Share

Bab 04

Author: helendeil
last update Last Updated: 2023-08-02 12:37:00

Aku mengejar Aluna. Ingin tau dimana dia tinggal. Aku akan membuntutinya saja. Rasa penasaran akan kehidupan mereka bertambah, setelah melihat Aluna yang sudah berhasil menjadi seorang dokter.

Aku pikir, Melisa akan lebih berhasil dari Aluna, nyatanya, bahkan Melisa sekarang di rawat oleh Aluna.

Aluna menyetir alphard putih dengan lincah. Keluar parkiran rumah sakit, setelah itu meluncur mulus di aspal. Aku memberi jarak dua mobil di belakangnya.

Kembali aku berpikir, jika Ayana tidak menikah lagi, lalu dengan apa dia menyekolahkan Aluna? Pendidikan kedokteran adalah salah satu yang paling mahal di negeri ini. Pasti Ayana sudah mendapatkan suami yang kaya. Apa bisa? Aku ragu. Ayana bukan wanita yang cantik seperti Talita. Mana bisa pria kaya menyukainya? Apalagi Ayana hanya seorang janda dengan dua orang anak. Dan salah satunya cacat.

Mobil Aluna masuki kawasan perumahan super elit di kota ini. Perumahan ini adalah impian Talita sejak dulu. Belum bisa aku wujudkan, karena uang selalu tak bersisa karena gaya hidupnya yang mewah.

Setelah mobil Aluna menjauh, aku pun memutar mobilku dan masuk ke area perumahan. Gerbang dengan dua patung malaikat menyambutku. Di pos satpam aku berhenti.

"Selamat sore Pak. Anak saya di tangani oleh Dokter Aluna yang baru saja masuk. Saya mau konsultasi dengan beliau. Bisa minta nomor rumahnya Pak?" tanyaku ramah.

"Oh. Dokter Aluna yah. Rumah beliau yang paling ujung di lorong pertama ini Pak. Rumah dengan cat putih gading. Tiga lantai. Rumah paling gede Pak. Ada kolam renang di depannya, nomor 10."

Tanpa membuang waktu aku masuk setelah menyerahkan ktpku, untuk dilihat satpam.

Aku tercenung di depan rumah dengan ciri-ciri seperti yang dibilang satpam tadi. Ragu hatiku ingin bertamu. Tapi rasa penasaran terus menggedor-gedor hati.

Sudah lama aku mencari mereka, tak akan kulewatkan kesempatan ini. Aku membutuhkan bantuan dari Aluna dan adiknya. Aku turun saja.

Baru saja pintu mobil mau aku buka, sebuah pajero sport perlahan mendekati gerbang rumah itu. Setelah satpam membuka pintu, aku melihat seorang gadis muda yang tidak kalah cantik dari Aluna, turun dari mobil itu. Kuamati dengan cermat. Anatasya?

Anatasya yang dulu duduk di kursi roda, sekarang berdiri lalu berjalan dengan anggun setelah memakirkan mobil.

Aku terkesiap. Kaget bukan main. Perubahan luar biasa selama tiga belas tahun dalam hidup anak-anakku. Apakah Anatasya berhasil juga seperti Aluna? Dan sekarang dia juga bukan lagi gadis lumpuh.

Tanpa pikir panjang, aku keluar dari mobil. Tekatku sudah bulat. Mereka harus memberi bantuan padaku. Biar bagaimana pun aku adalah ayah mereka. Ada darahku yang mengalir dalam diri mereka.

"Cari siapa Pak?" tanya satpam.

"Saya teman Anaya. Bisa saya bertemu dengannya?"

"Apakah anda sudah buat janji Pak?" tanya satpam itu ramah.

Aku mulai gusar. Sepenting apa Anaya, hingga bertemu pun harus membuat janji?

"Apakah harus membuat janji dulu?" tanyaku dengan nada jengkel.

