Kai masih berada di ruang kerjanya. Dia memikirkan apa yang sekarang Anna lakukan sekarang, apakah istrinya itu aman atau tidak?Kecemasan Kai bukan tanpa alasan, mengingat Anna yang lemah dan mudah ditindas, membuat Kai merasa tak tenang membiarkan Anna pergi sendiri.Namun, jika Kai tidak mengizinkan, sudah pasti Anna akan semakin kesal padanya. Ini membuat Kai bingung.Saat Kai memandang layar ponselnya, merenung apakah harus bertanya di mana Anna sekarang, tiba-tiba dia menerima notifikasi pemakaian kartu debitnya.“Akhirnya dia memakainya juga,” gumam Kai.Kai mengecek notifikasi itu. Dahinya berkerut halus karena Anna hanya dipakai untuk makan di kafe dan tidak untuk membeli yang lain.“Apa dia keluar bersama temannya hanya untuk makan?”Saat Kai masih menebak apa yang dilakukan Anna, terdengar suara ketukan pintu. Kai meletakkan ponselnya di meja, lalu mempersilakan masuk.Tian masuk dengan terburu-buru menghampiri Kai.“Anda sudah melihat di sosmed?” tanya Tian.“Aku tidak pun
Anna tidak bicara sama sekali selama sisa hari yang dihabiskannya di kantor. Dia tetap melakukan apa yang diperintahkan Kai meski masih kesal pada pria itu.Bahkan saat pulang pun Anna tetap tidak bicara. Kai memilih membiarkan saja Anna mendiamkannya, daripada dia salah bicara.Di kamar. Anna duduk diam di kamarnya setelah makan malam. Dia menghela napas kasar, merasa hidupnya semakin rumit semenjak masuk ke rumah itu.Bahkan, Anna merasa tak punya ketenangan saat tidur. Dia merasa takut dan cemas jika Kai tiba-tiba masuk ke kamarnya, lalu melakukan sesuatu yang belum Anna setujui.Pernikahan tanpa cinta, sepertinya beginilah rasanya.Anna memandang lemari pakaiannya. Dia berjalan ke sana, lalu mengambil kotak peninggalan sang ayah. Anna membuka kotak usang itu, lalu mengambil kalung dengan potongan hati.Anna mengingat ucapan sang ayah yang memintanya untuk tak pernah menjual kalung itu, sesulit apa pun hidup Anna, sang ayah tidak mengizinkan jika kalung itu dijual.Anna menghela na
Anna benar-benar bingung dengan sikap Kai. Dia masih menatap pria itu dan mencoba memastikan sekali lagi.“Apa Anda benar-benar tidak marah?” tanya Anna.“Tidak,” jawab Kai.Anna merasa ada yang salah, tapi apa? Sikap Kai membuat perasaannya bergejolak aneh.“Ini sudah malam, lebih baik kamu beristirahat,” ucap Kai. Dia memegang tangan Anna, lalu melipat jemari wanita itu agar menggenggam kalung yang dipegang.“Simpan kalung itu jika memang sangat berarti bagimu,” ujar Kai lagi.Anna menganggukkan kepala. Meski dia masih belum bisa menebak keanehan yang dirasakannya, tapi untuk sekarang Anna memilih untuk mengabaikannya.Anna membalikkan badan untuk keluar dari ruang kerja Kai. Namun, sebelum dia mencapai pintu, Kai kembali memanggil yang membuatnya kembali menoleh.“Anda butuh sesuatu?” tanya Anna seraya menatap pada Kai.Kai terlihat ragu, tapi akhirnya bertanya, “Apa kamu mau mempublikasikan pernikahan kita?”Anna terkejut. Status pernikahan mereka sekadar sebuah kontrak yang bisa
