Share

Si Rapih dan Si Berantakan

"Dia temanmu?" Nicholas bertanya, menunjuk dagunya ke Trey Cole yang menatap Rachel dengan antusias. Rachel mengerutkan kening, matanya tertuju pada lengan Nicholas yang melingkar di pinggangnya.

"Rachel?" suara Trey menyadarkannya. Rachel tersenyum kaku, "Trey Cole! Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini!" katanya sambil mencoba melepaskan diri dari Nicholas tetapi ia gagal, Nicholas tidak berniat untuk melepaskannya.

"Ya aku juga, kantorku ada di dekat sini, kau tinggal di gedung ini?" tanya Trey menatap Rachel dengan riang.

"Tidak, um..."

"Sayang, kau kan tinggal di sini, begitu kita menikah, tempat ini akan menjadi milikmu juga, mengapa kau masih malu-malu mengakui hal itu..." Nicholas tiba-tiba memotong kata-kata Rachel. Ia menatapnya dengan satu alis terangkat, mengisyaratkannya akan perjanjian yang akan mereka buat, Rachel meringis tetapi tidak mengatakan apa-apa.

Trey menganggukkan kepalanya beberapa kali, "Begitukah? Mungkin kita bisa minum bersama kapan-kapan!" katanya dengan senyum di wajahnya.

Nicholas berdeham dengan keras, "Kau akan sibuk dengan persiapan pernikahan, bukan?" katanya, ia mengedipkan satu matanya pada Rachel yang menatapnya dengan kesal.

"Ya, kurasa begitu, simpan saja nomormu di sini, aku akan meneleponmu kapan-kapan," ujar Rachel sambil menginjak kaki Nicholas yang langsung melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang Rachel.

Rachel mengambil ponselnya lalu memberikannya pada Trey, mengabaikan Nicholas yang mendelik kesal di sebelahnya.

"Kalau begitu, sampai jumpa nanti!" kata Trey setelah ia memasukkan nomornya ke ponsel Rachel, ia tersenyum pada Rachel yang menatapnya dengan mata berbinar.

"Ya Tuhan dia masih tampan seperti dulu..." gumamnya dengan mata yang berbinar.

Nicholas mendengus, "Tampan? Benarkah? Dia tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku! Cepat! Kau masih menginginkan uang atau tidak?" katanya sambil berjalan pergi, meninggalkan Rachel yang masih memperhatikan punggung Trey dengan kekaguman di wajahnya.

"Tidak bisakah kau bersikap biasa saja? Kau baru saja merusak pertemuanku dengan satu-satunya pria yang pernah kucintai!" kicau Rachel saat dia mengikuti langkah lebar Nicholas menuju lift.

"Seleramu benar-benar rendah!" kata Nicholas dengan acuh tak acuh.

Rachel mengerutkan wajahnya, menjadi lebih kesal.

"Helloooo? Apakah kau pikir kau lebih baik darinya?! Kau hanya bocah manja yang tidak tahu apa itu kerja keras!" katanya singkat.

"Apa yang kau katakan? Bocah manja? Jangan katakan sesuatu yang tidak kau ketahui," desisnya tajam, ia menekan tombol lift dan masuk ke dalam dengan wajah dingin. Rachel langsung terdiam, ia tidak tahu Nicholas bisa tersinggung dengan kata-katanya.

Lift melesat ke lantai 68, tidak ada percakapan di antara mereka hingga beberapa detik kemudian lift berdenting terbuka, Rachel melangkah keluar mengikuti Nicholas. Ia disambut oleh lorong panjang dengan lantai marmer yang diterangi oleh lampu-lampu yang terang. Mereka berjalan menyusuri lorong dan berakhir di sebuah pintu hitam yang terlihat sangat mewah dan elegan. Nicholas meletakkan jarinya di  alat pemindai, dan tak lama kemudian pintu terbuka dengan sendirinya.

Rachel benar-benar ternganga melihat ruangan di hadapannya. Semua perabotan didominasi warna hitam putih yang mewah, yang paling menonjol adalah pemasangan lampu gantung yang ia tahu menelan biaya hingga tiga juta dolar.

"Berapa banyak yang kau tawarkan?" Rachel bertanya tiba-tiba.

