Sesampainya di rumah, Dion langsung memarkir mobilnya. Kemudian, pria itu segera masuk ke dalam rumah dengan langkah kaki yang lebar."Kenapa cepat sekali pulangnya, bukannya baru pergi?" tanya Bunga yang berpapasan dengan Dion saat memasuki rumah."Papi, aneh. Dila lagi belanja sama Om Niko, sama Mami juga. Tapi, mendadak disuruh pulang," kata Dila yang tiba-tiba muncul."Om Niko?" Bunga mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang disebut oleh cucunya, tetapi tak terlihat membuatnya kebingungan."Tadi, Dila pergi bareng, Mami, Papi dan Om Niko Oma. Sekarang Om Niko ketinggalan di mall," jelas Dila, kemudian menghentakkan kakinya sebelum akhirnya melengos pergi menuju kamarnya."Permisi, Nyonya." Nia pun ikut menyusul masuk, kemudian segera pergi menuju dapur.Dion terus menatap punggung Nia. Pakaian biasa tanpa ada benda mahal yang melekat di tubuh wanita itu sama sekali. Rambutnya hanya dikuncir kuda, dengan warna hitam pekat. Sungguh sederhana, tetapi Dion sulit melepaskan pand
"Nia, tunggu. Aku ingin bicara!" Reza langsung menarik tangan Nia.Nia yang baru saja menginjakkan kakinya di dapur terkejut melihat Reza yang tiba-tiba muncul, bahkan memegang tangannya dengan erat hingga membuatnya tak dapat menghindar seperti biasanya.Walaupun demikian, Nia tetap berusaha untuk melepaskan dirinya, tetapi percuma saja. Sebab, tenaganya tak seberapa itu tak akan bisa melawan Reza."Lepas, kita tidak ada urusan!""Nia, Zaki anakku. Sampai kapan pun, kita tak akan bisa terpisahkan. Setelah kau pergi, aku sadar ternyata aku membutuhkanmu."Nia pun terdiam sejenak sesaat mendengar apa yang di katakan oleh Reza."Kamu membutuhkan aku saat kamu terluka, tapi kamu lupa saat kamu sudah kembali pulih dari semua lukamu itu. Cukup sudah, semuanya sudah berlalu, biarkan aku sendiri jangan lagi mengungkit masa lalu," kata Nia menolak dengan tegas."Nia, aku membutuhkanmu.""Reza, cukup!""Nia.""Cukup!" "Nia bangun!" Asih mencoba untuk membuat Nia tersadar, dengan menepuk-nepuk
"Kau!" Dion memanggil Asih yang kebetulan berpapasan tepat saat Dion akan menaiki anak tangga.Hal itu membuat Asih pun menoleh setelah menyadari bahwa majikannya memanggil dirinya.Dengan langkah kaki yang cepat, Asih pun berjalan ke arah Dion."Ya, Tuan." Asih menunduk, menanti perintah yang akan diberikan oleh sang majikan."Apa dia sudah makan?""Dia?" Asih tidak mengerti apa yang dimaksud boleh Dion. Mau bertanya lebih jelas pun, dirinya tak memiliki keberanian.Mungkin jika dirinya saja ataupun hanya pekerja yang segan, itu wajar. Tetapi, ini berbeda. Bahkan, Bunga saja cukup sulit jika berbicara dengan Dion--yang padahal adalah anaknya sendiri.Dion memang begitu dingin pada siapa pun. Jadi, Asih sadar diri posisinya yang hanya debu di mata pria itu."Nia!" Asih seketika mengerti ternyata yang dimaksud oleh Dion adalah Nia."Belum, Tuan. Saya dari tadi sibuk membujuk Neng Dila. Soalnya, dari tadi, sulit sekali untuk menyuapinya," jawab Asih."Ambilkan nasi untuknya!" Dion pun
Sesuai dengan keinginannya, akhirnya Dion mendapatkan hasil rekaman cctv rumahnya beberapa bulan yang lalu. Namun, dia ingin memastikan semua tepat dan tidak bermasalah."Kau yakin?" tanya Dion."Ya, Bos. Setelah beberapa hari ini, akhirnya aku mendapatkan rekaman ini," jawab Tora, seorang asisten yang selama ini selalu bekerja untuk Dion."Bagus."Dion pun memutar rekaman tersebut, kemudian menyaksikan sebuah tayangan yang sedang berlangsung.Semua kilas balik itu seakan berputar. Tampak seorang pria sedang memohon pertanggungjawaban atas janin yang ada pada rahim putrinya.Tak lama, wajah Nia terlihat di sana dengan jelas. Bahkan, Dion dapat melihat Liana melayangkan tangannya dengan kasar tepat di wajah Nia.Cekcok pun tak dapat dihindarkan, suasana begitu tegang seiring dengan perdebatan yang berlangsung.Hingga pada puncaknya, tampak sebuah mobil melintas dan menabrak seorang pria paruh baya. Yang menabrak adalah Chandra sendiri!Beberapa hari yang lalu, Dion memang meminta Tor