Satpam itu menarik nafas lalu tersenyum. "Katanya tadi teman Ibu Anaya, masa aturan di sini aja, Bapak gak tau? Semua orang yang mau bertemu beliau harus buat janji dulu Pak. Paling tidak udah nelpon beliau. Nanti sayanya dikasih tau, jam berapa, nama siap yang dateng, langsung saya bukain pintu Pak. Coba deh Bapak telpon Ibu dulu. Nama Bapak siapa? Biar saya nanya Ibu. Soalnya, di dalam ada pertemuan Ibu Anaya dengan rekan-rekan bisnis beliau."

Panjang lebar satpam itu menjelaskan. Cuman usaha toko kue saja sudah belagu begitu. Pake ada pertemuan lagi. Ck! Keterlaluan. Tadi, aku juga lupa minta nomor ponselnya.

Saat aku ingin berlalu, aku lihat orang yang aku kenal berdiri di teras rumah. Sambil memeluk Anaya dengan mesra. Dia adalah Arga. Investor yang aku temui siang tadi.

Ada hubungan apa dia dengan Anaya? Apakah dia suami atau rekan kerja? Anaya menikah dengan anak ingusan? Tidak mungkin. Lalu mengapa mereka bisa berpelukan mesra begitu?

Dengan cepat aku meraih ponselku. Mengetik nama Arga, lalu menelponnya.

"Selamat malam Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah.

"Maaf mengganggu. Saya sekarang ada di depan rumah di kawasan Bonavit Hills. Saya seperti melihat anda Tuan. Bisa saya berkunjung? Ini rumah anda? Aaya tepat ada di depan gerbang." Ucapku tanpa tedeng aling-aling.

Kepalang tanggunglah. Aku harus bisa masuk ke rumah ini bagaimanapun caranya.

Kepala anak muda itu celingukan. Lalu tersenyum saat melihatku.

Dia memberi kode dari jauh kepada satpam, meminta untuk membuka gerbang untukku. Aku bersorak menang di dalam hati.

***

Ada beberapa orang pebisnis di ruangan itu. Aku mengenal mereka, karena wajah mereka sering wara wiri di majalah dan koran bisnis.

Mataku tajam memindai, melihat kemungkinan, siapa di antara mereka suami dari Anaya. Sudah seperri ini rupanya lingkup pergaulan Anaya. Aku bahkan sangat sungkan, walau hanya menatap mereka. Apalah aku yang hanya pebisnis kecil yang hampir bangkrut.

Asik menatap, aku tak menyadari kedatangan Anaya. Dia berjalan dengan anggun ke arahku. Arga mengikuti dari belakang.

"Selamat malam Pak. Ada yang bisa kami bantu? Arga memanggil saya untuk bertemu dengan anda. Dia bilang anda adalah rekan bisnis Arga yang baru."

"Selamat malam Nay. Maaf. Saya tadi mengikuti Aluna dari rumah sakit. Saya hanya ingin memastikan, kalau dia adalah anak kita. Ternyata benar."

Anaya tersenyum tipis. Tampak sekali dia sangat terganggu dengan keberadaanku. Dan Arga, aku lihat dia nampak terkejut dengan perkataanku.

"Aluna memang anak saya. Tapi kami sementara mengadakan pertemuan penting Pak. Jika ingin membahas masalah pribadi, bisakah mencari waktu dan tempat yang lain. Kalau sekarang, saya tidak bisa meladeni anda." Anaya berkata dengan suara rendah namun penuh tekanan. Wajahnya sudah mengeras, dan tidak ada senyum seperti tadi. Kali ini dia benar-benar ingin aku pergi.

Arga menoleh ke arah Anaya. Aku melihat Anaya menganggukan kepala kepada Arga. Lalu berbalik badan dan pergi.

"Mari Tuan, saya antar ke depan!" Tangan Arga mempersilahkan aku untuk keluar ruang tamu. Jika tidak karena suntikan dana yang aku butuhkan, mungkin aku akan membantah dan bersikukuh untuk bertemu Aluna dan Anatasya.

