“Apa?”
“Iya Tuan benar, saya bingung bagaimana menolaknya.”Claudya terperanjat di ujung tangga, semula berniat berangkat pagi-pagi sekali terpaksa menghentikan pergerakan, karena suaminya terdengar memarahi Givano. Rasa penasaran membawa kaki melangkah pelan menuju pintu ruang kerja yang terbuka.Merapatkan diri pada dinding, berusaha menangkap dan mencerna isi dari percakapan kedua orang itu. Namun Clau dibuat senam jantung oleh teriakan Arjuna dari dalam. Presdir Cwell Group mengetahui bahwa seseorang berada di depan ruang kerja.“Skors atau potong gaji bagi pegawai yang menguping.” Bentak Arjuna seraya melemparkan pena ke arah pintu.“Ma-maaf Tuan, tidak sengaja.”Clau memejamkan mata dan menunduk, menghirup oksigen sebanyak-banyak, siap menerima kalimat pedas Arjuna. Sampai satu menit menunggu, jantungnya tetap aman terkendali, karena Arjuna hanya memerintahnya duduk di ruang tamu, melarang keluar penthouse.Pagi ini Clau mengenakan rok span di sebatas lutut, kemeja panjang berwarna biru langit tidak lupa stiletto membingkai kaki jenjang. Rupanya sejak tadi Arjuna memerhatikan penampilan Claudya, dianggap terlalu mencolok bagi mata pria.Tiada angin atau hujan, sikap Arjuna kembali mengejutkan Clau, sebab membanting pintu utama sangat keras. Membuat Givano yang berdiri tepat di samping sofa mengusap dada. Begitu pun dengan Claudya, mendongak mencari jawaban dari raut wajah Givano.“Nyonya sebaiknya ganti baju.” Givano menyerahkan tab berisi tampilan seorang wanita yang harus diikuti Clau.Sejenak Clau membuka mulut tidak percaya, kemudian mengangguk cepat, bergegas mengikuti segala perintah Bosnya. Berselang sepuluh menit, Clau telah rapi dan mengekor Givano menuju garasi. Tetapi ia tidak menyangka kalau Arjuna membawanya pergi menghadiri rapat bersama Andreas Lehman.“Baca dan pahami!” melempar setumpuk berkas ke atas paha.“Baik Tuan.”Tentu saja Clau melotot, sebagai staf adminitrasi diharuskan persentasi di hadapan klien perusahaan. Bukan tugas yang mudah dan tidak pernah melakukannya. Clau hanya bisa pasrah ketika dirinya berdiri di hadapan Presdir Mann Inc, ditatap banyak pasang mata. Tangan dan jantungnya bergerak tak seirama, otaknya menolak meskipun tubuhnya membeku tidak bisa bergerak.Selama rapat berlangsung, Andreas Lehman tidak mengalihkan sedikitipun perhatian dari Claudya. Beberapa kali ia menangkap pria itu mengerlingkan sebelah mata, disusul senyum menggoda. Menambah ketegangan dirinya, berada di tengah situasi tak mengunguntungkan.Hal gila selanjutnya terjadi, sanggup menjadikan Clau merinding, kilat pada manik abu-abu Arjuna menyiksa diri. Lantaran Andreas tiba-tiba maju menyematkan cincin berlian pada jari manis Clau.“Maaf Tuan, tidak bisa.” Menepis tangan Andreas, cincin berlian pun terjatuh.Akhirnya Clau membungkuk lalu berjongkok, mencari keberadaan benda melingkar kecil bernilai fantastis. Jujur saja dia tak akan mampu kalau Andreas menuntutnya karena menghilangkan cincin berlian.“Kenapa? Kamu single. Jangan pedulikan istri pertamaku.” Bisik Andreas. “Aku tidak mencintainya, Clau.”“Saya tegaskan sekali lagi. Saya bukan perebut suami orang!”“Kalau begitu, apa kamu simpanan Bosmu? Berapa Arjuna membeli tubuhmu dalam satu malam?”Suara pukulan meja memekakkan telinga, Arjuna berdiri melonggarkan dasi dan melepas satu kancing kemeja. Hentakan sepatu pantofel menggema dalam ruang rapat. Para pegawai lainnya turut menegang, karena Pimpinan Cwell Group menunjukan taring serta tanduk tak kasat mata.“Kembali ke kantor!”Arjuna meraih pergerlangan Clau, menyeretnya keluar dari gedung Mann Inc.Tanpa penjelasan atau perasaan menghempas tubuh Clau cukup kasar ke dalam mobil. Dapat dilihat dari samping, otot leher dan rahang berkedut, gigi saling beradu. Clau meremas kesepuluh jari, mempersiapkan diri menerima hukuman dari Arjuna atas tindakan Andreas.