Share

bab 4

Penulis: Author Rina
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-04 08:47:04

Bab 4

"Darti berlaga kamu ya, hidup aja mengkas-mengkis. Pagi makan sore enggak. La kok mau saingan sama aku!"

Aku yang baru saja mau menyiapkan rendang hasil masakan ipar seketika mengintip ke teras. Tampak seorang wanita berpakaian menor berdiri di depan ibu mertua.

"Ono opo to , Yu? Saingan apa, la kalau aku mau saingan sama sampean ya gak mungkin. Sampean loh orang kaya, anake punya toko gede di jakarta la kok dibandingkan dengan saya yang cuma buruh tani," jawab ibu mertua.

"Bagus lah kalau kamu sadar, kalau orang kismis itu ya kismin aja. Gak usah main-main! Berlaga ngasih uang saku saja 100 ribu. Mau sok-sokan kamu!" Sengit wanita itu yang membuat ibu kaget bukan main.

"Oalah yo gak mungkin to mbak Yu. Wong aku itu loh cuma orang gak punya kok ngasih THR banyak gitu. Uang segitu sudah cukup aku pakai makan seminggu lebih," jawab ibu.

"Yowes berarti anake Pardi itu cuma menganda-mengada, gak mungkin juga kamu ngasih THR sebanyak itu. Begonya Loh, aku kok ya percaya aja sama ceritanya. Yo wes tak bilang sama orang-orang kalau kamu gak ngasih uang itu."

"Is ada orang macam ini," gumamku.

Aku masuk ke dalam untuk membantu iparku.

"Mbak, mas Elias kok belum pulang ya. Sebentar lagi lebaran padahal," ucap adik ipar.

Seketika aku ingat suami kontrakku itu. Kemana dia ya kok pergi begitu saja setelah mengantar aku ke kampungnya.

"Entah, kemarin dia bilang kan ada kerja di luar kota," Jawabku.

"Loh memangnya gak chat mbak gitu?"

Waduh bahaya ini, bisa ketahuan kalau aku cuma menikah kontrak kalau begini.

"Mm ada sih, cuma nanya kabar," jawabku beralasan.

"Loh kok aneh. Memangnya mbak gak cemburu mas Elias pergi begitu lama?"

Hah? Cemburu, cinta saja keknya engga.

"Mm ya ..."

"Mas Elias gitu-gitu ceweknya banyak loh mbak, bahkan ada loh yang mau diajak kawin lari. Bahkan ceweknya yang mau tapi mas Elias menolak."

Kutatap iparku," kenapa gak mau?" tanyaku.

"Ya karena mas Elias menghargai itu cewek mbak. Dia gak mau dianggap maling karena membawa lari anak orang."

Aku mengangguk sambil bibirku membentuk huruf "O."

"Pokoknya mbak beruntung dapat suami seperti mas Elias, bukan karena Abang kandungku ya, tapi karena dia itu idola cewek-cewek di sini. Cuma kurang harta saja dia selalu kalah."

Aku termenung sebentar, kalau dipikir emang iya sih, Elias itu lumayan ganteng. Cuma kek kulkas, senyum aja jarang.

"Ibu-ibu ayo sini gamis baru-baru semua ini!"

Suara teriakan seseorang mengagetkan aku.

"Itu penjual apa?"tanyaku yang tiba-tiba jadi begok. Padahal jelas menawarkan gamis tapi masih aku tanya.

"Itu penjual gamis mbak. Biasa kalau mau lebaran dia keliling kampung."

"Loh masih ada penjual begitu?" tanyaku heran. Di era modern begini bukannya orang lebih suka belanja di Tik tok atau shopee kok masih laku pedagang begini.

"Yo masih mbak. Di sini kan lumayan jauh dari kota, daripada mereka ke kota ngabisin duit ya mending beli sama orang muter. Satu lagi, itu bisa dikredit."

"Eh, baju kredit?"tanyaku heran. Kalau barang aku gak heran kalau kredit tapi kalau baju menurut aku agak aneh.

"Gak usah heran mbak, di sini sudah biasa," jawab iparku.

"Oh, kamu gak beli?"tanyaku pada adik ipar.