Anaya memang keterlaluan! Dia sangat sombong sekarang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
linda
cerita ini bikin dosa karna hati ku memaki laki laki brengsek tak punya malu
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
sombong.... trs anda.....drtd ngoceh mmg g sombg... n anaya sombong wajr... horang kaya.... slain bod*h trnyata anda jg g tahu malu....
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
enak aja lo bilng anaya sombong hey bangun dari mimpi lo,, lo yg kurang ajar biadab sma anak istri hanya demi talita yg blm tentu ank lo
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Lusuhku Jadi CEO, Setelah Aku Ceraikan   Bab 152

    POV Acha Rasa sakit seperti diremas dengan cengkraman yang mematikan, menusuk-nusuk bagian dadaku dengan kejam. Itu bagaikan satu tangan raksasa, yang mau aku mati seketika, saat berada dalam genggamannya. Aku menjerit tertahan. Apa aku akan mati? Aku menekuk tubuhku di lantai kamar, dengan harapan, rasa sakit yang aku rasakan secepatnya berlalu. Namun ... Saat mataku yang terpejam, perlahan terbuka, aku tidak lagi berada di kamarku yang nyaman. Aku seperti berada dalam sebuah ruangan kosong, yang tidak ada ujungnya. Saat menyadari keadaan sekitar, rasa sakit itu seketika menghilang entah kemana. Semua terjadi dengan cepat. Aku berdiri menatap sekelilingku. Apa ini dunia orang mati? Apa aku sudah meninggal? Tidak ada satu benda pun, sejauh mata memandang. Ruangan itu seperti tidak berujung. Kosong. Aku berjalan dengan ribuan pertanyaan dalam kepalaku. Jauh. Sangat jauh. Entah sudah berapa lama aku berjalan. Ini seperti berjalan di padang gurun, tanpa tujuan. Air mataku m

  • Istri Lusuhku Jadi CEO, Setelah Aku Ceraikan   Bab 151

    "Nona Cita menolak Tuan Besar. Sepertinya, saya akan kesulitan menghadapinya. Dia benar-benar keturunan Adijaya," Tuan Besar itu tampak sumringah. Diwajahnya yang keriput, tersungging senyum dan sukacita yang besar. "Apa kau kewalahan menghadapi sifat keras kepalanya? Kau tau Nabila. Sifat keras kepala adalah salah satu bukti, dia bisa menjadi pemimpin yang dominan. Bagaimana dengan pria yang kerap dekat dengannya? Kau sudah selidiki dia?" tanya Tuan Besar Adijaya, suara sumringahnya berubah dengan seketika. "Sudah Tuan. Dia adalah putra bungsu Anaya Hendrawan. Sekarang, dia yang memegang kendali perusahaan ibunya, setelah ibunya menikah dengan Hendrawan, dan pensiun," Tuan Besar itu mencebik. Dunia bisnis negara ini memang mengenal siapa Anaya. Dia adalah wanita yang bisa mendapatkan nama, setelah berhasil membangun bisnis sendiri dan memulai semuanya dari nol. Tapi, semua itu, tidak bisa disamakan dengan kedudukan Cita. Cita adalah anak bangsawan. Jika orang mengenal k

  • Istri Lusuhku Jadi CEO, Setelah Aku Ceraikan   Bab 150

    Karim menatap ponselnya dengan hati penasaran. Pesannya sudah di baca Acha. Tapi tidak ada balasan apapun. Dia hanya ingin tahu, bagaimana kabar Acha, setelah tidak terlihat di manapun selama tiga hari. Benda pipih itu, diketuk-ketuknya di meja, sambil jemarinya memijit pelipis dengan wajah muram. Karim memiliki banyak teman wanita yang cantik. Namun, dia tidak pernah mengkuatirkan mereka seperti dia kuatir dengan keadaan Acha. "Hei ... Rusak hp kamu kalo digituuin terus Karim," suara teguran Mira, menarik kesadaran Karim dari apa yang dipikirkannya. Senyum tipis tersungging dibibirnya, saat melihat siapa yang menegurnya. "Gimana komunikasi kamu sama Acha. Ada kemajuan gak?" tanya Mira setelah menghempaskan tubuhnya, di sofa yang berhadapan dengan Karim. "Baik Ma. Semua baik-baik aja," jawab Karim, acuh. Jawaban singkat Karim, membuat Mira meliriknya dengan mata tajam. "Jangan dikasih kendor, Rim. Mama itu, maunya kamu deketin Acha dengan intens. Kata Tante Anaya, Ac