“Tuan kita bisa merugi.” Givano menggelengkan kepala di jok depan.“Seimbang. 50:50. Aku menjual prestasi bukan manusia!” sinis Arjuna melepas jas dan menggulung kemeja sebatas siku.“Maaf Tuan, karena saya Cwell Group menderita kerugian.” Cicit Clau merasa bersalah.Arjuna tergelak sumbang, lantas menoleh ke sisi kiri memerhatikan penampilan Clau yang tetap memesona. Padahal dia telah mengganti pakaian, celana panjang, kemeja hitam kebesaran serta flat shoes. Tetap tidak menutupi kecantikan terpancar dari dalam diri.“Kau tahu gajimu seumur hidup tidak bisa membayar kerugian perusahaan.”Tubuh kurus ini terkesiap karena Arjuna menjepit kuat rahangnya. Sorot mata tak bersahabat menusuk relung hati, menorehkan luka kian meluas dan dalam. Clau membenci keadaan ini, menunjukkan kelemahan di depan Arjuna.Kerugian yang diderita Cwell Group mencapai triliunan, proyek telah berjalan sejak dua bulan lalu. Tetapi Arjuna membenci sikap Andreas, secara lugas menyatakan bahwa bersedia menukar laba Mann Inc dengan tubuh Claudya. Pria itu mengirim pesan singkat kepada Arjuna saat rapat berlangsung.“Kau harus membayarnya sepanjang sisa umurmu Clau, paham?” desis Arjuna tepat di telinga sang istri.“Lakukan Tuan! Bila perlu bunuh saja Clara agar Tuan merasa puas! Lagipula Clara yang bersalah bukan saya.”Sengit Claudya, dengan manik coklat dipenuhi kristal bening berani menatap wajah sangar Arjuna. Dia tidak peduli atas nyawa kakaknya, jika memang bisa menebus segala dosa dan hutang keluarga. Lagipula semua ini dimulai dari kisah pelik Clara, hingga Clau terseret dalam pusara arus tak diinginkan.“Givano!”“Iya Tuan?”“Hubungi bagian SDM dan keuangan, katakan pada mereka untuk memangkas gaji Nona Claudya Stewart!” Arjuna tidak main-main dengan semua kalimat keluar dari bibir.Clau menelan ludah mendengar perintah menyakitkan itu. Meskipun menjadi istri dari seorang Presiden Direktur Cwell Group tidak menjadikannya bergelimang harta. Arjuna hanya membiayai isi perut serta mengirim uang setiap bulan atas kompensasi kontrak pernikahan. Semua Clau gunakan untuk membayar tagihan rumah sakit dan keperluan ibunya.Tidak lagi mementingkan diri sendiri, karena proses penyembuhan Laras tetap memerlukan waktu. Selama ibunya belum keluar dari rumah sakit, Clau bertekad bertahan di sisi Arjuna. Sekuat mungkin menegakkan kepala dan memupuk agar mentalnya berani.Setibanya di pelataran gedung Cwell Group, Arjuna dan Givano turun lebih dulu. Seakan tak pernah puas, pria tu memerintah asisten pribadinya untuk menyerahkan segala tugas dan tanggung jawab ke tangan Clau.“Maaf Nyonya.” Gumam Givano tak enak hati.“Tidak apa, lagipula saya memang staf biasa beda dari Pak Givano.” Clau mencoba tersenyum.Tangannya sudah siap menerima tumpukan berkas, MacBook serta tas kerja Arjuna. Baginya lebih baik mengeluarkan tenaga secara fisik, daripada mendapat siksaan batin. Pelan-pelan Clau menginjak setiap anak tangga, khawatir menjatuhkan benda di tangan karena penglihatannya tertutup.“Hati-hati Nyonya.” Bisik Givano sama sekali tidak membantu.Memasuki area lobi kantor, tenaganya mulai terkikis dan kepayahan. Berulang kali berhenti untuk menghirup napas, tetapi gagal sebab Arjuna memaksanya membuntuti tepat di belakang punggung.Kepala Clau menoleh ke sisi kiri, mendadak langkahnya terhenti, berkas, tas dan MacBook berjatuhan ke lantai. Lantas manik coklatnya melirik Arjuna terdiam memandangi sosok yang tengah duduk di sofa sembari membaca majalah.“Itu …”Claudya segera membungkuk merapikan semua barang-barang berjatuhan, dirinya seolah bersembunyi di balik tubuh tinggi menjulang seorang Arjuna Caldwell. Mendongak sedikit ke atas, Clau menelan air liur karena kedua tangan Bosnya terkepal kuat, guratan urat pada pergelangan tercetak jelas. Dalam hatinya berharap semua akan baik-baik saja, sebab Clau tidak ingin terjadi konflik apapun.