"Mm gak mbak, gak punya duit. Kemarin dapat gaji dari metik buah udah habis buat bayar hutang."

Kukerurkan keningku

"Kamu punya hutang?"tanyaku.

"Bukan hutangku mbak tapi.."

"Lek Darti pegang-pegang nanti beli gak. Kalau gak beli gak usah pegang, bikin lecek saja!"

Aku kaget mendengar suara lantang itu.

"Aduh, si mbok itu ngopo to pakai pegang -pegang gamis wong ya gak beli."

Entah kenapa dadaku bagikan di pukul dengan batu, rasanya sungguh sesak. Segera aku keluar dan aku lihat ibu mertua duduk mojok diteras dengan wajah tampak pilu.

"Ibu pingin beli baju?"tanyaku pada mertua tanpa basa-basi.

"Enggak,Ndok. Ibu sudah biasa gak punya baju baru pas lebaran. Ibu tadi mau .." ibu tidak melanjutkan ucapannya.

"Mau apa to mbok tadi itu sampean. Wong jelas baju-baju punya Mbak Marni itu mahal-mahal. Mana orangnya ya jutek begitu."

"Tadinya ibu mau kreditkan baju untuk Miranda, kasian kalau dia gak pakai baju baru. Pasti di kota sana Miranda terbiasa pakai baju baru."

Jleb

Ya Tuhan, jadi mertuaku rela dihina demi untuk membelikan gamis baru untukku. Kutatap wajah sedih mertua, lalu aku dekati beliau.

"Bu, gak papa kok. Baju-baju Miranda juga masih Bagus kok," ucapku lembut.

"Tapi ibu gak enak sama kamu, Ndok. Kemarin kan kamu sudah membelikan ibu daging masa ibu gak belikan kamu apa-apa."

Ku pegang tangan kusut mertuaku.

"Gak papa, Bu. Malah Miranda mau ajak ibu ke mall ini, buat beli baju lebaran. Sekali-kali ibu harus pakai baju baru biar tak lagi di nyinyirin tentangga."

Entah kenapa aku sakit hati banget dengan orang-orang di sini yang memperlakukan ibuku dengan tidak baik itu.

Awalnya Ibu menolak tapi setelah aku bujuk dan juga dibantu adik ipar kamipun pergi ke mall.

"Sini grab gak bisa masuk ya?"tanyaku pada Ipar.

"Grab apa mbak?"

"Itu loh sewa mobil online, seperti taxi."

"Walah, Ra Ono mbak. Kita naik ojek saja, nanti sampai jalan ramai mungkin ada grab."

Aku ikut saja, memang begini resiko jadi menantu orang kampung.

"Walah gaya mantune Lek Darti ketimbang ke mall paling ya beli baju diskonan aja, dandanane kaya orang yes," celetuk warga saat kami melintas.

"La iya wong kere aja kok macak sugeh!"

Aku yang geram segera menghampiri mereka.

"Hello, kalian semua gak ads kerjaan kah. Ngurus aja urusan orang!" Sengitku.

"Eh berani rupanya. La ya kamu ini, paling di kota kamu ya cuma buruh pabrik atau kalau dak ya paling tukang ngosek WC makanya kamu mau menikah dengan Wildan. Gitu loh kok gaya kamu selangit, pakai acara ngeborong belanja segala. Biar diakui kaya gitu ya!"

Buset, monkey betul ini orang tua, ngomong asal jeplak saja.

"Lah, kalau saya mah suka bertindak sesui dengan apa yang saya suka, yang buat say bahagia,gak pernah mikir apa akan diakui kaya apa miskin. Karena sejatinya mah orang kaya gak perlu pengakuan!" Sengitku.

"Halah, kalau kamu orang kaya kok mau sama anaknya Lek Darti. Ya gak mungkin to."

Sue emang ni orang, ada masalah apa sih sama mertuaku kok usil benar sama urusan kami.

"Oh kalau orang kaya harusnya jadi menantu Anda gitu?"tanyaku santai.

"Loh kalau aku mah jelas. Tapi ya belum tentu anakku mau sama kamu,haha," wanita itu tertawa renyah.

Jadi penasaran seperti apa anaknya.

"Yu Saminah!"

