Share

Bab 05

Aku hempaskan tubuh di balik kemudi. Memukul setir dengan kencang. Sial! Bisa-bisanya wanita itu memperlakukan aku seperti ini. Harga diriku seakan-akan tidak ada arti di depannya. Bahkan di depan Arga.

Dalam tiga belas tahun, dia berhasil hidup seperti seorang bangsawan. Aluna jadi dokter, Anatasya tidak lumpuh lagi, dan dia hidup di kawasan super elit, impian semua orang. Lingkup pergaulannya dengan para pebisnis itu, adalah cita-citaku sedari dulu.

Mengapa impianku harus dia yang mendapatkannya? Dia yang biasanya lemah, tidak berdaya di hadapanku, sekarang malah bersikap seperti tidak mengenalku.

Kupacu mobil setelah puas mengumpat dalam hati. Keadaan saat ini, membuat aku menyesali diriku yang lebih memilih Talita dari pada Anaya. Kelebihan Talita hanya wajahnya yang cantik rupawan, dan pelayanannya yang super di atas ranjang.

Selebihnya, dia seperti lintah yang menghisap habis darahku. Tanpa peduli aku masih hidup, atau nafasku yang sudah ngeap, atau lebih parah lagi aku mau mati.

Jika tiga belas tahun kemudian Anaya akan menjadi wanita yang seperti sekarang, aku tidak akan pernah berniat untuk melepaskannya.

***

Melisa sudah sadar saat aku sampai. Talita sedang bermain ponsel di sofa. Dia melirikku dengan tatapan tajam.

"Dari mana saja Mas? Lama banget baliknya!" aku tidak menjawab Talita. Segera kuhampiri Melisa.

"Pa!" lirih suaranya memanggilku.

"Bagaimana keadaanmu Sayang?" kuelus tangannya pelan.

"Baik Pa!"

"Cepatlah sembuh!"

"Maafkan aku Pa!"

"Tak apa Sayang. Bukankah selama ini, semua kesalahanmu selalu termaafkan? Kali ini pun sama. Meski, Papa kecewa kamu mau menghilangkan nyawamu sendiri. Kita bahas ini nanti. Papa mau makan dulu. Kamu mau sesuatu?"

Mata cantik itu menatapku sendu. Bisa kulihat, air mata yang siap meluncur dalam sekali kedip.

Melisa menggelengkan kepalanya dengan pelan.

Aku langsung saja beranjak. Sebelum keluar ruangan, aku menatap Talita.

"Jangan pergi kemanapun Talita. Fungsikan peranmu sebagai seorang Ibu!" tanpa menunggu jawabnya, aku berlalu.

Entahlah. Setelah bertemu Anaya, aku mulai merasa, Talita adalah sebuah kesalahan bagiku. Jangankan dirinya bisa membantuku. Anak-anaknya saja, tidak ada yang bisa aku banggakan.

***

Menatap gedung menjulang tinggi di hadapanku, aku kembali optimis. Jika aku terus berusaha, maka perusahaanku akan maju seperti ini.

Sambil menarik nafas, aku masuk ke lobi.

Tepat aku sampai, resepsionis langsung berkata kepadaku, jika aku bisa langsung naik ke lantai 20. Lantai paling atas, yang di peruntukan kepada jajaran teratas perusahaan.

Mereka mengarahkanku ke lift yang biasa dipakai oleh para CEO, direktur dan tamu special.

Sebuah hamparan kemewahan tersaji di depanku. Ruangan dengan desain eksetis dengan ornamen modern. Pengharum ruangan semerbak di seluruh ruangan.

Hanya ada dua ruangan di sini. Ruangan CEO dan Direktur Opersiaonal. Sunyi dan berkelas. Aku akan punya ruangan seperti ini nanti, setelah perusahaanku sukses.

Seorang sekretaris dengan dandan yang rapi dan sopan, keluar dari ruangan direktur. Menatapku dan berkata, "Dengan Pak Surya Dirga?"

"Benar. Nona!"

"Silahkan masuk Pak. Anda sudah ditunggu oleh Direktur kami."

Aku mengetok pintu.

"Silahkan masuk!"

Di dalam ruangan itu, hanya ada Arga. Rupanya dia adalah direktur di sini.

"Selamat datang Tuan. Apakah karyawan saya memberikan anda pelayanan yang baik?" Arga berdiri, lalu mengulurkan tangan mengajakku bersalaman.

"Ia Tuan. Mereka sangat ramah dan profesional."

Arga tersenyum. Dia menekan tombol di samping mejanya.

"Mikha. Saya minta tolong bawakan tiga capucinno panas dan kue keju ke ruangan saya. Terima kasih yah!" Arga memberi perintah dengan lembut. Aku salut.

"Tiga? Ada tamu lain selain saya Tuan?" tanyaku penasaran.

"Oh ia Tuan. Kesepakatan kita, akan langsung dipantau oleh CEO kami. Itu sudah menjadi prosedur perusahaan. Segala sesuatu menyangkut keuangan, harus transparan."

Tak lama kemudian, sekretaris Arga datang membawa pesanan Arga tadi. Menyusul dari belakangnya seorang wanita yang kemudian membuatku berjingkrat kaget dari kursi. Anaya!

"Silahkan Tuan!"

"Terima kasih Mikha!" sahut Arga.

Aku menganggukan kepala, kepada sekretaris itu, tanpa mampu menjawab. Tubuhku sudah beku dengan kehadiran Anaya. Jangan bilang kalau mantan istri kumalku ini, adalah CEO di perusahaan sebesar ini.

"Silahkan Tuan Surya. Nikmati sajiannya, sambil mempresentasikan sedikit keuntungan yang kami dapat jika bekerja sama dengan perusahaan anda!" suara Anaya berdenging di kedua gendang telingaku.

Aku duduk dengan gugup.

"Oh yah Tuan Surya. Perkenalkan. Beliau adalah CEO perusahaan ArOne Grup. Ibu Anaya Mahendra!" Arga memperkenalkan kepadaku, wanita yang sudah sangat aku kenal.

Aku menatap Anaya tidak percaya. Tanganku bertumpu pada sandaran kursi. Jika tidak mungkin aku sudah jatuh ke lantai karena kedua lututku yang gemetar. Kejutan apa lagi ini?

"I-iya Bu," peluh membasahi sekujur tubuhku.

Bagaimana tidak? Perusahaan yang kubanggakan dulu di hadapan Anaya, saat dia masih menjadi istriku.

Dengan mengatakan Anaya yang miskin dan tidak berguna. Dan aku yang akan selalu berada di atas karena memiliki banyak harta, dan seorang pemilik perusahaan.

Sekarang, Anayalah yang berbaik hati mengulurkan bantuan untuk diriku yang hampir bangkrut? Memalukan.

Aku kesulitan bernafas. Pengap di paru-paru. Melonggarkan sedikit lingkaran dasi di leher pun, nyatanya tidak bisa membantu. Anaya. Istri lusuhku, jadi CEO sekarang. Astaga.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Juliyanti
waah seru..boleh tertawakan Surya ya. ...
goodnovel comment avatar
Rager Ketapang98
wah novel ini keren, sepanjang novel yg ku baca di aplikasi ini semangat buat author
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status