Share

Bab 04

Aku mengejar Aluna. Ingin tau dimana dia tinggal. Aku akan membuntutinya saja. Rasa penasaran akan kehidupan mereka bertambah, setelah melihat Aluna yang sudah berhasil menjadi seorang dokter.

Aku pikir, Melisa akan lebih berhasil dari Aluna, nyatanya, bahkan Melisa sekarang di rawat oleh Aluna.

Aluna menyetir alphard putih dengan lincah. Keluar parkiran rumah sakit, setelah itu meluncur mulus di aspal. Aku memberi jarak dua mobil di belakangnya.

Kembali aku berpikir, jika Ayana tidak menikah lagi, lalu dengan apa dia menyekolahkan Aluna? Pendidikan kedokteran adalah salah satu yang paling mahal di negeri ini. Pasti Ayana sudah mendapatkan suami yang kaya. Apa bisa? Aku ragu. Ayana bukan wanita yang cantik seperti Talita. Mana bisa pria kaya menyukainya? Apalagi Ayana hanya seorang janda dengan dua orang anak. Dan salah satunya cacat.

Mobil Aluna masuki kawasan perumahan super elit di kota ini. Perumahan ini adalah impian Talita sejak dulu. Belum bisa aku wujudkan, karena uang selalu tak bersisa karena gaya hidupnya yang mewah.

Setelah mobil Aluna menjauh, aku pun memutar mobilku dan masuk ke area perumahan. Gerbang dengan dua patung malaikat menyambutku. Di pos satpam aku berhenti.

"Selamat sore Pak. Anak saya di tangani oleh Dokter Aluna yang baru saja masuk. Saya mau konsultasi dengan beliau. Bisa minta nomor rumahnya Pak?" tanyaku ramah.

"Oh. Dokter Aluna yah. Rumah beliau yang paling ujung di lorong pertama ini Pak. Rumah dengan cat putih gading. Tiga lantai. Rumah paling gede Pak. Ada kolam renang di depannya, nomor 10."

Tanpa membuang waktu aku masuk setelah menyerahkan ktpku, untuk dilihat satpam.

Aku tercenung di depan rumah dengan ciri-ciri seperti yang dibilang satpam tadi. Ragu hatiku ingin bertamu. Tapi rasa penasaran terus menggedor-gedor hati.

Sudah lama aku mencari mereka, tak akan kulewatkan kesempatan ini. Aku membutuhkan bantuan dari Aluna dan adiknya. Aku turun saja.

Baru saja pintu mobil mau aku buka, sebuah pajero sport perlahan mendekati gerbang rumah itu. Setelah satpam membuka pintu, aku melihat seorang gadis muda yang tidak kalah cantik dari Aluna, turun dari mobil itu. Kuamati dengan cermat. Anatasya?

Anatasya yang dulu duduk di kursi roda, sekarang berdiri lalu berjalan dengan anggun setelah memakirkan mobil.

Aku terkesiap. Kaget bukan main. Perubahan luar biasa selama tiga belas tahun dalam hidup anak-anakku. Apakah Anatasya berhasil juga seperti Aluna? Dan sekarang dia juga bukan lagi gadis lumpuh.

Tanpa pikir panjang, aku keluar dari mobil. Tekatku sudah bulat. Mereka harus memberi bantuan padaku. Biar bagaimana pun aku adalah ayah mereka. Ada darahku yang mengalir dalam diri mereka.

"Cari siapa Pak?" tanya satpam.

"Saya teman Anaya. Bisa saya bertemu dengannya?"

"Apakah anda sudah buat janji Pak?" tanya satpam itu ramah.

Aku mulai gusar. Sepenting apa Anaya, hingga bertemu pun harus membuat janji?

"Apakah harus membuat janji dulu?" tanyaku dengan nada jengkel.

Satpam itu menarik nafas lalu tersenyum. "Katanya tadi teman Ibu Anaya, masa aturan di sini aja, Bapak gak tau? Semua orang yang mau bertemu beliau harus buat janji dulu Pak. Paling tidak udah nelpon beliau. Nanti sayanya dikasih tau, jam berapa, nama siap yang dateng, langsung saya bukain pintu Pak. Coba deh Bapak telpon Ibu dulu. Nama Bapak siapa? Biar saya nanya Ibu. Soalnya, di dalam ada pertemuan Ibu Anaya dengan rekan-rekan bisnis beliau."