Baru saja aku mau menjawab ucapan wanita itu laagi tiba-tiba ada seorang lelaki mendekat yang membuat wajah wanita itu berubah.

"Mbok Saminah, ini gimana sudah dua Minggu loh, Mbok Saminah belom bayar kredit pancinya. Kalau begini saya malas ah ngasih kredit lagi!" Kesal orang itu sementara.

Kutarik bibir membentuk senyum lebar

"Oalah jare orang kaya, anake sukses. La kok beli panci saja kredit, itu beneran kaya atau borongan sih!"

Hahaha

Wajah wanita julid itu berubah merah membuatku merasa puas.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 11

    "Ya salah to. Kamu loh ngupasnya itu tebal-tebal, bisa rugi dong kami kalau kamu ngupasnya tebal begini. Aturan kentang sekilo bisa buat 40 orang ini cuma dapat 30 orang. Gimana sih kamu."Aku menarik napas," yaelah ketimbang begitu doang. Kurang ya beli lagi lah, katanya kaya. Anaknya tentara, satunya punya toko gede, masa iya kentang saja gak mampu beli. Jangan pelit-pelit mbak, jadi orang nanti mati kuburnya sempit," ujarku.Kesal sekali aku sama dia, ketimbang ngupas kentang aja, ribet."Eh dibilangin malah berani, nanti kalau kurang mamanya Kamu mau tanggung!""Halah ketimbang kentang doang nanti aku belikan satu truk!" Kesalku. Wanita itu pergi dengan wajah yang terlihat kesal sementara aku membantu ibu mengupas kentang. Beruntung Nur datang."Kamu dari mana sih Nur. Ibu dari tadi kerja sendirian kamu kok malah hilang?"tanyaku pada Nur yang langsung duduk di hadapanku. "Gila itu Mbok De Saminah. Masa aku disuruh ngadahi snak 200 kotak. Mana nggak ada yang bantu lagi," kesal Nu

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 10

    "Kalian bantu-bantu di depan saja sama yang lain, jangan di sini. Kotor," ucap Ibu pada aku dan Nur.Memang ini adalah dapur kayu, asap mengepul di mana-mana. Belum lagi suasananya yang panas. Tapi, aku gak tega dengan ibu mertua. "Darti! Kok malah bengong to. Ini cepat di sayur!" Mbok De Saminah kembali memerintah selayaknya majikan. "Wes Ibu tak kerja dulu." Ibu dengan tubuh kurusnya berjalan menuju tumpukan sayur yang belum dikupas dan juga daging. Heran kenapa ibu sendiri yang mengerjakan."Sini Bu aku bantu."Aku meraih sayur dan membantu mengupas kentang. Tak terasa aku hatiku pilu, apa karena orang miskin ibu mertuaku diperlakukan begini. Di sini ada banyak orang, tapi mereka hanya ngerumpi tanpa mau membantu. "Eh itu, menantune Darti yang katanya kaya. Aku Kok ragu orang kaya kok mau rewang," ucap salah seorang warga. "Halah paling yo pekerja pabrik, gayanya aja selangit. Lagian loh Elias itu kan cuma sopir, mana ada orang kaya yang mau sama dia," cemooh warga yang lainn

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 9

    "Eh iya Nak Miranda, ibu yang rumahe depan mbah Saminah," jawab orang itu."Terus tadi sampean suruh ibu saya apa? Pinjamin sampean uang. Maaf ya, daripada uang saya pinjamkan pada manusia gak punya hati seperti anda. Lebih baik aku masukkan kotak amal lebih berguna," ucapku yang membuat wanita itu wajahnya merah seketika."Wow dasar sombong, paling kamu di kota ya cuma buruh pabrik, pasti gak lebih kaya dari anakku. Anakku loh polisi!""Yowes ngapain utang kalau anak sampean kaya, mintalah sama anak sampean!" Sengitku kemudian pergi.Ya Ampun, mau ibadah aja ada aja halangannya.Acara Yasinan di kampung berlangsung seru. Karena ternyata bukan hanya ajang ibadah tapi juga ajang gosib ibu-ibu. "Eh Lek Darti kok tumben ke pengajian," celetuk orang yang duduk di belakang kursiku. "Iya, biasanya kan gak di undang," jawab warga lain. "Ouh itu mungkin, karena gamisnya baru.""Kok kamu tahu kalau gamis Lek Darti baru?""Ya baunya aja masih baru gitu kok. Tumben Lek Drti bisa beli gamis ba

