"Aku tidak pernah menganggap diriku pahlawan dalam cerita siapa pun. Bahkan dalam hidupku sendiri, aku adalah pecundang yang menyerah pada keadaan." Lucas Mahendra Putra. "Lucas, pria yang dingin, angkuh, dan penuh aturan. Tapi entah kenapa, di balik semua itu, aku merasa dia bisa jadi tempatku berlindung. Sayangnya, tembok yang dia bangun terlalu tinggi untuk kugapai." Sera Aluna Pratama. *** Sera tidak pernah meminta dilahirkan dalam keluarga yang menghancurkan hidupnya. Sejak remaja, dia dipaksa menanggung dosa-dosa ibunya yang kecanduan judi dan alkohol. Ibunya menjual Sera kepada Rosa, pemilik bar sekaligus mucikari, untuk melunasi utang. Sebagai pelayan bar, Sera bekerja tanpa upah, menjalani hidup penuh tekanan. Meski terus dipaksa oleh Rosa untuk menuruti kehendak pelanggan, Sera gigih mempertahankan kehormatannya. Hidup Sera berubah setelah pertemuannya dengan Lucas, pria kaya yang dingin dan tidak percaya cinta. Pertemuan itu membawa mereka pada kesepakatan yang tidak biasa. Pernikahan kontrak untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Lucas ingin menyelamatkan warisannya, sementara Sera butuh kebebasan dari masa lalunya. Namun, hubungan mereka tidak semulus itu. Tembok yang Lucas bangun untuk melindungi dirinya perlahan runtuh saat Sera masuk ke dalam hidupnya. Tapi masa lalu yang kelam, kesalahpahaman, dan trauma mendalam menguji cinta mereka. Ketika cinta mulai tumbuh, sebuah pengkhianatan membuat segalanya hancur. Sera pergi dengan hati yang remuk, sementara Lucas didera rasa bersalah yang tidak berkesudahan. Perjalanan mereka tidak berhenti di sana. Dalam upayanya menebus kesalahan, Lucas berusaha mencari Sera yang menghilang tanpa jejak. Di tengah pencarian itu, Lucas mulai memahami betapa berharganya Sera dalam hidupnya. Ketika mereka akhirnya dipertemukan kembali, cinta yang sempat terhenti perlahan tumbuh kembali. Namun, kebahagiaan itu kembali diuji oleh kenyataan pahit yang sulit diterima. Mereka harus memilih. Bertahan dan melawan semua rintangan, atau menyerah dan kehilangan segalanya. Bisakah cinta menyembuhkan dua jiwa yang terluka, atau justru menyeret mereka kembali ke jurang penderitaan?
Lihat lebih banyak“Sera! Ke sini!” suara Rosa seketika menghentikan Sera yang sibuk mengelap meja.
Mengabaikan kakinya yang lelah akibat seharian bekerja, Sera bergegas menghampiri Rosa. “Iya, Bu Rosa?” Rosa menyodorkan sebuah kartu akses ke tangan Sera. “Aku ingin kamu pergi sekarang ke Hotel Imperial. Ini kartu akses kamar 1203. Ambil barang di sana dan bawa ke sini.” Walau ragu, Sera tidak membantah dan langsung meninggalkan bar. Dia tidak ingin membuat Rosa marah dan memukulinya. Rosa tidak segan-segan memukulinya setiap kali Sera menolak perintah wanita itu. Langkah Sera pelan, tapi pasti. Tidak berepa lama, Sera tiba di Hotel Imperial. Keringat mengalir deras di pelipisnya karena dia berjalan kaki. Bangunan megah itu terlihat mewah, sangat kontras dengan dirinya yang hanya mengenakan pakaian sederhana. Sera menarik napas dalam-dalam sebelum memasuki lobi. Saat memasuki hotel, semua mata memandang Sera. Sera yang tidak terbiasa menjadi pusat perhatian, hanya bisa menunduk. Langkahnya cepat menuju lift. Di dalam lift, Sera berusaha menenangkan diri. "Tenang, Sera. Kamu hanya perlu membawa barangnya, lalu pergi," gumamnya kepada diri sendiri. Lift berhenti di lantai 12. Lorong begitu sunyi, hanya diterangi lampu-lampu dinding yang temaram. Karpet tebal berwarna merah marun terbentang di sepanjang lorong. Sera melangkah cepat