Nindy hanya menatap datar pada Alvian. Ya, meski dia kesal karena Anna sepertinya benar-benar hidup enak, tapi Nindy malas berhadapan dengan Alvian.“Tidak tahu menikah atau belum, yang jelas hidupnya sekarang sudah enak. Bahkan dia lupa sama kami,” balas Nindy seraya bersedekap dada.Mendengar penjelasan Nindy membuat emosi Alvian meluap. Dia kesal, kenapa Anna bisa bersama pria kaya dan hidup berkecukupan.“Kayaknya benar kalau Anna jadi simpanan orang kaya, kan? Lagian aneh kalau ada orang kaya mau nikahin wanita kayak Anna. Seperti nggak ada wanita lain saja,” celetuk Kirana membuat situasi semakin panas.Nindy hanya melirik pada Kirana. Dia tidak membalas ucapan wanita itu dan memilih pergi meninggalkan Alvian dan Kirana.Kirana menatap tak suka pada Nindy. Sejak awal Nindy memang memandangnya remeh, sebab itu mereka terlihat tak akrab.“Apa sekarang kamu menyesal sudah lepasin Anna?” tanya Kirana saat melihat Alvian semakin kesal mendengar penjelasan Nindy.“Padahal kalau kita t
Anna tak mendengar suara tawa dua staff tadi menggema di sana, membuatnya mengangkat kepala dan sangat terkejut melihat dua staff itu mematung.Anna lebih terkejut lagi ketika melihat siapa yang ada di depan dua staff itu. Anna benar-benar tak menyangka kalau Kai muncul di sana.Kai menatap dua staff yang langsung menunduk saat melihatnya. Ekspresi wajah dua staff itu juga memperlihatkan kepanikan karena tak menyangka kalau Kai akan pergi ke pantry.“Tetap di tempat kalian!” Suara Kai yang tegas dan dalam, membuat dua staff itu membeku di tempatnya.Kai tak langsung menindak kedua staff itu. Dia memilih melewati keduanya lebih dulu, lalu membantu Anna berdiri.“Mana yang terluka?” tanya Kai penuh perhatian seraya membantu Anna berdiri.Anna melihat kecemasan dalam raut wajah Kai. Dia memegang kedua lengan Kai agar bisa menopang tubuhnya saat bangun dari posisi duduknya.“Akh ….” Anna sedikit memekik karena pergelangan kakinya terkilir.Kai menunduk memperhatikan satu kaki Anna yang ag
Kai meminta Anna duduk. Dia juga sudah meminta Tian membawakan salep untuk kaki Anna. Kai bahkan langsung melepas sepatu Anna, membuat wanita itu terkejut dibuatnya.“Ini, Pak.” Tian memberikan salep itu pada Kai, lalu segera meninggalkan ruang kerja.Kai tidak banyak bicara. Dia duduk di dekat Anna, lalu meraih kaki telanjang Anna dan meletakkan di pangkuan.Anna merasa canggung dan ingin menolak, tapi dia takut jika Kai marah, sehingga Anna hanya diam.“Seharusnya kamu tidak perlu mengasihani mereka. Sikapmu ini hanya akan membuat mereka menyepelekanmu! Kamu tahu imbasnya? Mereka akan melakukan keburukan mereka lagi dan lagi. Harusnya kamu membiarkan saja mereka dipecat!”Kai mengomel seraya mengoles obat ke pergelangan kaki Anna.Anna memperhatikan Kai yang tiba-tiba cerewet.“Aku hanya berpikir mereka salah paham, karena itu sikap mereka jadi buruk. Misal mereka kembali jahat, ya sudah pecat saja,” balas Anna dengan suara rendah. Kai menatap datar, lalu berkata, “Mau salah paham
Anser baru saja turun dari mobil yang berhenti di depan lobi. Dia berjalan memasuki perusahaan menuju ke lift.Setelah beberapa saat menunggu lift, akhirnya pintu lift terbuka dan Anser siap masuk. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat siapa yang baru saja akan keluar dari dalam lift.“Anna.”Anna terkejut melihat pria itu ada di sana.“Anda.” Anna keluar dari lift lalu menyapa ramah.“Kamu masih memanggilku formal? Padahal sudah kubilang pakai nama atau kakak seperti Bella tidak masalah,” ujar Anser.Anna tersenyum canggung.“Kamu bekerja di sini? Apa kakimu sedang sakit?” tanya Anser karena sempat melihat Anna berjalan agak pincang.Anna melirik pada kakinya, lalu menjawab, “Iya, tadi tidak sengaja terkilir karena terjatuh.”“Apa parah?” tanya Anser tampak cemas.“Tidak,” jawab Anna, “tapi aku diminta beristirahat di rumah karena takut kalau bengkaknya semakin parah,” imbuh Anna menjelaskan.Anser mengangguk-angguk.“Kalau begitu biar aku antar,” tawar Anser.Anna terkesiap. Dia
