Tubuh Nia masih terbaring lemah, setelah pendaratan hebat semalam membuatnya menjadi hampir kehilangan nyawa.Tapi beruntung nasib baik masih berpihak padanya, dengan bantuan seorang supir yang bekerja di rumah Dion kini Nia sudah melahirkan seorang bayi laki-laki.Bayi itu lahir dengan berat badan tidak normal, selain karena lahir sebelum waktunya, juga karena Nia kekurangan gizi.Terlalu lelah dan juga terlalu stress semakin memperparah kondisi janin di rahimnya, bahkan kesehatan Nia juga tidak baik-baik saja.Ternyata terlalu banyak bergerak berlebihan juga membuatnya kelelahan."Gimana keadaan kamu?" Tanya Asih, seorang pembantu yang dari semalam terus menjaga Nia sesuai dengan perintah Dion.Hanya saja Dion tidak ingin Nia atau siapapun tahu bahwa dirinya yang memerintahkan supir dan Asih yang tak lain adalah seorang pembantu di rumah Dion yang menolong Nia.Dion masih terlalu kecewa pada kehamilan Nia dengan laki-laki lain, sedangkan dirinya yang menikahi. Sungguh kehamilan Nia m
Keesokan harinya, Nia pun memutuskan untuk pulang.Ternyata, Asih juga tidak memiliki uang untuk mendahului biaya. Beruntung, ada sisa tabungan Nia selama bekerja menjadi seorang OG--sebelum menikah dengan Dion dulu.Meskipun tidak seberapa, tetapi paling tidak, cukup untuk membayar biaya rumah sakit selama dua hari dirawat. "Nia, kamu sebetulnya belum boleh pulang, lho," kata Asih yang tampak begitu khawatir akan keadaan Nia yang belum pulih sepenuhnya.Nia pun tersenyum. Dirinya tidak boleh terlalu lama beristirahat. Nia tak ingin kehilangan pekerjaannya sebagai Ibu sambung untuk Dila, sebab Ibunya masih membutuhkan banyak biaya."Aku nggak apa-apa, Asih. Semakin lama di sini, nanti uangku nggak cukup buat bayar biayanya. Ini saja tabunganku sudah habis. Memang sih, uangku tidak seberapa." Nia tersenyum. Dia masih bersyukur bisa mendapatkan pertolongan, hingga dirinya masih bisa bernapas sampai saat ini.Meskipun masih membutuhkan pengobatan, tapi Nia tidak masalah jika harus pul
"Papi!" Dila kembali menatap Dion.Seketika, Dion pun mengangguk. Dia akhirnya menurut pada apa yang diinginkan oleh Dila.Bahkan, nyatanya, Dila jauh lebih membutuhkan Nia dari pada dirinya yang padahal adalah Papi kandungnya.Dion juga sadar kedekatan keduanya sudah begitu jauh, hingga tampak sulit dipisahkan.Dion pun memilih menutup pintu kembali kemudian pergi.Setelah Dila terlelap, akhirnya Nia pun memutuskan untuk menemui Dion.Bagaimanapun, dirinya sudah bersalah sebab sudah pernah tanpa kabar. Nia pun menuju kamar Dion dengan langkah kaki yang pelan.Tok tok tok.Nia tahu Dion tidak akan pernah bersuara dari dalam sana, hingga Nia pun memberanikan diri untuk memutar gagang pintu.Tampak Dion di dalam sana sedang sibuk dengan laptopnya."Tuan, saya minta maaf. Atas dua hari ini--" Dion pun menggerakkan tangganya, seakan memberikan isyarat pada Nia untuk segera pergi.Dion sudah tahu tentang Nia tanpa dijelaskan, tidak menjadi masalah baginya. Tapi, tidak juga bisa menerima N
Bagaikan badai di tengah keindahan, impian indah berakhir dengan pengkhianatan yang tidak pernah terbayangkan.Cinta suci dibalas dusta, impian bahagia bersama tinggal cerita.Jika Reza bukan lelaki pertama untuk Raya, masih bisa diterima dengan hati suka rela mengatas namakan cinta.Namun, tidak untuk kesalahan ini. Jika sudah menyangkut tentang kehamilan bersama pria lain, rasanya tidak mungkin. Reza hanya dijadikan tumbal sehingga anak di kandungan Raya memiliki Ayah, tak pernah terpikirkan sebelumnya semua ini terjadi padanya."Pergi dari rumah ini!" Reza benar-benar tak dapat mempertahankan pernikahannya, sekalipun cinta masih ada.Apa yang dilakukan oleh Raya terlalu menyakitkan hati, menipu tanpa rasa belas kasih. Tanpa perduli ada yang tersakiti setelahnya."Kamu pikir aku akan memohon untuk tetap di sini sama kamu? Tidak!" Raya memilih membereskan pakainya.Selama berbulan-bulan lamanya terus menjadi istri yang baik membuatnya terkurung, tidak memiliki kebebasan seperti sebel
