Share

Ch. 2 Kontrak Menikah

Tak lama setelahnya, seorang perawat tiba-tiba masuk dan membantu Naftalie untuk pulang dengan sangat ramah.

Padahal sejak kemarin dia ditahan! Kini benar-benar terasa perbedaan perlakuan orang terhadap seseorang yang tak punya uang. Memang uang membuat semua berbeda

Tak lama, Ed pun mengantar Naftalie ke parkiran, tempat di mana sebuah mobil limited edition terparkir.

Jason memang permah mengatakan kalau keluarganya cukup kaya. Tapi, Naftalie tak mengira kalau mereka sekaya ini. 

Yang hanya almarhum tunangannya ceritakan dengan detail adalah betapa baiknya sang kakak yang bernama Jacob itu. 

Semua kata -kata Jason, Naftalie percaya 100 persen, sampai dia bertemu Jacob hari ini.

Pria itu dingin, kasar dan sangat merendahkannya. Lagi-lagi uang, uang memang membuat semua jadi berbeda.

“Semoga, Jacob memang tidak seburuk itu,” batin Naftalie harap-harap cemas sembari memasuki mobil yang membawanya ke sebuah rumah yang sangat mirip dengan kastil kecil.

Dengan jantung berdebar kencang, wanita muda itu khawatir kalau dia akan bertemu dengan Jacob di sana. 

Tapi, untungnya, tak ada tanda-tanda pria itu di sana. Tanpa bicara, Ed hanya mengantarnya menuju sebuah kamar besar dengan pemandangan kolam renang. 

Naftalie menghela napas. Ini adalah kehidupannya yang baru. Dia memandang ke seluruh kamar dengan perasaan tak menentu.

“Ini kamar Anda dan Tuan Jake.” 

“Hah?” Naftalie segera menoleh untuk menatap pria gempal itu dengan bingung. 

Dia ingat dengan jelas kata-kata Jacob yang mengatakan bahwa pria itu tak akan menyentuhnya selama mereka menikah. 

Tapi, kenapa mereka jadi satu kamar? 

“Silahkan membersihkan diri.” 

Pria itu menunduk permisi, lalu tanpa berkata apa-apa, pria menutup pintu dari belakangnya. 

“Eeh kok, tunggu dulu, kenapa aku harus membersihkan diri!” pekik Naftalie.  

Wanita itu segera memegang gagang pintu dan memutarnya karena ingin  keluar.

“ED?” panggilnya panik

Tak ada jawaban dari asisten Jacob itu.

Bahu Naftalie melemas. Rasanya, dia ingin menangis.

“Ekhem….” Terdengar suara berat dari belakang Naftalie. 

Wanita muda itu terlonjak kaget. Ternyata sudah ada Jacob di belakangnya. Jantung Naftalie seketika berdebar kencang.

“Kamu mau apa?” 

“Aku cari Ed. Dia bilang ini … ini kamar kamu juga,” jelas Naftalie, “dia salah, ‘kan? Ki- kita kan nggak sekamar, kan? Katamu, kita hanya menikah di kertas, jadi—”

Belum selesai berbicara, pria itu tiba-tiba mendengus keras. 

Diletakkannya telapak tangan di pintu sehingga memerangkap Naftalie yang dari tadi menempel di pintu kayu gelap itu.

Pria itu bahkan mendekatkan wajahnya sampai hidung mereka hampir bertemu!

“Kamu pikir kamu siapa, sampai dapat kamar sendiri? Kamarmu ya di sini!” geram Jacob dengan suaranya yang dalam. 

Naftalie terkesiap. Dia pun menutup mata, saking takutnya.

Rasanya berabad-abad telah berlalu, sampai pria itu menarik tangannya dan berjalan ke arah tempat tidur. 

“Tempat tidur ini besar,” tegas Jacob, “bisa untuk kita berdua.”

Naftalie seketika merasa sekujur tubuhnya dialiri kehangatan kembali. Berada di dekat Jacob yang seperti balok es, sepertinya tak baik untuk tubuhnya.

Hanya saja, ketika bola mata Naftalie jatuh ke arah tempat tidur bergaya Victoria di depannya, ia bergidik ngeri.  

Terlebih kala mendengar ucapan Jacob selanjutnya, “Jangan coba membantah!”

“Tapi,–” 

“Apa kamu tidak baca di perjanjian, kalau kita harus segera membuat keturunan untuk keluarga Owen?” potong Jacob cepat.

“A-anak?” 

Jantung Naftalie serasa berhenti berdetak.