Kai duduk memandang pada dinding kaca yang membatasi ruangannya dengan dunia luar. Dia tiba-tiba tidak bisa tenang karena terus memikirkan ucapan Anser.Janda, Anser menunggu Anna janda. Jadi apakah pria itu menyukai Anna? Apa Anser ingin bersaing dengan Kai dalam urusan asmara, padahal mereka rekan dalam bisnis?Pikiran itu terus melintas di kepala. Dia tidak bisa tenang, mendadak ada rasa tak rela jika Anna bercerai darinya.‘Ini baru berapa hari dan sudah ada keinginan untuk berpisah?’Kai merasa Anna pun tak sabar menunggu berpisah darinya. Hal ini membuat Kai benar-benar gelisah.Saat Kai sedang melamun. Tian masuk ruang kerja Kai karena sudah beberapa kali mengetuk pintu tapi Kai tidak membalas. Dia melihat atasannya itu seperti sedang memikirkan sesuatu, membuat Tian akhirnya memilih masuk.“Pak.” Tian memanggil dengan pelan, takut jika Kai terkejut.“Pak.” Tian memanggil lagi, baru kali ini Kai menoleh ke arahnya.Kai menatap pada Tian. Dia terlihat tenang.“Berkasnya,” ucap T
Alex menipiskan senyum.“Apa kamu sedang besar kepala?”Rania mengerutkan alis. Dia melihat Alex mengulurkan tangan, Rania pikir Alex hendak menyentuhnya, tapi ternyata pria itu mencolek meja, lalu mengusap telunjuk dengan jempol.“Belum bersih,” kata Alex lalu melirik tajam pada Rania, “bersihkan ulang,” perintahnya kemudian.Setelahnya, Alex sedikit mundur dari Rania tapi tatapannya terus tertuju pada wanita itu. Dia lagi-lagi tersenyum miring, lalu pergi ke sofa.Rania menghela napas lega. Dia melirik pada Alex yang sekarang berjalan santai menuju sofa. Pria ini, benar-benar ingin mengerjainya setiap hari.**Saat jam istirahat, Rania pergi ke rooftop lagi untuk melepas beban yang dipikulnya. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan kasar berulang kali.“Kamu di sini lagi.”Rania terkejut. Dia menoleh dan melihat Arion datang menghampirinya.“Tidak makan siang lagi?” tanya Arion sambil menatap pada Rania.Rania tidak menjawab, lalu melihat Arion mengulurkan roti.“Makanlah,
Setelah selesai memilah jagung dan memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. Rania mendorong tempat makan ke hadapan Alex lagi.“Itu sudah semua saya pisah, apa ada lagi yang Anda perlukan?” tanya Rania dengan nada malas.Rania melirik pada Alex, pria itu membuat gerakan mengusir menggunakan tangan. Ekspresi wajah Rania begitu masam, pria di depannya ini benar-benar sombong.Rania segera bangun, lalu dia pergi dari ruangan itu sebelum semakin kesal melihat sikap Alex.Alex tersenyum tipis melihat Rania kesal. Dia memandang salad yang ada di meja, lalu mengambil alat makan dan mulai menyantap salad miliknya.Dia juga mengambil jagung yang tadi dipisah oleh Rania. Bukannya Alex tak suka, dia hanya ingin mengerjai wanita itu.“Dasar terlalu lugu,” gumam Alex lalu kembali memasukkan suapan ke mulut.**Saat sore hari. Rania membuat patahan leher dan memijat pundaknya. Akhirnya sehari ini bisa dia lalui dengan baik meskipun harus ada drama mengurus atasannya yang memberi perintah tak
