jacob tak mengatakan apa-apa begitu melihat gaunnya yang kelewat mini itu. Seperti biasa, pria itu segera membuang tatapannya ketika tatapan mata mereka bertemu. Jadi, Naftalie tak tahu apa yang harus dilakukan, selain berdiri bagaikan orang bodoh dan mengikuti rangkaian acara resepsi yang tak ada keterlibatan darinya. “Senyumlah. Jangan membuat suamimu ini malu!” bisik Jake mendadak lalu mendorong kasar pinggang Nat untuk menerima ucapan selamat dari pasangan tua yang terlihat penting. Deg! Naftalie terperanjat kala menyaksikan pria itu merangkul pinggangnya dan tersenyum menunjukkan giginya yang rata pada semua orang. “Pengantinmu cantik sekali, selamat ya Jake,” ucap mendadak salah seorang nenek cantik yang masih tampak anggun. Hanya saja, Naftalie dapat melihat kening wanita tua itu berkerut dan menatap penuh celaan
“Malam pertama,” desah Naftalie berulang-ulang dalam hatinya seusai resepsi berakhir.Bahkan, ketika sepanjang jalan menuju rumah besar milik Jacob, jantungnya berdebar kencang. Jemarinya juga basah karena gugup. “Kami sudah menikah dan nggak ada lagi alasannya untuk menolak.” Naftalie terus berbicara di dalam hatinya dengan panik sambil berusaha tak mengganggu suami barunya yang hanya duduk diam sepanjang perjalanan. Sungguh, Naftalie takut kalau tiba-tiba Jacob mencercanya lagi.Tapi, tidak seperti yang Naftalie pikirkan, pria itu tak berkata apa-apa. Bahkan, hingga mereka sampai rumah. Anehnya .... rumah besar itu kosong. Brak!Tanpa bicara, Jacob membuka pintu dan berjalan menuju kamarnya. Pria itu benar- benar memperlakukan seakan Naftalie tidak ada.“Astaga,” desah Naftalie dalam hati dengan resah. Diikutinya sang suamin dengan jantung berdebar kencang.Untungnya, Jacob segera masuk ke kamar mandi dan meninggalkannya sendirian.Naftalie pun bisa menghela napas lega.Dia la
Wanita itu sudah sengaja untuk mandi berlama-lama. Namun selama-lamanya dia mandi tetap saja dia harus keluar ke kamar itu. Akhirnya sambil menguatkan dirinya naftali masuk kembali ke kamar utama setelah mengambil baju tidur tersopan yang ada. Sialnya kimono dari satin kemarin sudah menghilang. Padahal Naftalie sudah menyimpannya kembali karena hanya itu pakaian tidurnya yang sopan, hanya itu, lainnya terlalu banyak lobang angin.Sambil mengerang wanita itu mengambil pakaian dari satin berwarna putih dengan tali spaghetti dan celana yang teramat pendek berwarna senada. Di bagian dadanya ada hiasan bunga-bunga kecil dari renda.Sebenarnya pikirannya tidak tertuju pada pakaian tidurnya lagi, setelah tadi mereka berciuman di tengah pesta dan pria itu memeluknya untuk melepaskan rambutnya yang tersangkut hal yang terakhir terjadi benar-benar di luar dari bayangan Naftalie.“Malam pertama, hari ini adalah malam pertama.” Kata-kata itu kembali berulang di kepala Naftalie terlebih setelah
Lagi- lagi Naftalie terbangun karena ada tangan berat yang memeluknya. Keningnya segera berkerut dengan bingung. “Bukankah aku tidur di sofa semalam? Tapi kenapa sekarang aku di atas tempat tidur?” tanyanya dalam hati sambil memperhatikan sekitarnya. Jelas dia sudah tidak di sofa lagi sekarang karena dia bisa mendengar dengkur suaminya dengan jelas.Kali ini Naftalie takut bergerak karena takut membangunkan Jacob lagi. Wanita itu tak mau kejadian kemarin terulang kembali. Namun, berada dalam pelukan pria itu rasanya seperti sedang menginjak perangkap tikus, begitu dia bergerak pria itu bisa mencengkramnya tiba- tiba seperti kemarin pagi.Napas pria itu terasa di tengkuk Naftalie, hangat dan berat.“Ooh, aku harus pipis!” pekik Naftalie dengan kesal pada dirinya sendiri. Namun, sebelum wanita itu sempat melakukan apa-apa, tiba-tiba Jacob menariknya mendekat dan menjadikan dia seperti guling. Kini bibir tebal pria itu benar-benar menempel di tengkuk Naftalie dan hal itu segera membu
Wanita itu seenaknya saja terus mendorong Jacob semakin ke tepi tempat tidur. Dengan kesal pria itu menahan tubuh kurus itu dengan tangannya, tapi wanita itu malah masuk dalam pelukannya.Awalnya Jacob mau menendang wanita itu turun dari tempat tidur tapi lagi-lagi tatapan matanya tertumpu ke bekas kebiruan di leher wanita itu.Akhirnya pria itu mendesah dan mencoba menutup mata. Walau kesal kehangatan tubuh kurus yang ada dalam pelukannya ternyata menbuat Jacob yang biasanya sulit tidur menjadi mengantuk dan tertidur.Tapi pagi ini Jacob tak bisa menahan gairah kelaki-lakiannya saat wanita itu terus mendorong bokongnya yang bulat ke arah jagoannya. “Bukankah mereka sudah suami istri? Kemarin bukannya dia bilang hari terakhir minggu lalu, jadi sekarang seharusnya dia subur!”“Kelakuannya juga memang seakan mau dihajar!” geram Jacob saat Naftalie mengerang saat bibirnya mengenai cerukan leher wanita itu.“Kamu yang minta kan! Lepas semua! Aku mau lihat!” titah pria tampan itu sambil me
Jantung Naftalie berdebar kencang sekali, sepertinya pria itu benar-benar tak menerima penolakannya. Dengan cepat namun terstruktur, pria itu mulai memperdayai Naftalie membuatnya lengah dan tak berdaya dengan segala sentuhannya.Berulang kali Naftali merasa seakan terkena aliran listrik entah dari mana. Wanita itu merasa panas, dan merinding dalam waktu yang bersamaan. Semua sentuhan suaminya membuat Naftalie mengeluarkan suara-suara aneh dari dalam dirinya, yang dia tak pernah dia sangka bisa dia keluarkan. “Ada yang salah pada diriku! Nggak seharusnya aku merintih seperti ini!” isak Naftalie dalam hati saat pria itu memindahan bibirnya dan mulai menyesap puncaknya yang sebelah lagi.Naftalie menggeliat dan menekuk tubuhnya. Sekujur tubuhnya bergetar karena semua rangsangan yang Jacob berikan membuat gelitik yang teramat nikmat yang tak dapat lagi Naftalie tahan. Wanita itu memekik memanggil nama suaminya.“Jacob!”“Kenapa panggil namaku?” desis pria itu dengan geram lalu tiba- tib