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab8

    ku segera mengambil benda apa saja, ibu mengambil sapu sementara Nur mengambil arit yang biasa dipakai Ibu kalau untuk pergi ke sawah. Walaupun takut, tapi kami berusaha kuat. Dengan hati-hati kami mendekati bayangan yang tak jelas wajahnya karena lampu temaram itu. Satu, dua, tigaAku memberi aba-aba untuk bertindak dan kami semua mengacungkan senjata. "Apa-apaan sih kalian, ini aku!" Aku melotot "Elias," ucapku."Iyalah, kamu pikir apa. Maling!" Sinis lelaki itu," makanya punya mata itu dipakai, jangan asal ngeklaim orang maling. Coba kalau terjadi apa-apa, kan susah!" Lanjutnya sengit. "Lah mana aku tahu, orang gak kelihatan kok," ucapku. Entah kenapa sopirku ini sangat menyebalkan setelah menjadi suami kontrakku. "Matamu saja yang rabun," gumamnya," mana kunci, Bu."Ibu mengeluarkan kunci dan membuka pintu. Aku yang kesal langsung menuju kamar dan menguncinya rapat-rapat. Dasar Kanebo kering, sekalinya ngomong cuma nyakitin. "Elias, kamu kok gitu sih sama istri. Gak baik ta

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 7

    Loh bukannya kalau acara Yasinan itu semua boleh datang ya?” tanyaku,” keknya sih,” lanjutku bergumam. Karena aku juga gak pernah datang ke acara seperti ini.“Ya harusnya begitu, mbak. Tapi nyatanya tidak dengan kami.” Nur menunduk sedih. “Memangnya gimana Nur?”tanyaku penasaran.“Ya karena kami miskin mbak, makanya kami gak..”“Nur, sudah. Gak baik bicara seperti itu. Sudah nasib kita jadi orang gak punya,” tegur Ibu yang membuat Nur tak melanjutkan ucapannya.“Ya udah. Kapan acara Yasinan? Nanti kita datang, nanti mbak ikut. Kalau ada yang macam-macam biar mbak yang jawab,” ucapku. “Beneran, mbak. Ya Allah mbak seperti malaikat bagi kami.”Nur memelukku sementara aku tiba-tiba saja air mata menetes tanpa aku komando._Waktu menunjukkan pukul 10 malam saat aku masuk ke dalam kamar. Perhatianku tertuju pada hp yang belum aku sentuh dari pagi tadi. Ada beberapa pesan dari teman-temanku. [Hoi monyet gunung, lo kemana sih?] tanya teman akrabku yang bernama Virda. Aku tak ingin memba

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 6

    “Ono opo to Bu?”tanya Nur yang kaget mendengar teriakkan Ibunya. “Iki Lo, la kok mahal banget. Masa harganya 500 ribu,” jawab ibu dengan wajah kaget. “Oalah, Bu. Mbok Ojo deso to. Namanya juga di mall,” ucap Nur. Sementara aku hanya tersenyum melihat tingkah mertuaku.Tiba-tiba seorang wanita berpakaian khas pegawai mall mendekat. “Maaf, Bu kalau mau minta-minta jangan di sini ya. Ini mall bukan pasar!” What? Aku segera mendekat, ini tak bisa dibiarkan.“Loh kami ini mau beli je mbak, bukan mau minta-minta,” ucap Nur.“Aduh, mending kalian ke pasar saja deh. Di sana mahal-mahal!” Kutatap wajah SPG itu, ada tenaga penjual seperti itu.“Ada apa mbak?”tanyaku pada pelayan tadi. “Ini loh mbak, la wong dari pakainya aja deso. Kotor dan bau, la kok bisa-bisanya masuk mall sini. Kan gak ngenakin penununjung,” jawab SPG itu menghina.“Ibu sama Nur mau baju yang mana?”tanyaku to the poin tanpa melihat wajah SPG tadi “Ndak usah nak Miranda, mahal,” jawab Ibu sungkan.“Gak papa, ibu pil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status