Setelah jam istirahat usai. Rania kembali ke divisi untuk mulai bekerja lagi. Saat baru saja sampai di pantry, Rania terkejut melihat lampu merah menyala.“Sepertinya hari ini Pak Alex berulang kali memanggil,” gumam Herman.Rania menatap lampu itu terus berkedip. Mau tidak mau dia harus pergi ke ruangan Alex untuk melihat, apalagi yang pria itu inginkan.Rania mengetuk pintu ruangan Alex, lalu dia masuk dan melihat Alex duduk di sofa sambil menyapukan jari di atas tablet pintar.“Anda butuh sesuatu, Pak?” tanya Rania tetap sopan meski jiwanya ingin memberontak.“Bersihkan mejaku!” perintah Alex.Rania menoleh ke meja Alex, alangkah terkejutnya dia melihat meja Alex yang sangat berantakan.Berkas-berkas dibiarkan tergeletak begitu saja tak tertatap rapi, lalu ada tumpangan kopi yang dibiarkan sampai agak mengering.Rania benar-benar harus bersabar. Dia berjalan ke arah meja untuk mulai membersihkan, tetapi Alex kembali berkata.“Bersihkan sampai benar-benar bersih. Jika tidak, kamu ti
Rania memandang pada Alex, lalu tatapannya tertuju pada kertas dan pulpen yang berserakan di lantai.“Pungut semua!” perintah Alex.Rania tidak bisa mengelak karena sekarang bekerja untuk Alex. Dia berjalan mendekat lalu berjongkok di sisi kertas-kertas berserakan dan meletakkan nampan di lantai, setelahnya dia memunguti satu persatu kertas itu.Tanpa diduga, Alex ikut berjongkok, tapi bukan untuk membantu Rania memunguti kertas itu, melainkan untuk memberikan senyum ejekan pada wanita yang sudah menolaknya.“Tidak disangka, kamu menolak kerja di rumahku tapi malah bekerja di perusahaanku,” cibir Alex.Rania terdiam sesaat. Dia tak membalas atau menatap pada Alex. Rania fokus memunguti kertas-kertas itu, setelah selesai dia segera berdiri lalu meletakkan semua kertas itu di meja.“Apa kamu pikir harimu akan tenang dengan bekerja di sini?” Alex sudah berdiri dan kini menatap tajam pada Rania.Rania masih menurunkan pandangan, lalu berkata, “Jika sudah tidak ada yang perlu saya lakukan,
Rania benar-benar panik luar biasa melihat pria yang kini menatapnya dengan ekspresi wajah dingin. Dia masih mematung di tempatnya, sampai salah satu teman OB-nya menarik lengan Rania agar menyingkir dari jalan.“Selamat pagi, Pak.” Dua OB lain langsung membungkuk pada Alex dan Arion yang baru saja keluar dari lift.Alex berjalan dengan ekspresi wajah dingin tanpa menoleh Rania sama sekali, sedangkan Arion melirik pada Rania. Jadi, ini OB baru yang kemarin dipermasalahkan oleh atasannya itu.Rania masih bergeming dengan perasaan campur aduk. Di hari pertamanya bekerja, kenapa dia bertemu dengan pria yang membuat hidupnya kacau.“Siapa dia?” tanya Rania menoleh pada teman kerjanya.“Itu tuh, Pak Alex. Dia cucu pemilik perusahaan ini dan direktur di sini. Ya, meski dia masih direktur, tapi katanya sebentar lagi akan diangkat jadi presdir karena kemampuannya memimpin perusahaan,” jawab Herman–OB teman Rania.Rania merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Jadi, dia bekerja untuk pria b
Rania pergi ke rumah sakit dengan perasaan lega. Dengan bekerja di perusahaan itu, Rania bisa mendapatkan uang lebih banyak di siang hari dan bisa menjaga Abi saat malam hari.Rania berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang inap Abi. Saat hampir sampai di kamar sang putra, Rania melihat dokter dan perawat masuk ke ruangan sang putra dengan sangat terburu-buru.Tentu saja hal itu membuat Rania sangat panik. Dia segera berlari ke kamar Abi, saat masuk sudah melihat dokter sedang menangani putranya.“Apa yang terjadi pada anakku?” tanya Rania sangat panik.“Kondisi Abi baru saja drop, Bu. Dokter sedang mengecek dan memberikan penanganan yang tepat,” jawab perawat.Rania menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Dia benar-benar ketakutan dan panik jika terjadi sesuatu dengan Abi.“Kumohon, Abi. Mama akan mengusahakan kesembuhanmu, tolong jangan terjadi apa-apa padamu, Sayang.”Rania terus memandang dokter yang sedang mengecek kondisi Abi. Bola matanya sudah berkaca-kaca, ketakutan memb