mencari nomor kamar 1203. Tanpa berpikir panjang, Sera membuka kamar itu untuk mengambil barang yang diminta Rosa. Seketika Sera mual kala aroma alkohol yang sangat kuat memsuki indra penciumannya. “Permisi? Saya disuruh mengambil barang,” ujar Sera sambil menutup hidungnya, dia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar. Tidak ada jawaban. Ruangan itu remang-remang, hanya diterangi cahaya dari lampu kecil di sudut kamar. Botol-botol kosong berserakan di meja. Sera melangkah semakin dalam, tapi sebuah tangan besar tiba-tiba menariknya dengan kasar. “Mau ke mana, hah?” Sera menoleh dengan terkejut. Seorang pria tua, besar, dan wajah merah karena mabuk menatapnya dengan tatapan penuh nafsu. “Apa yang Anda lakukan? Lepaskan saya!” teriak Sera, berusaha melepaskan diri. "Jadi ini kiriman Rosa?" Herman menyeringai. "Rosa benar-benar tahu seleraku. Kamu sangat cocok untukku.” “Tolong, saya hanya disuruh mengambil barang. Saya tidak tahu apa yang Anda bicarakan! Tolong lepaskan saya!” Sera meronta, tapi cengkeraman pria tua itu terlalu kuat. Herman mengabaikan teriakan Sera. “Diam! Atau aku akan membuatmu menyesal!” bentaknya, disertai tamparan keras di wajah Sera. Sera terhuyung ke belakang, rasa perih menjalar di wajahnya. Dia berusaha melawan, ditendangnya kaki Herman sekuat tenaga, tapi Herman justru semakin kasar. Dia menjambak rambut Sera, menariknya ke kasur. "Jangan mencoba melawan." Herman mendorong Sera hingga punggungnya membentur kasur dengan keras. "Kamu milikku malam ini." “Jangan lakukan ini! Saya mohon!” Sera menangis, tapi pria tua itu tidak menghiraukan. Tangannya mulai merobek pakaian atas Sera dengan paksa, membuat kain itu terkoyak. Dengan tubuh gemetar, Sera melawan sekuat tenaga. Dia meronta, mendorong dada pria tua itu, hingga kakinya mengenai tulang kering Herman. Herman meraung kesakitan, tapi amarahnya semakin memuncak. Dia menampar Sera berulang kali hingga bibir gadis itu pecah. “Sialan! Kamu berani melawan, hah?!” Herman berteriak dengan mata penuh amarah. Dengan brutal, Herman menjambak rambut Sera dengan kasar, lalu menghantamkan tubuh Sera ke tembok. Herman mengangkat tangannya lagi, bersiap memberikan tamparan berikutnya, tetapi Sera berusaha meraih apa saja yang ada di meja samping untuk mencegah Herman menyakitinya. Di tengah ketakutan dan keinginan menyelamatkan diri, Sera tanpa sadar memukul kepala Herman dengan botol kaca. Suara pecahan kaca menggema di kamar. Herman terhuyung ke belakang, darah mulai mengalir di pelipisnya. Namun, Herman tidak menyerah dan berusaha mendekati Sera, dan sekali lagi Sera memukul kepala Herman, hingga akhirnya pria itu jatuh ke lantai dan tidak sadarkan diri. Di tengah ketakutannya, tanpa pikir panjang, Sera mengambil jaket Herman yang tergantung di kursi dekat meja untuk menutupi tubuhnya, lalu meninggalkan kamar hotel dengan kaki gemetar dan juga air mata yang mengalir deras di wajahnya yang lebam. Dia melupakan tujuannya mengambil barang yang diperintahkan Rosa. Saat ini Sera hanya ingin menyelamatkan diri dari Herman yang hendak memperkosanya. Sera tahu Rosa akan menyiksanya jika dia kembali, karena itulah Sera tidak kembali ke bar. Dia melangkah ke mana kakinya membawa. Tanpa tujuan. Setelah berjalan sangat jauh, Sera berhenti di pinggir jalan raya yang sepi. Tubuhnya gemetar, pikirannya kacau. Setelah tenang, Sera menyeberang tanpa melihat situasi jalan. Saat Sera berada di tengah jalan, lampu mobil menyorot Sera diiringi deru mesin mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Sera