“Kau bantu dia membereskan semua!” Perintah Arjuna kepada seorang petugas keamanan, membuyarkan lamunan Claudya. Ekor matanya tetap tak bisa lepas dari sepasang kaki bercelana panjang dan pantofel hitam itu. Bahkan Clau memasang telinga sebaik mungkin, demi mencuri dengar semua percakapan Arjuna.“Cepat juga. Aku rasa pembahasan kita sudah selesai!” Arjuna naik pitam, pasalnya Andreas lebih dulu tiba di gedung Cwell Group tanpa membuat janji temu.“Tentu saja aku harus cepat. Calon istriku menunggu.” Andreas memasukan satu tangan pada saku celana, lalu merapikan dasi dan rambut.“Ck, ini kantor bukan biro
Malam ini juga Andreas memaksa anak buahnya menyelidiki hubungan Arjuna dan Claudya. Tetapi tidak ada jejak sama sekali, semua bersih dan tertutup rapi hingga mengalami jalan buntu. Tidak menyerah, akhirnya pria casanova yang terobsesi pada Claudya itu menemukan data unik mengenai pegawai, seringai licik pun tercetak jelas pada wajah Andreas. Segera menggulir jari pada gawai untuk menjalankan rencana.“Tunggu kejutan istimewa dariku Arjuna.”Sementara di penthouse, Clau menunduk karena amarah seorang Arjuna Caldwell tak kunjung reda. Bahkan Clau belum mengganti pakaian, masih menggunakan jaket kulit milik suaminya. Ia duduk di tepi ranjang, meremas kain seprei, mendengar setiap untaian kata dari mulut tajam dan berbisa.Clau menyadari kesalahan, terlalu gegabah mengambil tindakan tanpa memikirkan resiko. Sehingga mengakibatkan hubungan kedua pengusaha merenggang, menyisakan sikap saling mencurigai satu sama lain.“Maaf Tuan. Aku hanya tidak mau merepotkan Tuan.” “Tapi kau mempunyai o
Setelah pertemuan tak terduga tempo hari, Clau mendapat fakta baru mengenai suaminya. Ia pun bingung harus mempercayai siapa, harus berada di pihak siapa.Antara Arjuna dan Clara memiliki alibi tertentu. Claudya segera pulang ke penthouse, memilih merebahkan diri untuk menyambut esok hari.Kenyataannya mata hanya tertutup tanpa bisa menghentikan pikiran buruk. Clau turun dari ranjang, meraih sling bag di atas kursi kecil. Membuka perlahan amplop putih berisi kertas hitam putih dan kedua benda bergaris merah.Clau menyentuh dadanya yang berdenyut nyeri, menangisi sebuah foto kecil pemberian Clara. Membaca data yang tertulis, baik tanggal dan identitas. Mencocokkan dengan kejadian beberapa bulan lalu ketika Clara menghilang.“Tidak mungkin.” Lirihnya.Mencoba menampik kenyataan pahit bahwa Clara pernah mengandung anak Arjuna. “Arjuna itu jahat! Sebaiknya kamu pergi! Dia memaksa aku menggugurkan kandungan.”Kalimat Clara terpatri kuat dalam benak Claudya, seketika teringat akan isi perj
Clau susah payah menelan ludah, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh. Ingin sekali hatinya berteriak dan menumpahkan segala amarah. Membutuhkan penjelasan lebih terkait keadaan yang membelenggu, tetapi batinnya belum siap menerima kenyataan.“Kenapa Tuan diam saja?” tantang Clau, menahan gerakan kelopak mata agar bulir bening tidak menetes.“Ayo tunjukan sifat aslimu Arjuna! Aku ingin tahu seberapa jahatnya kamu!” lirih Clau dalam hati.“Permisi Tuan.”Clau melepas sabuk pengaman, menekan ikon kunci otomatis pada layar. Segera keluar dari mobil dan berjalan masuk seorang diri.Sedangkan Arjuna tersenyum masam sembari memukul setir mobil karena Clau meninggalkannya sendirian. Sama halnya dengan Clau, Arjuna mengepalkan kedua tangan, menggeram marah pada situasi dan kondisi.“Dasar perempuan tidak tahu balas budi.” Umpat Arjuna menatap pintu utama gedung.Tidak tinggal diam, Arjuna menyusul Claudya, membanting pintu mobil begitu keras. Menghentak setiap langkah kaki menuju penthouse,
