"Kamu tenang aja yaa, sayang. Sebentar lagi Adrian pasti datang" ucap Zelfa ke arah Andini, perempuan yang akan di jodohkan oleh Zelfa untuk Adrian Anaknya.Zelfa saat ini terus saja gencar mempertemukan Adrian dengan Andini, perempuan yang profesinya sama-sama dokter dengan anaknya. Akan tetapi anaknya itu terus menerus menolak nya, bahkan Adrian kerap kali memberikan berbagai macam alasan agar dia tidak bertemu dengan calon dari bundanya itu.Sebisa mungkin Zelfa akan terus memaksakan agar Adrian menggagalkan rencana pernikahannya dengan Resti."Tapi bun, nanti bang Adrian marah" Andini berkata dengan lirih sembari menunduk takut."Selama ada bunda, Adrian enggak akan marah ke kamu"Mereka berbincang kembali, selama menunggu Adrian datang. Kemudian mereka memesan beberapa menu sebagai cemilan. Tidak berselang lama laki-laki yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Adrian memakai baju dengan kaos berkerah yang berwarna putih, dipadukan dengan celana jeans. Serta kaca mata hita
"Lalu, menurut kamu. Yang pantas menjadi Papa nya Rachel. Kamu. Begitu," sahut Adrian, sembari melirik sekilas ke arah laki-laki itu seperti sedang mencemoohnya "bahkan kamu, tidak pernah mengakui darah daging kamu sendiri. Apa pantas kamu di sebut papa nya" lanjutnya dengan tegas, sembari tersenyum penuh arti."Berengsek" umpat Richard, rahangnya mengeras dengan tatapan beringas seolah-olah ingin menerkam Adrian hidup-hidup. Tangannya terkepal dengan kuat menahan gejolak amarahnya. Sebisa mungkin dia harus menguasai emosinya di depan anak kandungnya."Achel, sama encus Minah," pinta Adrian ke arah Rachel--anak perempuan yang sangat dia sayangi layaknya anak kandungnya sendiri.Rachel hanya menganggukkan kepalanya, pertanda dia mangerti ucapan Adrian. Dia memeluk kemudian mencium pipi Adrian, sembari sesegukan karena tangisnya yang belum mereda.Richard hanya memperhatikan interaksi keduanya, hatinya tercubit saat menyaksikan kedekatan anaknya dengan orang lain. Seharusnya dia yang di
"Bunda kangen, Achel" Resti mencium setiap jengkal wajah imut sang buah hatinya yang masih dalam dekapannya."Stop,""Kenapa?" tanya Resti heran sembari mengeryitkan keningnya menatap sang buah hati."Atu udah becal, nangan tium-tium. Mayu" jawab Rachel cedal dengan wajah kesalnya."Kan bunda kangen, memang achel gak kangen" "Tanen, tapi enda tium-tium cemua"Resti hanya tertawa menanggapinya dengan gemas, kemudian dia menguyel-nguyel perut hingga membuat anaknya tertawa geli."Aku enggak kamu peluk, aku juga kangen" tiba-tiba Richard berbisik ditelinga Resti.Laki-laki itu mengerlingkan sebelah matanya, dia berdiri tepat di samping perempuan itu tanpa disadari oleh Resti. Tangannya dia masukkan kedalam saku celananya. Resti memutar kedua bola matanya dengan malas kemudian meninggalkannya dengan acuh."Sayang, kamu tidak mau berterima kasih kepadaku" teriak Richard sembari mengikuti langkah Resti yang sudah melenggang berjalan duluan."Untuk?" Jawabnya masih terus tetap melangkah me
"Sejak kapan kalian kembali bersama?" tanya Adrian dengan lirih, sembari terus menatap Resti."Mas, sebelumnya aku ingin meminta maaf kepadamu… “ Resti menjeda ucapannya, kemudian dia menghembuskan napasnya dengan perlahan, “Semua serba kebetulan. Perusahaan yang aku tangani adalah milik suamiku."Perempuan itu menyadari kesalahannya saat berucap. Dia dapat melihat raut wajah Adrian sendu, saat dia menyebut nama Richard sebagai suami."Apa kamu bahagia, Res?" Resti tidak dapat menjawab pertanyaan Adrian, dia menundukkan pandangannya. Bulir bening menetes di kedua bola matanya. Dia sangat bersalah tidak bisa membalas perasaan Adrian terhadapnya. Laki-laki yang selalu ada saat dia membutuhkan pertolongan, laki-laki baik yang selalu menyayangi anaknya dan mencintainya dengan tulus. Dengan sabar, laki-laki itu selalu menunggu agar hati Resti bisa menerimanya."Aku harap diamnya kamu sudah menjawab semuanya, terus aku bisa apa lagi?” Adrian tersenyum miris. “Selama ini kamu tidak pernah m
