"Kalau kamu ingin aku mengakui pernikahan ini, tinggal di sini adalah syarat pertama.” Satria menoleh ke arah cucunya, “jika kamu ingin mendapatkan warisan yang sudah aku janjikan, perempuan ini harus membuktikan dirinya. Kalau dia gagal, warisan itu tidak akan pernah menjadi milikmu."
Lucas mengatupkan rahangnya, jelas terlihat menahan amarah yang hampir meledak. “Kakek,” katanya dengan nada tertahan, "aku tidak menikahi Sera demi warisan."Satria menyeringai tipis, nada bicaranya penuh ejekan. “Oh, sungguh mulia. Tapi itu tidak mengubah apapun. Tinggal di sini, atau aku akan memastikan kamu tidak mendapatkan bagian apa pun dari yang seharusnya menjadi milikmu.”Lucas menarik napas dalam-dalam, menahan amarah yang hampir meluap. Dia tahu melawan keputusan kakeknya hanya akan membuat segalanya semakin rumit. Tapi membiarkan Sera tinggal di sini, di bawah pengawasan Satria adalah hal yang sejak awal ingin dia hindari. Namun, menolak permintaan kakeknya hanya akan membuatLucas menarik kursi untuk Sera, hal itu membuat Chiara, yang biasanya santai, mengangkat alisnya sambil menahan senyum geli.“Sayang, duduk di sini,” ujar Lucas lembut.“Terima kasih,” bisik Sera pelan.Lucas duduk di sebelah Sera, pandangannya menyapu meja makan. Namun, sebelum dia sempat mengambil makanan, Chiara yang duduk di seberang mereka mulai membuka suara.“Kak Lucas, kok manis banget sih? Biasanya kamu cuek-cuek aja,” goda Chiara dengan nada riang.Lucas mendongak, menatap Chiara sekilas. “Chiara, makan saja. Jangan banyak komentar.”Chiara terkikik, dia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, menatap Sera dengan senyum jahil.“Kak Lucas, kok nggak sekalian suapin Sera aja? Biar kelihatan lebih romantis,” godanya sambil menahan tawa.Lucas mendengus, tapi dia tetap menjaga raut wajahnya agar tidak terlihat kesal. “Chiara, makan saja yang benar,” ujarnya sambil meraih sendok.Namun, Chiara tampaknya belum puas. “Ayolah, Kak. Cuma sekali.
Chiara hanya mengibaskan tangannya. “Ah, masih sore. Nikmati saja dulu. Lagian, siapa juga yang akan marah?”Sera ingin membantah, tapi Chiara sudah kembali asyik bercerita. Sera hanya bisa menghela napas, menunggu saat yang tepat untuk membujuknya lagi. Beberapa menit berlalu, dan akhirnya Sera memutuskan untuk lebih tegas.“Chiara, serius, kita harus pulang. Kalau Lucas pulang dan saya tidak ada di rumah, dia pasti marah. Tolonglah.”Chiara mendesah panjang, tapi akhirnya menyerah. “Oke, oke. Kamu menang. Ayo pulang.”Malam telah tiba saat mereka tiba kembali di rumah. Begitu membuka pintu, Sera langsung merasakan hawa dingin yang menusuk. Di ruang tamu, Lucas sudah duduk dengan postur kaku, matanya tajam menatap ke arah mereka.Chiara, yang tampak tidak terpengaruh, langsung mendekat sambil tersenyum. “Kak Lucas, kamu nggak bakal percaya! Aku dan Sera—”Namun, Lucas tidak menjawab. Tatapannya hanya terfokus pada Sera. Matanya penuh dengan sesuatu yang tida
Perempuan itu membulatkan matanya, lalu mundur selangkah sambil memandang Sera dengan ekspresi yang sulit diartikan. Setelah beberapa detik, dia tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, memegangi perutnya seolah-olah mendengar lelucon paling lucu dalam hidupnya.“Akhirnya!” katanya di antara tawanya yang keras. “Akhirnya ada juga yang mau sama si Kutub Utara."Sera tidak tahu harus merespons apa. Dia hanya bisa tersenyum kecil, merasa sedikit canggung dengan reaksi perempuan itu.Perempuan itu menghentikan tawanya dan berjalan mendekati Sera lagi, kali ini dengan senyum lebar di wajahnya. “Kalau gitu, kenalin. Aku Chiara. Aku adiknya Kak Lucas.” Dia mengulurkan tangan dengan gaya santai, tapi tetap terlihat anggun.Sera menyambut uluran tangan itu, sedikit lega melihat perubahan sikap Chiara yang lebih ramah. “Saya Sera. Senang bertemu dengan Anda.”“Ah, nggak usah formal gitu. Panggil aja aku Chiara,” ujarnya sambil melambaikan tangan, lalu duduk di sofa dengan santai.