tidak sempat menghindar, begitu pun dengan pengemudi mobil yang terkejut dan tidak sempat menginjak rem, sehingga tabrakan pun tidak bisa dielakkan. Tubuh Sera terpental beberapa meter dari tempat dia berdiri. Kepalanya membentur aspal dengan keras, darah keluar dari kepalanya dan menggenang dijalan. Rasa sakit yang luar biasa menjalari seluruh tubuh Sera, tapi dia masih bisa merasakan dinginnya permukaan jalan di pipinya. Napasnya tersengal, semakin berat untuk dihela. "Kenapa, Tuhan? Kenapa dunia begitu kejam padaku? Kenapa nasibku begitu tragis? Apa salahku?" ucap Sera dalam hati di tengah kesadarannya yang mulai memudar. Air matanya mengalir, bercampur dengan darah di wajahnya. “Ya Tuhan! Nona, apa kamu baik-baik saja?” suara panik seorang pria samar-samar Sera dengarkan. Sera tidak merespons, matanya berat dan perlahan mulai terpejam. Sementara pria yang menabraknya tadi semakin panik melihat Sera tidak memberikan reaksi apa pun.Sera mendongak, menatap Lucas dengan alis berkerut. “Tunggu, Tuan. Saya belum selesai membaca.”Lucas menatapnya dengan sorot mata tajam. "Kamu bisa membaca seluruhnya nanti. Yang perlu kamu lakukan sekarang hanyalah membubuhkan tanda tangan. Itu saja.”“Tapi dokumen ini terlalu panjang. Saya harus memastikan apa saja isinya. Bagaimana saya tahu semua isinya tidak merugikan saya? "Lucas menghela napas, lalu merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah pulpen hitam. Dengan tenang, dia meletakkan pulpen itu di atas map. "Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan keraguanmu. Tanda tangani sekarang, atau lupakan saja kesepakatan ini."“Tapi saya belum baca semuanya. Bagaimana kalau ada poin yang merugikan saya?”Lucas menatap Sera dengan dingin, wajahnya tanpa ekspresi. “Kalau begitu, jangan tanda tangan,” ucapnya santai, meski nadanya terdengar tajam.Lucas menyelipkan tangan ke saku celananya, lalu menambahkan, “Tapi jangan pernah bermimpi aku akan memberimu satu miliar. Bahkan sepeser p
Lucas menatap Sera sejenak, lalu berkata. “Kamu hanya perlu berperan sebagai istriku di depan orang lain. Saat kita sedang berdua, kita bisa menjadi diri kita masing-masing. Aku tidak akan mencampuri urusanmu, dan kamu juga tidak akan mencampuri urusanku.”Sera mengerutkan kening. “Berperan? Maksudnya, saya harus berakting?”“Ya,” jawab Lucas dengan tenang. “Anggap saja seperti pekerjaan. Kamu harus terlihat seperti istriku, bersikap seperti itu ketika ada orang lain. Tapi begitu kita tidak bersama orang lain, kamu bebas menjalani hidupmu sendiri.”Sera mengangkat alisnya, rasa tidak percaya masih memenuhi benaknya. “Jadi, saya hanya boneka? Pajangan?” tanyanya sinis.Lucas tersenyum tipis, tatapan matanya tetap dingin. “Kalau kamu ingin menyebutnya begitu, terserah. Tapi ingat, boneka ini dibayar tiga miliar.”Sera merasakan panas di pipinya. Emosi bercampur dengan kebingungan membuatnya hampir kehilangan kontrol. “Ini gila. Tidak ada orang yang waras melakukan ini.”Lucas mengangkat
Sera menggigit bibir, lalu menatapnya dengan keberanian yang dipaksakan. “Kalau begitu, saya akan lapor polisi.”Lucas menyipitkan mata. “Kamu mengancamku?”Sera tersenyum tipis, meskipun hatinya mulai ciut. “Ini bukan ancaman, Tuan. Saya hanya memberi tahu Anda konsekuensinya. Kalau itu masih belum cukup, mungkin media sosial akan lebih heboh. Netizen suka hal-hal seperti ini, apalagi kalau menyangkut pria kaya yang tidak mau bertanggung jawab. Saya yakin reputasi Anda akan hancur.”Lucas bangkit dari kursinya, menatap Sera dengan sorot mata dingin. “Kamu tidak tahu dengan siapa kamu berhadapan, Nona.”Sera mencoba tetap tenang meski intimidasi Lucas mulai terasa. “Benar, saya mungkin tidak tahu siapa Anda, Tuan. Tapi itu tidak penting bagi saya. Yang jelas, Anda telah menabrak saya, dan Anda harus bertanggung jawab. Apa sulitnya bagi orang seperti Anda mengeluarkan satu miliar untuk menyelesaikan ini?”Lucas berjalan mendekati Sera. “Kamu pikir aku takut hanya karena ancaman seperti