Sepasang mata kecil menatap dengan intens, interaksi dari beberapa orang yang sedang bercengkrama di ruang keluarga. Sesekali tertawa dengan celotehan anak perempuan cantik yang tengah menjadi pusatnya beberapa perhatian orang dewasa.Dia diam memandangi satu persatu orang-orang tersebut, yang sedang berkumpul di ruangan itu, dengan perasaan yang sendu. Tiba-tiba dia mendengar namanya di panggil oleh seseorang, yang beberapa minggu ini menghilang tanpa memberikan kabarnya sedikitpun."Arka, sini sayang. Anak papi" Richard berdiri menghampiri anak laki-laki tersebut.Dia menatap Arka dengan binar kebahagiaan, kemudian menuntun anak itu untuk duduk bersamanya di ruang keluarga."Papi kenalin, dia adik kamu" lanjutnya, yang membuat seketika kening anak tersebut mengernyit bingung."Adik" batinnya berkataRichard membawa Arka untuk duduk di atas pahanya sebelah kanan, kemudian dia juga mengangkat Rachel untuk dia duduki di atas pahanya sebelah kiri."Ini bunda Resti" Richard memperkenalka
Hari berganti hari, bulan pun telah berganti bulan. Kini Resti sudah terbiasa dengan kesehariannya. menjalani kehidupannya yang baru. Menjadi seorang istri dari seorang CEO pemilik perusahaan raksasa dibidang kesehatan, seorang ibu dari dua pasang anak laki-laki dan perempuan. Walaupun Arka bukan darah dagingnya, dia tidak sama sekali pernah membedakan satu dengan yang lain. Dia tetap memberikan kasih sayangnya sama adil. Menjadi menantu, yang tentu saja selalu ada di setiap sang Mama mertua membutuhkan bantuan karena keterbatasannya dalam bergerak. Selalu menemaninya saat perempuan paruh baya itu kontrol untuk terapi dalam berdiri. Kini Elsa sudah banyak memberikan peningkatannya, dia sudah bisa sedikit banyak berdiri, walaupun dengan perlahan dan terbatas.Resti juga sudah menerima undangan, jika dalam waktu dekat Adrian akan segera menikah dengan perempuan pilihan sang bunda. Niatnya dia ingin menghadiri acara pernikahan laki-laki yang pernah mengisi hari-harinya, walaupun dia sam
"Tito, saya berharap. Kamu tidak menceritakan tentang kejadian tadi" kata Resti, saat sudah duduk di bangku penumpang bagian belakang, kepada salah satu anak buah Richard yang sedang mengendarai mobil yang ditumpangi Resti.Tito adalah salah satu ketua team anak buah dan orang kepercayaan yang dipilih Richard untuk menjaga sang istri. Tito bekerja dengan Richard sudah sangat lama, sebelum nya dia selalu berada di samping Richard. Tapi kini tugasnya dia alihkan untuk menjaga Resti. Tito mempunyai insting yang sangat tajam, jika terjadi sesuatu hal yang buruk terhadap sekelilingnya. "Maaf, Bu! sepertinya. Tanpa saya bicara, Bapak sudah tahu" "Ck" Resti berdecak sebal, pasti suaminya sudah memasang kamera di saku baju setiap anak buahnya."Saya antar, Bu Resti ke mana?" tanya Tito"Sebaiknya, aku ke kantor saja" sahut Resti.Tanpa sepatah kata lagi, Tito langsung mengarahkan kendaraannya menuju kantor sang bos. Sekitar kurang lebih satu jam, kini mobil yang dikendarai oleh Tito sampai
"Mas, perasaan aku. Kok, tidak enak ya!" kata Resti, saat dia duduk di depan cermin sedang menyisir rambutnya. Tangan perempuan itu yang sedang memegang sisir, dia biarkan menggantung diudara saat dia melihat dan memperhatikan suaminya lewat pantulan kaca.Richard tidak merespon sama sekali apa yang dia ucapkan tadi. Dia melihat suaminya tengah sibuk dengan poselnya, duduk bersila di atas kasurnya."Mas, kamu dengar tidak sih""Apa, sayang""Aku kepikiran, Arka loh. Mas" sahutnya sembari memegang dadanya yang terasa berdebar-debar dan menyesakkan dadanya.Pandangan Richard beralih memperhatikan Resti. Sejujurnya dia pun sama seperti apa yang dirasakan oleh istrinya, tapi sebisa mungkin dia menutupinya. Toh anak buahnya selama ini selalu memantau setiap pergerakan yang ada di dalam rumah mantan istri keduanya.Richard beranjak berdiri menghampiri Resti kemudian memeluknya dari belakang, dia singkirkan beberapa anak rambutnya disekitar leher sang istri kemudian mengecupnya sekilas. Dia