"Hehehe...." Dila cengengesan sambil menutup mulutnya. "Salah, maksudnya Dila cium Zaki." Dila pun segera menaiki ranjang dan mencium seluruh wajah menggemaskan Zaki.Dion dapat melihat wajah Dila yang begitu senang saat bermain bersama dengan Zaki, bahkan begitu menyayangi Zaki layaknya adik kandung.Dion yang tak pernah melihat wajah bayi itu dengan jelas, pun bangkit dari duduknya dan melihat wajah bayi tersebut.Tak menyangka wajah bayi itu memiliki kemiripan dengan Reza, hingga tanpa perlu bukti tes DNA pun sudah meyakinkan bahwa itu memang benar anak dari Reza."Namanya siapa tadi?" Untuk pertama kalinya, Dion menghiraukan bayi tersebut dengan begitu dekat.Berawal dari Dila yang begitu senang bermain dengan Zaki, membuat Dion pun penasaran."Namanya Zaki Papi, itu aja nggak tau!" omel Dila dengan cerewetnya.Padahal, Nia yang ditanya, malah bocah itu yang menjawab."Dasar cerewet!" ejek Dion."Daripada Papi!""Kenapa dengan Papi?" Dion menantikan apa yang akan dikatakan oleh p
Asih pun membawa banyak barang, semuanya adalah perlengkapan bayi.Hingga kemudian membawanya ke kamar Dion seperti apa yang diperintahkan.Asih diberikan uang dan juga diminta untuk berbelanja ke supermarket, mulai dari pakaian bayi sampai popok dan juga beberapa barang lainnya.Bahkan sampai kesulitan untuk membawanya, sedangkan Dion berada di ruang kerjanya.Setelah itu Asih pun menuju ruang kerja Dion, melaporkan bahwa sudah selesai berbelanja sesuai dengan perintah."Tuan, saya sudah membelanjakan uangnya. Semua keperluan bayi tanpa ada yang kurang," kata Asih dengan kepala tertunduk.Dion pun mengangguk, "Ambil!" Dion meletakan sebuah amplop pada mejanya.Kemudian Asih pun mengambilnya."Keluar!""Baik Tuan," Asih pun segera pergi, karena tak berani terlalu lama di ruangan tersebut.Sungguh perasaan menegangkan jelas terasa, bayangkan saja selama ini Nia selalu berada dalam posisi berdekatan dengan Dion.Asih merasa tercekik dan tak bisa bernapas sesaat saja."Kenapa Nia masih h
Masih seperti pagi-pagi sebelumnya, setiap paginya Nia akan direpotkan mengurus Dila sebelum akhirnya berangkat ke sekolah.Sambil menggendong putranya, Nia terus memakaikan seragam sekolah untuk Dila.Setelah itu barulah menyiapkan sarapan pagi, namun seperti biasanya pula. Di meja makan setiap paginya semua anggota keluarga akan berkumpul untuk sarapan pagi, tak terkecuali Reza.Matanya terus saja melihat Nia yang sedang fokus menyuapi Dila, kemudian beralih menatap bayi yang masih berada di gendongan Nia.Lama menimbang akhirnya Reza pun ingin berbicara, sebab dirinya sangat sulit untuk menemui Nia sejak kemarin.Sebab, seakan Dion terus saja berada dimana pun Nia berada. Seakan, semakin mempersulit dirinya.Dan sebelum mendapatkan maaf dirinya tak akan bisa tenang."Dila, sarapan pagi di teras saja!" Kata Dion dengan suara beratnya.Menyadari bahwa Reza terus saja menatap Nia dengan begitu dalam."Ayo Mami, kita sarapan pagi sambil berjemur," Dila menarik tangan Nia.Nia tentu sa
"Jangan keluar dari kamar ini sampai aku pulang Bekerja! Kalau kamu ingin berjemur di balkon kamar, nanti biar Asih yang mengantarkan makanan," kata Dion.Nia mengangguk setuju, menurut pada apa yang diperintahkan oleh sang majikan.Sesaat kemudian Dion pun memegang wajah Zaki, sebelum akhirnya benar-benar pergi.Pertama kalinya Dion melakukan tersebut, pamitan dan juga memperdulikan anaknya.Membuat Nia sedikit kebingungan, tetapi tidak juga terlalu memikirkan.Mungkin karena Zaki adalah bagian dari keluarga Dion saja pikir Nia.Zaki pun tertidur pulas, Nia meletakan pada ranjang. Agar dirinya bisa segera mandi dan membersihkan diri, agar lebih sagar."Ibu, mandi dulu ya."Setelah benar-benar memastikan bahwa Zaki sudah terlelap di atas ranjang Nia pun bergegas untuk memasuki kamar mandi.Dengan cepat Nia pun menyelesaikan mandinya, sebelum Zaki terbangun dan nantinya malah menangis.Dan benar saja, belum juga dirinya memakai pakaian suara tangisan bayi sudah menggelegar.Dengan bal