Panjang lebar satpam itu menjelaskan. Cuman usaha toko kue saja sudah belagu begitu. Pake ada pertemuan lagi. Ck! Keterlaluan. Tadi, aku juga lupa minta nomor ponselnya.

Saat aku ingin berlalu, aku lihat orang yang aku kenal berdiri di teras rumah. Sambil memeluk Anaya dengan mesra. Dia adalah Arga. Investor yang aku temui siang tadi.

Ada hubungan apa dia dengan Anaya? Apakah dia suami atau rekan kerja? Anaya menikah dengan anak ingusan? Tidak mungkin. Lalu mengapa mereka bisa berpelukan mesra begitu?

Dengan cepat aku meraih ponselku. Mengetik nama Arga, lalu menelponnya.

"Selamat malam Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah.

"Maaf mengganggu. Saya sekarang ada di depan rumah di kawasan Bonavit Hills. Saya seperti melihat anda Tuan. Bisa saya berkunjung? Ini rumah anda? Aaya tepat ada di depan gerbang." Ucapku tanpa tedeng aling-aling.

Kepalang tanggunglah. Aku harus bisa masuk ke rumah ini bagaimanapun caranya.

Kepala anak muda itu celingukan. Lalu tersenyum saat melihatku.

Dia memberi kode dari jauh kepada satpam, meminta untuk membuka gerbang untukku. Aku bersorak menang di dalam hati.

***

Ada beberapa orang pebisnis di ruangan itu. Aku mengenal mereka, karena wajah mereka sering wara wiri di majalah dan koran bisnis.

Mataku tajam memindai, melihat kemungkinan, siapa di antara mereka suami dari Anaya. Sudah seperri ini rupanya lingkup pergaulan Anaya. Aku bahkan sangat sungkan, walau hanya menatap mereka. Apalah aku yang hanya pebisnis kecil yang hampir bangkrut.

Asik menatap, aku tak menyadari kedatangan Anaya. Dia berjalan dengan anggun ke arahku. Arga mengikuti dari belakang.

"Selamat malam Pak. Ada yang bisa kami bantu? Arga memanggil saya untuk bertemu dengan anda. Dia bilang anda adalah rekan bisnis Arga yang baru."

"Selamat malam Nay. Maaf. Saya tadi mengikuti Aluna dari rumah sakit. Saya hanya ingin memastikan, kalau dia adalah anak kita. Ternyata benar."

Anaya tersenyum tipis. Tampak sekali dia sangat terganggu dengan keberadaanku. Dan Arga, aku lihat dia nampak terkejut dengan perkataanku.

"Aluna memang anak saya. Tapi kami sementara mengadakan pertemuan penting Pak. Jika ingin membahas masalah pribadi, bisakah mencari waktu dan tempat yang lain. Kalau sekarang, saya tidak bisa meladeni anda." Anaya berkata dengan suara rendah namun penuh tekanan. Wajahnya sudah mengeras, dan tidak ada senyum seperti tadi. Kali ini dia benar-benar ingin aku pergi.

Arga menoleh ke arah Anaya. Aku melihat Anaya menganggukan kepala kepada Arga. Lalu berbalik badan dan pergi.

"Mari Tuan, saya antar ke depan!" Tangan Arga mempersilahkan aku untuk keluar ruang tamu. Jika tidak karena suntikan dana yang aku butuhkan, mungkin aku akan membantah dan bersikukuh untuk bertemu Aluna dan Anatasya.

Anaya memang keterlaluan! Dia sangat sombong sekarang.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
linda
cerita ini bikin dosa karna hati ku memaki laki laki brengsek tak punya malu
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
sombong.... trs anda.....drtd ngoceh mmg g sombg... n anaya sombong wajr... horang kaya.... slain bod*h trnyata anda jg g tahu malu....
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
enak aja lo bilng anaya sombong hey bangun dari mimpi lo,, lo yg kurang ajar biadab sma anak istri hanya demi talita yg blm tentu ank lo
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status