Clau urung bertanya kepada Clara, tidak mungkin membongkar rahasia di depan Laras. Acuh tak acuh adalah sikap paling baik untuk saat ini. Tepat pukul 7 malam, Clau berpamitan kepada Laras, bergegas keluar dari rumah sakit.Dadanya sesak sekali menghirup aroma parfum Clara, dapat dipastikan Arjuna dan Clara menjalin hubungan di belakangnya. Keyakinan bertambah besar bahwa peliknya masalah antara Arjuna dan kakaknya didasari oleh kehadiran janin tak bersalah.Sepanjang perjalanan pulang Clau melamun, menatap keluar jendela. Mengabaikan dering gawai yang berulang kali mengganggu. Khawatir emosinya meluap, sebelum puas menuntaskan rasa penasaran karena tidak bisa menahan diri.“Tuan Muda di mana?” tanya Clau setibanya di griya tawang.“Kebetulan Nyonya. Tuan menunggu di ruang kerja.” Asisten rumah tangga membantu membawa tas dan mantel Clau.Clau membuka pintu ruang kerja Arjuna, menghampiri pria yang memang menunggu kedatangannya. Duduk di sofa panjang depan meja, menarik napas guna mene
“Arjuna …” lirih Clau.“Diam! Dan tahan sebentar.” Suara Arjuna merambat parau.Clau memandangi wajah tampan suaminya , gurat kecemasan begitu tampak pada rahang yang ditumbuhi rambut halus. Arjuna segera membawa Clau menuju mobil, mengendarai dengan kecepatan sedang. “Terima kasih.” Clau melengkungkan sedikit senyum manis.“Tugasku melindungi semua pegawai. Bukan hanya dirimu!”Arjuna tetaplah Arjuna, usai melambungkan Clau ke angkasa, kini menghempaskannya melalui kata-kata menusuk. Desah putus asa keluar dari bibir sensual itu, Arjuna menatap pada rambu lalu lintas lalu beralih kepada Clau yang meringis perih.Kendaraan roda empat ini memutar arah, bertolak ke penthouse karena jaraknya lebih dekat dibanding rumah sakit. Dalam perjalanan pulang Arjuna menghubungi dokter sekaligus sahabatnya di salah satu rumah sakit besar Kota Zurich.Pria berjuta pesona ini tak mengizinkan Clau berjalan seorang diri, menggendong ala bridal sampai memasuki kamar utama. Membaringkan penuh kehati-hat
“Tuan tunggu! Kakakku kenapa?” “Tidak lihat kalau aku sibuk, hah?” Arjuna berlari keluar ruang kerja.Clau mengejar Arjuna ke lantai 2, memerhatikan secepat kilat suaminya mengganti pakaian jauh lebih rapi. Blue jins, kaos putih polos dan jaket kulit serta sepatu kets, melekat dan menyempurnakan ketampanan seorang Arjuna. Berdiri di ambang pintu, Clau menelan ludah, menggigit bibir bawahnya. Menunggu pria di dalam kamar selesai menghubungi seseorang. Dirinya pun penasaran, apa yang terjadi dengan Clara, sampai Arjuna sepanik ini.“Apa yang terjadi? Boleh aku ikut?”Arjuna tidak bersuara, gerakan dagu menjadi tanda persetujuan. Tanpa mengganti baju, Clau mengikuti sang suami. Clau juga tidak berani banyak bertanya, mengingat wajah tegas dan sorot mata Arjuna menunjukkan ketegangan.Sebesar apapun Clau membenci Clara, tetap tersimpan setitik rasa sayang terhadap kakaknya. Apalagi Clara dulu selalu melindungi Clau dari bullying di sekolah. Semua jasa itu tak akan pernah terlupakan wala
Kelopak mata Clau nyaris tertutup sempurna, raganya terlalu letih menjalani liku kehidupan tiada ujung. Samar-samar bayang seorang pria tampan nampak khawatir. Jujur saja hatinya berharap orang itu adalah Arjuna Caldwell –suaminya.Namun sekarang Clau lagi-lagi tersadar harus menelan pil pahit, dirinya pasrah ketika mendengar suara yang lain. Tidak memiliki sisa tenaga untuk berdebat, napasnya pun terdengar lemah. Satu pinta pada benaknya, bahwa orang ini memiliki tujuan baik.“Terima kasih Tuan Lehman.” Lirih Clau tertahan di tenggorokan.“Kamu tidak perlu mengucapkan terima kasih Clau. Anggap saja ini salah satu usahaku merebut perhatianmu.” Clau menghela napas, batinnya berkata miris “Tuhan … kenapa harus pria lain yang ada di sisiku, suamiku ke mana?”Rupanya Presiden Direktur Mann Inc itu membawa Clau ke restoran terdekat berjarak beberapa langkah saja. Memesan privat room dan beragam makanan serta minuman, termasuk aneka botol berisi vitamin. Clau menahan malu karena Andreas me