Karma.Kata itu terus saja terngiang-ngiang di kepala Reza, ucapan Dion yang memang begitu aneh membuatnya berpikir keras.Karma seperti apa yang dimaksud oleh Dion barusan, jarang sekali Dion mau berbicara. Namun, sekali ini semua tampak terdengar begitu saja, pikiran Reza benar-benar kacau karena keadaan yang begitu rumit.Rumah tangga impian bersama seorang yang dicintainya benar-benar hancur tanpa sisa.Wanita yang diperjuangkannya ternyata adalah wanita paling licik di dunia ini.Sisa tinggal sisa, meninggalkan luka dan air mata.Akh!Reza pun memukul benda apa saja yang ada didekatnya, vas bunga dan cermin yang tampak memantulkan wajahnya begitu kusut, pun menjadi sasarannya.Kamarnya persis seperti kapal pecah, semua berserakan tanpa ada yang tersisa."Reza!" Bunga terkejut melihat kamar cucunya yang berantakan, tampaknya apa yang kini menimpanya begitu membuatnya terpukul.Sehingga kamarnya menjadi sasaran amukan."Oma, apa Mama bisa sembuh?" tanya Reza dengan mengusap wajahny
Hari ini, pekerjaan Reza tidak ada yang benar. Pikirannya terkuras habis memikirkan nasib pernikahannya dengan wanita yang selama ini dicintainya, diperjuangkan dengan mati-matian.Namun, apa daya ternyata tak selamanya yang diharapkan bisa dimilikinya. Lalu, tidak selamanya yang terlihat indah adalah yang terbaik.Terlalu besar mencintai ternyata tak berbalas dengan sempurna. Nyatanya, dirinya hanya dimanfaatkan saja.Puas merenungi tentang masa-masa indah dengan Raya, akhirnya di sore hari ini memutuskan untuk pulang, ingin melihat keadaan Liana yang juga sangat memprihatikan.Tak disangka kehancuran rumah tangganya berdampak begitu buruk pada Liana.Lalu, di mana kini Raya? Tak ada kah keinginan untuk meminta maaf sama sekali atas apa yang terjadi? Tak adakah rasa bersalah di hati wanita licik itu?Tampak semuanya sia-sia.Hingga saat perjalanan pulang menuju rumah tiba-tiba Reza menepikan mobilnya. Dia merasa mengenali seorang wanita yang tengah duduk di kursi taman.Reza pun m
"Papi!" teriak Dila dengan penuh semangat saat melihat Dion sudah kembali.Dion pun menghampiri putrinya, menggendong Dila dan menciumi pipi menggemaskan itu."Papi, lihat Adik Zaki, deh!" Dila pun menunjuk Zaki yang kini digendong oleh Nia.Nia hanya menunduk tanpa berani menatap Dion. Hatinya begitu takut jika saja dilarang untuk membawa anaknya ke rumah tersebut."Maaf, Tuan! Saya harus membawa anak saya ke mana pun. Karena, tidak mungkin menitipkan pada Ibu di rumah. Ibu juga masih proses pemulihan Tuan. Saya berjanji tidak akan membuat Dila telat makan ataupun telat mengurus keperluannya," kata Nia.Perempuan itu berkata lebih awal sebelum Dion yang berbicara.Dion lalu tampak diam dan tak ingin berbicara sama sekali pada Nia. Entah apa yang ada di kelapa pria dingin itu."Dila, hari ini ngapain aja?" Dion memilih berfokus pada Dila, mengabaikan saat Nia mengajaknya berbicara."Banyak, Pi. Makan sama Adek Zaki. Tidur siang sama Adek Zaki. Mandi juga sama-sama. Terus, main sama-sa
Dari tadi, mulut Niko terus saja berbicara, sedangkan orang yang dibicarakannya adalah Nia.Hal ini tentu membuat Dion merasa pusing sekali, hingga akhirnya dia dan menunjukkan arah pintu keluar untuk Niko."Pintunya masih di sana!"Mendengar itu, Niko pun terdiam sejenak sambil menggaruk kepalanya. Seketika, dia menyadari Dion tak ingin mendengar ceritanya."Baiklah, kalau begitu. Aku, pamit pulang dulu. Tapi, aku menemui Nia dulu. Dan, sepertinya aku akan lebih sering ke sini," Niko pun tersenyum bahagia kemudian segera keluar dari ruangan Dion.Dengan penuh semangat, Niko pun berjalan menuju dapur. Dia mencari keberadaan Nia di sana. Sayangnya, tak ada orang yang dicarinya di situ."Ke mana dia?" Niko pun bertanya-tanya sambil terus mengedarkan pandangannya. Namun, tak juga tampak apa yang dicarinya.Untungnya, itu tidak membuat Niko patah semangat. Seketika itu juga, Niko mendapat ide untuk mencari Nia di luar.Tak lama, bibirnya tersenyum saat menemukan Nia sedang menyirami tana