“Ka-katanya kamu tak akan menyentuhku?” cicit Naftalie lemah.

Wanita itu sama sekali tidak membaca apa isi kontrak itu sebenarnya. Tadi, Naftalie percaya kalau apapun isi perjanjian kontrak itu, pasti lebih baik daripada dia dipenjara ikut papanya karena tak bisa bayar hutang.  

Tapi, siapa sangka begini? Anak? Walau usianya 26 tahun, tapi Naftalie sama sekali belum berpikir untuk punya anak! Apalagi dengan pria kulkas seperti Jacob.

Di wajah tampan pria itu tiba-tiba muncul seringai yang mengerikan.

“Ya, aku bohong, tapi kamu sudah tanda tangan. Dalam setahun, kita harus memiliki anak laki-laki,” ucap pria itu sambil menatap penuh selidik ke arah Naftalie, “Kamu wanita muda dan sehat … ummm walau terlalu kurus, kamu pasti bisa menghasilkan anak, ‘kan?”

“Jadi, kamu harus tidur di sini sampai kita punya anak!” ujar Jacob seakan melahirkan anak semudah membuat roti isi. Dengan mudahnya pria itu mengaku kalau dia berbohong. Naftalie merasa sangat bodoh.

“Oh, iya. Kapan terakhir kamu datang bulan?” 

Naftalie menelan ludahnya kasar.  Dia terlalu kaget atas pertanyaan Jacob barusan.

“Kenapa?” ucap perempuan itu pada akhirnya. 

Jacob tersenyum sinis. “Aku sebenarnya tidak bohong, aku hanya akan menghampirimu, kalau kamu sedang subur saja! Fokus kita untuk membuat anak.” 

Pria itu melanjutkan kata-katanya sambil mendekati Naftalie dan mulai menyentuh wajahnya dengan ujung jarinya. 

Sentuhan pria itu membuat Naftalie merinding. Terlebih, saat bola mata biru itu menatapnya. Segera otomatis mata Naftalie tertutup. 

“Kapan hari terakhirnya?” tanya pria itu kasar. 

Jacob mendorong pundak Naftalie, sehingga wanita itu semakin terjepit ke pintu.   

Naftalie merasakan jantungnya akan copot. Dia menunduk karena menghindari pandangan Jacob yang menusuk sementara otaknya berputar untuk mengingat kapan terakhir dia datang bulan.

“Mi-minggu lalu,” cicit Naftalie akhirnya sambil tetap menunduk karena menghindari pandangan Jacob.

Begitu mendengar jawabannya, Jacob segera menjauh dan menatapnya jijik.

“Aku nggak akan membuang-buang benihku di waktu yang tak perlu,” ucapnya. 

Pria itu lalu pergi meninggalkan Naftalie dalam keadaan terpaku. 

Walau kakak-beradik, Jacob sangat berbeda dengan Jason. Pria yang akan menjadi suaminya itu begitu dingin dan penuh amarah. 

Tapi … marah kenapa? 

Naftalie saja tidak kenal dengan pria itu. Dia hanya mendengar betapa hebatnya Kak Jacob atau betapa kerennya Kak Jacob dari Jason. 

Perempuan itu menghela napas panjang. Setidaknya, saat ini, pria mengerikan itu sudah keluar dari ruangan dan meninggalkannya sendiri.

Perlahan, Naftalie pun mulai melangkah ke tengah untuk memperhatikan kamar barunya. 

Wanita itu ngeri melihat tempat tidur besar dari kayu itu, karena setiap kali matanya melihat ke sana, pikirannya kembali kepada perkataan Jacob tentang membuat anak.   

“Tapi … dia tak akan membuang-buang benihnya kalau aku sedang tidak subur. Jadi, dia nggak akan disentuh aku malam ini kan?” tanya Naftalie dalam hati sambil berusaha menahan gemuruh jantungnya.

Matanya kembali ke arah tempat tidur dan mendesah ngeri. 

Sementara itu … pria yang dimaksud Naftalie, tengah terdiam di ruangannya sendiri.

Matanya menatap secarik kertas yang berisi kemarahan atas perselingkuhan Naftalie? Bagaimana bisa perempuan itu hidup dengan tenang setelah kematian Jason? Dia sama sekali tak merasa bersalah!

Jacob tersenyum sinis teringat kontrak yang mengikat Naftalie. “Jason, akan kubalaskan dendammu pada wanita itu,” geramnya sambil mendengus marah.

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Pinnacullata
emang Jacob sotoy aja y kk
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
pasti ada kesalahpahaman, Naftalie gk mungkin melakukan itu pd Jason.
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status