Hari berikutnya. Rania pergi ke perusahaan tempat Silvi bekerja. Dia datang lebih awal dan bertemu dengan Silvi yang ternyata menunggunya di depan perusahaan.“Syukurlah kamu datang awal,” ucap Silvi lalu menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan.“Aku tidak mungkin mengecewakanmu. Kamu sudah sejauh ini mau membantuku, jadi aku harus berjuang,” balas Rania.Silvi tersenyum lebar, lalu dia mengajak Anna segera masuk ke perusahaan karena kepala HRD ternyata sudah datang.Mereka masuk ke ruang HRD, lalu Silvi meninggalkan Rania bersama kepala HRD agar bisa diwawancarai.Rania memberikan surat lamarannya. Dia berdiri di depan meja kepala HRD sambil menunggu wanita itu membaca surat lamarannya.“Ternyata kamu sudah banyak pengalaman kerja di usiamu sekarang,” kata kepala HRD.Rania tersenyum dan mengangguk. “Iya, dan saya ahli menjadi cleaning service.”Kepala HRD tersenyum. “Terakhir kali kamu menjadi petugas kebersihan di klub malam, kenapa kamu keluar? Apa gajinya tidak mu
Alex berada di ruangannya menandatangani berkas-berkas yang bertumpuk di meja. Dia tidak fokus dalam bekerja, sampai beberapa kali membaca ulang berkas yang diserahkan padanya.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Arion–sekretaris Alex.Alex melirik pada Arion, tapi tidak menjawab pertanyaan sekretarisnya itu. Dia segera membubuhkan tanda tangan, lalu menyerahkan berkas yang ditunggu oleh sekretarisnya itu.“Mana lagi yang butuh diserahkan hari ini?” tanya Alex sambil menatap satu persatu berkas yang ada di meja.“Stopmap merah, Pak,” jawab Arion sambil menunjuk ke stopmap yang dimaksud.Alex segera mengambil lalu membuka stopmap itu dan menandatangani berkas di dalamnya.Arion mengamati atasannya itu, sikap Alex beberapa hari ini memang sangat aneh. Jika mudah emosi itu sudah biasa, yang tak biasa itu karena Alex sering sekali melamun bahkan tidak fokus saat menghadiri rapat.Setelah Arion pergi dari ruangan Alex. Alex meletakkan pulpen yang dipegang lalu sedikit melonggarkan dasi yang tera
Saat sore hari. Anna duduk di teras sedang makan camilan bersama Stefanie. Dia terlihat sangat bahagia, di masa kehamilan bisa bersama orang-orang yang menyayangi dan memberinya banyak perhatian.“Suamimu pulang,” ucap Stefanie saat melihat mobil Kai memasuki halaman rumah.Anna tersenyum lebar, dia kembali memasukkan potongan semangka ke mulut lalu berdiri untuk menghampiri suaminya.Kai turun dari mobil yang baru saja terparkir sempurna di depan garasi mobil. Dia membuka bagasi mobil, lalu mengambil sesuatu dari dalam sana.Anna mengamati apa yang Kai bawa, suaminya membawa satu kantong plastik besar.“Itu apa?” tanya Anna penasaran.“Pesananmu,” jawab Kai lalu membuka plastik itu agar Anna melihat isinya.Mata Anna berbinar. Dia langsung mengambil kantong plastik berisi banyak mangga muda itu dari tangan Kai.“Terima kasih.” Anna mencium pipi Kai, lalu pergi meninggalkan suaminya tanpa mengajaknya masuk.Kai terkejut, bisa-bisanya dia diabaikan karena mangga muda.“Anna! Hati-hati