Lucas menoleh, raut wajahnya masih tenang. “Aku mau ke kantor sebentar. Ada beberapa hal yang harus aku urus.”“Tunggu, Tuan. Anda mau meninggalkan saya sendirian di sini?” Sera bertanya dengan nada ketakutan. “Saya … saya tidak tahu harus melakukan apa. Saya takut, Tuan.”Lucas mendekati Sera, meletakkan tangannya di bahu Sera. “Dengar, kamu hanya perlu diam di kamar ini. Jangan ke mana-mana. Jangan bertindak apa pun sampai aku kembali.”"Tapi, Tuan—"“Jangan lakukan apa pun yang bisa membuat mereka mencurigai kita,” potong Lucas tegas. “Peranmu adalah sebagai istriku, menantu, dan bagian dari keluarga Mahendra. Jalankan itu sebaik mungkin.”Sera terpaku, tidak tahu harus berkata apa. Tangannya gemetar, tapi dia tidak bisa membalas. Lucas membuka pintu dan melangkah keluar tanpa mengatakan apa-apa lagi.Sera berdiri mematung di tengah kamar, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Rasa canggung dan gelisah membuncah di dadanya. Tempat ini begitu asing,
"Kalau kamu ingin aku mengakui pernikahan ini, tinggal di sini adalah syarat pertama.” Satria menoleh ke arah cucunya, “jika kamu ingin mendapatkan warisan yang sudah aku janjikan, perempuan ini harus membuktikan dirinya. Kalau dia gagal, warisan itu tidak akan pernah menjadi milikmu."Lucas mengatupkan rahangnya, jelas terlihat menahan amarah yang hampir meledak. “Kakek,” katanya dengan nada tertahan, "aku tidak menikahi Sera demi warisan."Satria menyeringai tipis, nada bicaranya penuh ejekan. “Oh, sungguh mulia. Tapi itu tidak mengubah apapun. Tinggal di sini, atau aku akan memastikan kamu tidak mendapatkan bagian apa pun dari yang seharusnya menjadi milikmu.”Lucas menarik napas dalam-dalam, menahan amarah yang hampir meluap. Dia tahu melawan keputusan kakeknya hanya akan membuat segalanya semakin rumit. Tapi membiarkan Sera tinggal di sini, di bawah pengawasan Satria adalah hal yang sejak awal ingin dia hindari. Namun, menolak permintaan kakeknya hanya akan membuat
Lucas tidak menjawab. Dia hanya mengulurkan tangan ke arah Sera, membuat wanita itu semakin panik. Namun, gerakan Lucas berhenti di sebelah bahu Sera. Jemarinya menarik sabuk pengaman yang masih terpasang di tubuh Sera, kemudian membukanya dengan satu tarikan.Lucas tersenyum tipis, nyaris tidak terlihat, lalu berbisik, "Kamu mikirin apa? Aku cuma mau buka seatbelt. Kamu mau keluar tanpa membuka ini?"Sera tertegun, wajahnya langsung memerah. Dia hanya bisa menunduk, merasa malu karena telah salah paham. "Terima kasih," jawabnya pelan.Lucas mengangguk kecil, lalu menarik tubuhnya kembali ke kursi.Sera meraih pegangan pintu, bersiap melangkah keluar dari mobil. Namun, sekali lagi tangan Lucas menahan gerakannya."Sebentar," ucapnya pelan.Sera menatap Lucas bingung. "Ada apa, Tuan?"Lucas menghela napas, tatapannya tajam menembus mata Sera. "Dengar baik-baik. Di sini, kamu adalah istriku. Jangan sampai ada kesalahan."Sera mengangguk pelan. "Baik."