  • Istri Lusuhku Jadi CEO, Setelah Aku Ceraikan   Bab 149

    "Apa maksud anda, Nona? Tolong jangan membuat pernyataan omong kosong disini," Cita berkata dengan tegas, kepada seorang wanita yang ditemani lima orang pria, yang pagi itu, mereka datang ke panti Kasih Bunda. Wanita itu memiliki paras yang cantik, dengan dandanan formal. Rok selutut, dengan blaser dan rambut yang digelung rapi. Lima orang pria yang berdiri tegap dibelakangnya, memakai setelan jas warna hitam, lengkap dengan alat di telinga. Mereka seperti pengawal pribadi si wanita. "Maafkan kami, Nona. Kami sudah menyelidiki dengan teliti, sebelum datang dan membuat peryataan hari ini. Sudah selama bertahun-tahun," ujar wanita itu dengan sopan. Cita membuang muka dengan kesal. Nilam yang duduk di samping gadis itu, hanya bisa menepuk tangannya perlahan untuk meredakan emosi Cita. "Siapa nama anda?" tanya Cita, masih dengan nada ketus. "Nama saya Nabila, Nona," jawab wanita itu, sopan. "Ok. Nona Nabila. Selama bertahun-tahun anda menyelidik saya? Menyelidiki panti ini

  • Istri Lusuhku Jadi CEO, Setelah Aku Ceraikan   Bab 148

    Mansion Hendrawan Anaya dan Alisya memeluk Acha dengan erat. Beberapa pelayan, buru-buru membuat masakan kesukaan Acha. Hendrawan duduk berdampingan dengan Arga, menatap mereka dengan perasaan lega. Tak lama kemudian, Calvin tiba bersama Aluna. Meskipun masa nifasnya belum berakhir, Aluna sudah terlihat sangat bugar dan aktif bergerak. "Adek. Kamu bikin Kakak kelimpungan. Coba cerita dulu sama kita. Kamu kemana aja hah? Tiga hari kamu ilang lho." Aluna bertanya pada Acha, setelah memeluk dan mencium gadis itu. Suasana tiba-tiba hening. Semua orang dalam ruangan itu, menunggu jawaban Acha. Sejak masuk mansion, gadis itu belum mengeluarkan satu patah kata pun. Acha menatap bunga mawar putih dalam genggamannya. Otaknya seakan-akan terus memerintah tangannya, untuk menggenggam tangkai bunga itu dengan erat. Tiga hari? rupanya sudah selama itu dia hilang. Hilang? apanya yang hilang? Dia hanya sengaja mengikuti si kakek. Atau jangan-jangan ... Astaga Acha mengangkat wajah

  • Istri Lusuhku Jadi CEO, Setelah Aku Ceraikan   Bab 147

    "Acha hilang, Bun?" "Iya Ka. Kemaren habis dari rumah Kakak, mobilnya nyerempet pagar pembatas tol, di belokan sebelum jembatan itu lho. Ponsel ada dalam mobil. Tapi Achanya gak ada. Ini malah udah heboh. Ada fans dia yang upload video mobil di tepi jalan, jadi rame sekarang. Bunda takut Kakak. Kata polisi, gak ada sama sekali jejak penculikan. Terus, anak itu ke mana?" jelas Anaya panjang lebar kepada Aluna. Calvin yang sedang menggendong salah satu bayi kembar mereka, berhenti bersenandung, saat melihat wajah sang istri yang berubah cemas. Aluna pikir, apakah karena video call tadi, sampai Acha menghilang tanpa jejak? Selama ini, mereka memang tidak pernah lagi membahas tentang Surya, atau apapun yang berkaitan dengannya. "Bunda yang sabar yah. Nanti aku coba minta tolong sama anak-anak, buat bantu nyari," Aluna mencoba menenangkan Anaya. "Ok Kakak. Nanti Bunda kabarin, kalo ada perkembangan," Dengan cepat, tangan Aluna mengetik pesan pada Bondan dan teman-temannya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status