Nicholas yang berdiri di depan dinding kaca sedikit terkejut, ia berbalik menatap Rachel,

"Kau isi sendiri nominalnya, coba aku lihat berapa yang kau tulis tadi malam..." ia mengeluarkan ponselnya, membuka dokumen perjanjian yang diisi Rachel saat mabuk tadi malam.

"Hmmm, kau meminta dua juta dolar di luar semua hutang yang harus kau lunasi," kata Nicholas, menahan tawa.

Rachel melotot, "Aku harus mengganti nominalnya! Aku mengisi jumlah itu saat aku tidak sadarkan diri!" pmelnya. Bagaimana mungkin harga dirinya bisa lebih murah daripada harga lampu gantung di Penthouse Nicholas! Itu tidak masuk akal!

Nicholas mengangkat bahunya, "Terserah, kau bisa menggunakan laptop itu untuk merevisi isi kontrak, nanti aku akan mempertimbangkannya, aku akan pergi mandi sekarang," katanya sambil menunjuk laptop yang tergeletak di atas meja.

"Jangan sentuh apa pun kecuali laptop itu dan jangan ubah tata letak ruangan sama sekali, kembalikan semuanya pada tempatnya, kau mengerti?" kicau Nicholas, sedikit cemas, ia tidak pernah suka orang lain menyentuh apa yang menjadi miliknya.

Rachel mencibir, sudut bibirnya terangkat ke atas. "Pantas saja kau masih jomblo sampai sekarang, lihatlah kelakuanmu..." gumamnya kesal.

Ia berjalan ke ruang tengah dan duduk di sofa berwarna khaki yang sangat lembut dan empuk.

"Ya ampun, sofa ini sangat nyaman! Aku bisa tertidur jika terlalu lama duduk di sini!" ocehnya sambil menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang harganya sangat mahal.

Nicholas melotot, "Turunkan kakimu dari sofaku!" bentaknya, ia berjalan cepat ke arah Rachel dan menarik kaki Rachel agar turun ke lantai.

"Jangan coba-coba membuatku kesal! Lihat kaki kotormu menodai sofaku! Kau benar-benar bar-bar!" gumamnya tak percaya.

Rachel mendengus, "Ya Tuhan! Kau benar-benar menyebalkan! Setidaknya beri aku minuman atau makanan ringan! Kau benar-benar tidak memiliki sopan santun!" ocehnya, tangannya terulur untuk mengambil laptop dari meja, wajahnya bersungut-sungut kesal.

"Apakah kau manusia? Wah, kau benar-benar mengalahkan beruang kutub! Bahkan beruang melakukan hibernasi setelah makan banyak! Hei, Kau baru saja selesai makan berat dan sekarang kau meminta camilan? Apakah ada cacing raksasa di perutmu?" ujar Nicholas, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya, matanya menatap Rachel dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Rachel mendengus, "Dasar orang kaya pelit! Kau tidak perlu memanggilku beruang kutub hanya karena kau tidak mau memberiku makanan ringanmu!" bentaknya, melirik Nicholas dengan bibir mengerucut.

Nicholas hanya menggelengkan kepalanya, ia berbalik dan pergi meninggalkan Rachel yang menjulurkan lidah di belakangnya.

Setelah Nicholas tidak terlihat, Rachel kembali fokus pada laptop di pangkuannya dan mulai sibuk merevisi kontrak. Tanpa sadar ia melakukannya sambil tersenyum senang, ia bisa membayangkan hidupnya akan segera menjadi lebih baik dan cerah tanpa para penagih hutang yang terus-menerus mencarinya.

Setelah selesai merevisi kontrak dan puas dengan hasilnya, ia bangkit dan berjalan menuju lemari pendingin.

"Wow! Dia benar-benar terobsesi dengan kerapian! Benar-benar aneh! Apakah dia mengidap OCD?" gumamnya, menatap takjub pada deretan botol dan kaleng yang tertata rapi di depannya.

Tangannya terulur untuk mengambil seember es krim cokelat almond dan sebotol San Pellegrino lalu ia duduk di atas sebuah bangku di depan meja marmer panjang yang terletak di dapur.

"Hmmm enak!" gumamnya sambil memasukkan satu sendok besar es krim ke dalam mulutnya. Namun tiba-tiba es krim itu meleleh dan jatuh ke meja atas marmer.

"NOOOOOOO!" sebuah jeritan terdengar dari tangga, ia berbalik dan mendapati Nicholas sedang menatapnya dengan tatapan membunuh yang membuatnya meringis ketakutan...

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status