Sera tidak menyadari bahwa ada orang lain yang berada di kamar inapnya. Dia juga tidak mengenal sosok pria itu."Anda siapa?" tanya Sera dengan suara serak.Pria itu tersenyum tipis. "Aku Lucas. Aku yang menabrakmu beberapa hari lalu."Sera tertegun. Kenangan tentang kecelakaan itu samar-samar muncul. "Menabrak? Lalu apa yang Anda lakukan di sini?""Aku merasa bertanggung jawab." Lucas berbicara dengan tenang. "Aku di sini hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."Lucas melanjutkan dengan nada hati-hati. "Boleh aku tahu siapa namamu? Dari mana asalmu?"Sera menunduk, memainkan ujung selimut dengan gelisah. "Saya tidak tahu."Lucas mengerutkan kening. "Tidak tahu?" ulangnya, suaranya terdengar heran.Sera mengangguk pelan."Apa mungkin dia hilang ingatan karena benturan akibat kecelakaan?" Lucas bergumam pelan, tapi cukup keras untuk didengar Sera.Ucapan Lucas membangkitkan pikiran liar dalam benak Sera. 'Apa aku pura-pura amnesia saja? Mungkin, dengan aku berpura-pura hilang ingat
Sera menatap sosok wanita yang berdiri di dekat pintu dengan napas terengah-engah. Sera mengabaikan kepalanya yang berdenyut semakin hebat.“Ibu …?” Dahlia melangkah mendekat dengan tenang, tatapannya tajam dan penuh amarah. Senyum tipis tersungging di wajahnya, tetapi senyum itu tidak membawa kehangatan, hanya dingin yang menusuk. Sera berusaha duduk bersandar, tetapi nyeri di tubuhnya membuat gerakannya tertahan."Kenapa aku di sini? Apa yang terjadi, Bu?" Dahlia berhenti di sisi ranjang, tangannya menyilang di dada. Matanya menyelidik seperti predator mengintai mangsanya. “Kamu lupa? Atau pura-pura lupa?” tanyanya datar. "Kamu benar-benar telah menyeret kita ke dalam neraka, Sera."Sera kebingungan, dia berusaha mengingat apa yang telah terjadi, tetapi pikirannya masih kacau.Dahlia mendekat, menundukkan tubuhnya hingga wajah mereka hampir sejajar. "Herman. Apa kamu lupa apa yang sudah kamu lakukan pada Herman?”Sera terdiam, nama itu menghantam kesadarannya. Ingatan tentang mala
Di tengah malam yang sepi, Lucas mengendarai mobilnya sambil menerima telepon. Pandangannya sesekali menatap layar mobil, tempat panggilan teleponnya dengan sang ibu terhubung melalui layar mobil."Lucas, ini sudah batasnya," suara Indira terdengar tegas dari speaker mobil. "Kamu tidak punya pilihan lagi. Kalau kamu tidak menikah tahun ini, semua yang kita lakukan akan sia-sia karena jatuh ke tangan Adi. Kamu ingin melihat sainganmu itu jadi penerus perusahaan?"Lucas menghela napas panjang. "Aku akan cari jalan keluarnya, Ma. Tapi aku perlu waktu. Tidak bisa buru-buru.""Tidak ada waktu lagi, Lucas! Kamu tahu betapa kakek tidak main-main dengan ucapannya. Kalau kamu tidak memenuhi syarat ini, semua usaha kita selama ini akan sia-sia. Adi tidak pantas. Kamu yang pantas jadi penerus perusahaan keluarga ini."Lucas memijat pelipisnya sambil menatap jalan, pikiran berkecamuk. "Ma, nanti aku pikirkan caranya, sekarang aku lagi nyetir—"Sebelum Lucas menyelesaika kalimatnya, dia dikejutkan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen