Share

bab 3

Auteur: Author Rina
last update Dernière mise à jour: 2025-07-04 08:46:38

"Serius ni mbak mau diborong?"tanya penjual sayur dengan ekspresi tak percaya.

"Walah kok percaya sama mantune lek Darti. Paling ya cuma ngibul," sinis ibu-ibu tadi.

"Hitung saja pak, semua yang bapak bawa," jawabku yang membuat wajah penjual sayur sumringah.

"Awas ya Tukimin. Nanti dihutang doang sama dia," sengit warga.

Kukirik sekilas orang itu.

"Semua dua juta mbak sama daging."

Warga tadi tersenyum mengejek.

"Heleh, wong kota kere aja kok, sok Sokan mau borong sayur," ejek warga.

Kusunggingkan senyum dengan ejekan mereka. Segera kubuka dompet agak lebar dan memperlihatkan isi dompetku.

"Ini, bang. Cash ya gak hutang. Kembalian ambil saja!" Ucapku.

"Wah, Alhamdulillah mbak gak hutang."

"Heh Tukimin, jangan senang dulu ya kamu. Nanti dimasukkan pesugihan sama dia!" Sinis warga.

Dasar orang kampung.

"Pak saya ambil daging saja dua kilo. Yang lain bagikan sama warga yang lain."

Wajah tukang sayur itu tampak semakin kaget.

"Serius, mbak?"

"Iya pak, termasuk ibu-ibu rese ratu gosip itu kalau mau ya kasih saja, biar diam mulutnya," ucapku sembari berjalan pergi.

"Heleh, baru bisa borong sayuran gerobak saja bangga, borong mall sana baru bangga!"

Tak kuhiraukan kata-kata pedas warga itu, nanti juga mati sendiri.

_

"Loh mbak dapat daging darimana?"tanya adik iparku.

"Beli dari tukang sayur," jawabku.

Dia segera mengambil daging yang aku bawa.

"Wah ini daging asli ya, mbak. Seumur-umur baru kali ini aku dapat daging asli," ucap ipar dengan mata berkaca-kaca.

Ya Tuhan, ternyata di luar begitu banyak orang menderita.

Aku jadi ingat saat aku membuang makan yang tidak aku suka waktu makan di restoran dulu. Elias menatapku dengan penuh amarah.

"Ambil!" Teriaknya dengan wajah marah.

"Ogah, aku gak suka makanan itu," jawabku malas.

"Kalau tak suka kenapa beli?" Wajah lelaki berkulit sawo matang itu kian emosi.

"Lah suka-suka aku lah, lagian aku beli juga pakai uangku bukan minta kamu!" Sengitku. Dari kecil aku memang tak suka diatur dan orang tuaku tau persis hal ini. Itulah kenapa dalam segala hal mereka tak mau atur aku.

"Kamu keterlaluan ya! Kamu tau, diluar sana berapa banyak orang yang gak bisa makan nasi yang enak seperti ini, berapa banyak manusia yang tak bisa makan ikan, ayam atau daging. Sementara kamu malah menyia-nyiakan makanan ini. Bahkan membuaangnya!"

"La bodo amat lah, makan gak makan urusan mereka!" Sengitku.

Elias menggelengkan kepalanya. Tangan kekar berototnya meraih piring makanan yang tadi belum sempat aku buang lalu menggeser di depanku.

"Makan!" Perintahnya.

"Gak!"

Elias semakin kesal lalu menyendok udang asam pedas tadi dan mendekatkan ke mulut.

"Kalau kamu gak makan, aku akan bilang pada semua orang kalau kita hanya menikah main-main untuk menutupi malu. Wartawan akan tahu dan nama baik mu akan hancur. Karirmu juga akan hancur dan kamu akan menjadi perbincangan publik. Para wartawan akan senang membuat berita ini!" Ancamnya yang membuat aku segera mengambil udang itu dan memasukkannya.

"Enaknya dimasak apa ya mbak?"tanya iparku yang membuat aku tersadar dari lamunan.

"Iya El, eh," ucapku saat tersadar aku keceplosan memanggil nama Elias.

"Ciye kangen ya sama Mas Elias. Sabar ya, bentar lagi juga akan pulang kok. Ehm, ehm sudah rindu pingin dipeluk ya, mbak."

"Eh, enggak kok," jawabku dan sialnya wajahku justru memanas karena digoda iparku itu.

"Itu bisa di soto kok enak," ucapku.

"Ah kalau soto nanti cepat habis dan gak bisa diawetkan mbak. Mending di rendang bisa diangetin sampai sebulan."

"Hah?"

Buset angetin daging sampai sebulan. Emang boleh?

"Ya udah terserah kalau begitu mau dimasak apa," ucapku.

Tak kuhiraukan adik ipar yang tanpak bahagia dengan daging pemberianku tadi.

"Mbak Aminah. Ini disuruh ibu munjung," ucap seorang anak kecil pada seorang wanita yang mungkin usianya sebaya dengan ibu.

Sudah dari beberapa hari yang lalu banyak sekali orang munjung( Tradisi mengantar makanan atau sembako pada beberapa hari sebelum hari raya) tapi anehnya di tempat Ibu mertua tak ada seorangpun yang datang munjung padahal dari segi usia ibu mertua lebih tua.

"Aku malas kalau disuruh ibu munjung ke rumah Mbah Darti."

Terdengar suara anak kecil yang membuat aku menoleh ke arah sumber suara. Dua orang anak kecil sedang berjalan sambil menenteng tas kecil.

"Loh kenapa emangnya?"tanya temannya.

"THR nya kecil."

Aku mengangguk, ' Oh ternyata ini alasannya.'

"Oh kalau mamaku gak mau Munjung ke tempat Mbah Darti, katanya mbah Darti itu pelit. Raya aja kalau ke sana gak dikasih THR sekalinya ngasih cuma 2 ribu. Kan malas."

Ya Tuhan sampai anak kecil pun ikut merendahkan mertuaku karena miskin.

"Ah masa. Malas ah aku ngantar ke sana kalau cuma dapat THR 2 ribu. Ditempat lain aja sepuluh ribu."

"Di mbah Saminah itu 30 ribu."

"Ya udah gantian yok. Kamu antar ke mbah Darti aku ke mbah Saminah," ucap bocil yang tadi disuruh ortunya untuk pergi ke rumah mertua.

"Ogah, suruh saja si Topan no."

Mataku tetap tertuju pada dua bocil tadi hingga seorang anak kecil kurus melintas.

"Topan-topan!"

Si bocah kurus mendekat.

"Antar kan ini ke rumah Mbah Darti," ucap bocil tadi.

"Loh kok aku, kan kamu yang disuruh ibumu," jawab Topan.

"Berani Lo sama gue!" Ancam bocil berlaga tadi dan entah kenapa Topan menurut.

_

"Mbah Darti, Asalamualaikum," sapa Topan.

Ibu mertua pun keluar dengan daster lusuhnya.

"Ada apa le?"tanya ibu mertua dengan senyum ramahnya.

"Mbah ini aku disuruh Pak Karni munjung."

Ibu mengkerutkan kening.

"Loh kok kamu yang nganter, Ferdi kemana?"

Ferdi?

"Ferdi gak mau antar ke sini Mbah, katanya THR nya kecil."

Jleb

Ya Tuhan, mau aku marahin tapi ini bocil.

"Iya Le, Mbah memang gak bisa ngasih THR banyak seperti yang lain."

Ibu mertua mengelus rambut Topan, senyum terukir dibibir tapi aku tahu hati menjerit.

"Tunggu sebentar ya Le."

Ibu masuk ke dalam rumah. Sementara aku mendekati Topan.

"Kamu nunggu Mbah Darti ya?"tanyaku pada bocah kurus yang sekilas seperti kurang pandai itu.

"Iya, mbak. Nunggu THR," jawabnya polos

"Ni, tadi mbah Darti pesan sama kakak suruh ngasih ini ke kamu."

Bocah itu sumringah menerima amplop dariku.

"Loh Topan tadi kemana Ndok?"tanya mertua saat keluar dari rumah.

"Sudsh pergi, Bu."

"Loh piye to, wong tadi ibu ambil THR."

"Gak papa tadi sudah Miranda kasih."

Ibu mengangguk lalu masuk sementara aku yang penasaran segera mengintip anak-anak tadi.

"Pasti kamu dapat THR 2 ribu lagi kan?"tanya Bocil songong tadi.

"Ya Ellah memang Mbah Darti bisa ngasih lebih dari itu, wong dia loh kismin."

Ya Tuhan, apa begini ajaran orang tua mereka ya?

"Enggak kok, aku dapat 100 ribu," jawab Topan sambil menunjukkan selembar uang yang aku kasih.

Haha rasain para bocil kematian, kena kan batunya sekarang.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 11

    "Ya salah to. Kamu loh ngupasnya itu tebal-tebal, bisa rugi dong kami kalau kamu ngupasnya tebal begini. Aturan kentang sekilo bisa buat 40 orang ini cuma dapat 30 orang. Gimana sih kamu."Aku menarik napas," yaelah ketimbang begitu doang. Kurang ya beli lagi lah, katanya kaya. Anaknya tentara, satunya punya toko gede, masa iya kentang saja gak mampu beli. Jangan pelit-pelit mbak, jadi orang nanti mati kuburnya sempit," ujarku.Kesal sekali aku sama dia, ketimbang ngupas kentang aja, ribet."Eh dibilangin malah berani, nanti kalau kurang mamanya Kamu mau tanggung!""Halah ketimbang kentang doang nanti aku belikan satu truk!" Kesalku. Wanita itu pergi dengan wajah yang terlihat kesal sementara aku membantu ibu mengupas kentang. Beruntung Nur datang."Kamu dari mana sih Nur. Ibu dari tadi kerja sendirian kamu kok malah hilang?"tanyaku pada Nur yang langsung duduk di hadapanku. "Gila itu Mbok De Saminah. Masa aku disuruh ngadahi snak 200 kotak. Mana nggak ada yang bantu lagi," kesal Nu

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 10

    "Kalian bantu-bantu di depan saja sama yang lain, jangan di sini. Kotor," ucap Ibu pada aku dan Nur.Memang ini adalah dapur kayu, asap mengepul di mana-mana. Belum lagi suasananya yang panas. Tapi, aku gak tega dengan ibu mertua. "Darti! Kok malah bengong to. Ini cepat di sayur!" Mbok De Saminah kembali memerintah selayaknya majikan. "Wes Ibu tak kerja dulu." Ibu dengan tubuh kurusnya berjalan menuju tumpukan sayur yang belum dikupas dan juga daging. Heran kenapa ibu sendiri yang mengerjakan."Sini Bu aku bantu."Aku meraih sayur dan membantu mengupas kentang. Tak terasa aku hatiku pilu, apa karena orang miskin ibu mertuaku diperlakukan begini. Di sini ada banyak orang, tapi mereka hanya ngerumpi tanpa mau membantu. "Eh itu, menantune Darti yang katanya kaya. Aku Kok ragu orang kaya kok mau rewang," ucap salah seorang warga. "Halah paling yo pekerja pabrik, gayanya aja selangit. Lagian loh Elias itu kan cuma sopir, mana ada orang kaya yang mau sama dia," cemooh warga yang lainn

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 9

    "Eh iya Nak Miranda, ibu yang rumahe depan mbah Saminah," jawab orang itu."Terus tadi sampean suruh ibu saya apa? Pinjamin sampean uang. Maaf ya, daripada uang saya pinjamkan pada manusia gak punya hati seperti anda. Lebih baik aku masukkan kotak amal lebih berguna," ucapku yang membuat wanita itu wajahnya merah seketika."Wow dasar sombong, paling kamu di kota ya cuma buruh pabrik, pasti gak lebih kaya dari anakku. Anakku loh polisi!""Yowes ngapain utang kalau anak sampean kaya, mintalah sama anak sampean!" Sengitku kemudian pergi.Ya Ampun, mau ibadah aja ada aja halangannya.Acara Yasinan di kampung berlangsung seru. Karena ternyata bukan hanya ajang ibadah tapi juga ajang gosib ibu-ibu. "Eh Lek Darti kok tumben ke pengajian," celetuk orang yang duduk di belakang kursiku. "Iya, biasanya kan gak di undang," jawab warga lain. "Ouh itu mungkin, karena gamisnya baru.""Kok kamu tahu kalau gamis Lek Darti baru?""Ya baunya aja masih baru gitu kok. Tumben Lek Drti bisa beli gamis ba

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab8

    ku segera mengambil benda apa saja, ibu mengambil sapu sementara Nur mengambil arit yang biasa dipakai Ibu kalau untuk pergi ke sawah. Walaupun takut, tapi kami berusaha kuat. Dengan hati-hati kami mendekati bayangan yang tak jelas wajahnya karena lampu temaram itu. Satu, dua, tigaAku memberi aba-aba untuk bertindak dan kami semua mengacungkan senjata. "Apa-apaan sih kalian, ini aku!" Aku melotot "Elias," ucapku."Iyalah, kamu pikir apa. Maling!" Sinis lelaki itu," makanya punya mata itu dipakai, jangan asal ngeklaim orang maling. Coba kalau terjadi apa-apa, kan susah!" Lanjutnya sengit. "Lah mana aku tahu, orang gak kelihatan kok," ucapku. Entah kenapa sopirku ini sangat menyebalkan setelah menjadi suami kontrakku. "Matamu saja yang rabun," gumamnya," mana kunci, Bu."Ibu mengeluarkan kunci dan membuka pintu. Aku yang kesal langsung menuju kamar dan menguncinya rapat-rapat. Dasar Kanebo kering, sekalinya ngomong cuma nyakitin. "Elias, kamu kok gitu sih sama istri. Gak baik ta

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 7

    Loh bukannya kalau acara Yasinan itu semua boleh datang ya?” tanyaku,” keknya sih,” lanjutku bergumam. Karena aku juga gak pernah datang ke acara seperti ini.“Ya harusnya begitu, mbak. Tapi nyatanya tidak dengan kami.” Nur menunduk sedih. “Memangnya gimana Nur?”tanyaku penasaran.“Ya karena kami miskin mbak, makanya kami gak..”“Nur, sudah. Gak baik bicara seperti itu. Sudah nasib kita jadi orang gak punya,” tegur Ibu yang membuat Nur tak melanjutkan ucapannya.“Ya udah. Kapan acara Yasinan? Nanti kita datang, nanti mbak ikut. Kalau ada yang macam-macam biar mbak yang jawab,” ucapku. “Beneran, mbak. Ya Allah mbak seperti malaikat bagi kami.”Nur memelukku sementara aku tiba-tiba saja air mata menetes tanpa aku komando._Waktu menunjukkan pukul 10 malam saat aku masuk ke dalam kamar. Perhatianku tertuju pada hp yang belum aku sentuh dari pagi tadi. Ada beberapa pesan dari teman-temanku. [Hoi monyet gunung, lo kemana sih?] tanya teman akrabku yang bernama Virda. Aku tak ingin memba

  • Istri Kontrakku Ternyata CEO Kaya   bab 6

    “Ono opo to Bu?”tanya Nur yang kaget mendengar teriakkan Ibunya. “Iki Lo, la kok mahal banget. Masa harganya 500 ribu,” jawab ibu dengan wajah kaget. “Oalah, Bu. Mbok Ojo deso to. Namanya juga di mall,” ucap Nur. Sementara aku hanya tersenyum melihat tingkah mertuaku.Tiba-tiba seorang wanita berpakaian khas pegawai mall mendekat. “Maaf, Bu kalau mau minta-minta jangan di sini ya. Ini mall bukan pasar!” What? Aku segera mendekat, ini tak bisa dibiarkan.“Loh kami ini mau beli je mbak, bukan mau minta-minta,” ucap Nur.“Aduh, mending kalian ke pasar saja deh. Di sana mahal-mahal!” Kutatap wajah SPG itu, ada tenaga penjual seperti itu.“Ada apa mbak?”tanyaku pada pelayan tadi. “Ini loh mbak, la wong dari pakainya aja deso. Kotor dan bau, la kok bisa-bisanya masuk mall sini. Kan gak ngenakin penununjung,” jawab SPG itu menghina.“Ibu sama Nur mau baju yang mana?”tanyaku to the poin tanpa melihat wajah SPG tadi “Ndak usah nak Miranda, mahal,” jawab Ibu sungkan.“Gak papa, ibu pil

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status