Share

Chapter 04

"Apa maksudmu, Reina?"

Alex menautkan alisnya, tak menyangka gadis di hadapannya itu bisa berbicara hal yang sebelumnya dikatakan padanya.

Alex dan Reina kini berada di luar restoran. Dia sengaja ingin berbicara empat mata dengan calon suaminya itu—yang barangkali bisa berakhir sebelum terlambat.

"Maksud aku, aku tau Om pasti masih cinta sama mantan istrinya Om. Aku juga tau kalau Om terpaksa kan, menikah sama aku? Makanya, bagaimana kalau kita besok langsung pisah aja?" tanya Reina, maniknya menatap ekspresi Alex yang entah mengapa berubah menjadi dingin seketika. Bahkan, rahang laki-laki itu mengeras, seolah menahan sesuatu keluar dari mulutnya.

"Terpaksa? Kamu dapat kesimpulan dari mana?" Alex berdecih. "Saya nggak mau berpisah, Reina. Meskipun begitu, kamu nggak perlu khawatir. Setelah kita menikah, saya nggak akan mengganggu kehidupanmu."

"Hah?" tanya Reina, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Dengar, Reina. Saya minta maaf jika umur dan juga penampilan saya tidak sesuai dengan ekspetasi dan tipe kamu. Tapi, saya tetap ingin membalas kebaikan dari almarhum papa kamu. Jika kamu memang tidak nyaman, mari kita menikah di atas kertas. Yang penting, kita harus mengikat hubungan kita, Reina."

Alex kini hanya bisa menghela napasnya. Perlahan, lelaki itu memegang bahu Reina, menatap calon istrinya dengan nanar.

"Ja-jadi .... maksud Om, menikah kontrak? Dan aku tetap bebas berhubungan dengan siapa pun?" Reina terperangah, sehingga berusaha meyakinkan apa yang didengarnya sekali lagi.

Alex mengangguk mantap. "Kamu melakukan pernikahan ini juga demi menjalankan permintaan terakhir dari papa yang kamu sayangi kan?"

"Iya ...."

"Kalau begitu, mohon kerjasamanya, Reina Hindrawan."

Alex mengulurkan tangan kanannya. "Untuk peraturan dan ketentuan dari pernikahan yang kita jalani ini, kita bicarakan besok saja, bagaimana?"

Reina memandang tangan Alex yang terulur itu. Rupanya laki-laki itu tidak semengerikan yang dia pikir. Malahan, Alex menawarkan jalan keluar yang tidak Reina sangka-sangka.

"Oke! Setuju!"

Reina menyambut uluran tangan tersebut. Tanpa sadar, seseorang sengaja berhenti di ambang pintu untuk mendengar percakapan keduanya.

•••••

Setelah Alex dan Reina berbicara empat mata, anehnya Tara dan Rendi seakan menjauh. Mereka menempati meja paling pojok, mengabaikan panggilan dari Alex pula. Alex mengernyit, menoleh ke arah Reina.

"Mereka kenapa? Kayaknya tadi masih santai-santai aja."

Reina mengendikkan bahu, "Mungkin mereka lagi banyak kerjaan, Om."

Alex berjengit, memicingkan mata. "Kamu serius mau panggil saya kayak begitu? Ini kita lagi di sama orang-orang, Reina."

"Lha terus? Saya harus panggil apa? 'Mas' gitu?"

Alex tertegun. Sudah bertahun-tahun lamanya dia tidak dipanggil demikian. Terakhir kali, tentu mendiang Delia yang memanggilnya penuh sendu bercampur kasih sayang. Dalam sekejap, rautnya mengeras, seolah menjadi orang yang benar-benar berbeda.

"Eherm." Alex mengalihkan pandang ke sepenjuru restoran. "Ibu saya sepertinya suka sama kamu."

Reina mencari keberadaan Bu Nora. Dan benar saja, wanita itu melambaikan tangan ke arahnya begitu bertemu tatap. Reina tersenyum manis, balas melambai.

"Tolong temani ibu saya. Saya ada beberapa telepon yang harus dijawab."

Tidak mau repot-repot menoleh, Alex berlalu begitu saja. Reina menelengkan kepala. "Dia kenapa sih? Bukannya tadi kayak biasa aja ya? Kenapa jadi kaku dan ngajak perang gitu mukanya?"

Mengabaikan rasa ingin taunya, Reina menghampiri Bu Nora setelah membawa dua sup buah. Ternyata haus juga, padahal dia tidak berbicara banyak dan duduk anteng di samping Bu Nora sejak acara berlangsung.

Sementara itu, Alex menurunkan ponselnya selesai menjawab satu panggilan masuk dari bawahannya. Laki-laki itu berdiri di samping lorong menuju toilet. Dari titik yang dipijaki, Alex mampu mengamati seluruh orang yang berada di acara pentingnya ini.

Lamaran dengan seorang gadis yang manja yang banyak gaya. Astaga! Alex mau merutuki diri sendiri, tetapi dia tidak bisa mengelak dari takdir yang satu ini. Dia telah berutang begitu banyak kepada almarhum Hindrawan. Rasanya seperti manusia tidak tau terima kasih jika dirinya lari dari tanpa mewujudkan keinginan terakhir Hindrawan.

"Kalau saya tidak ada di dunia ini, tapi anak saya belum menikah, kamu mau tidak jadi suami untuk anak yang yang manja dan butuh banyak bimbingan itu?"

Pertanyaan Hindrawan yang dilayangkan pada suati hari itu tadinya dikira sekadar gurauan saja. Tetapi begitu Pak Pram datang ke rumahnya untuk mengabarkan meninggalnya Hindrawan beserta sang istri, jujur saja dia pikir sedang bermimpi di siang bolong.

Reina.

Seperti yang Alex dengar dari cerita Hindrawan pada beberapa kesempatan, gadis itu memang manja. Tergila-gila sekali dengan pacarnya yang bernama Andre. Menurut perkataan Tara dan Rendi, Andre itu tidak pantas untuk Reina. Namun Alex merasa sangsi untuk ungkapan tersebut. Sebab dia sendiri juga merasa tidak pantas untuk bersanding dengan Reina.

Lelaki itu merasa bahwa dirinya lebih cocok untuk dijadikan paman bagi Reina, bukan suami. Namun dalam hati, Alex juga tau, bahwa dia harus segera berpindah hati dari mendiang istrinya. Bahkan, mantan istrinya berpesan untuk tidak terus bersedih, dan tak apa baginya untuk menjalin hubungan dengan perempuan lain.

Bagaimanapun juga, dia tak punya pilihan lain. Alex akan tetap menikahi Reina, meskipun gadis itu tak menyukainya.

•••••

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status