Share

Chapter 07

“Ini kamar kamu.”

Alex mendorong satu pintu, memperlihatkan isinya yang cukup luas. Reina manggut-manggut. Hampir sama luasnya dengan kamar pribadi Reina.

“Bagus! Kayaknya nyaman nih!” Reina memasuki kamar tersebut, mencoba kasur empuk yang akan ditidurinya dalam berapa waktu.

“Ini kamar kamu sendiri. Tapi kalau ada Ibu, mau nggak mau kita harus tidur satu kamar. Tidur di kamar saya.”

“Hm, nggak masalah.”

“Nggak masalah?” Alex memiringkan kepala, tak habis pikir dengan betapa santainya Reina akan hari ini. “Kita akan tidur di kasur yang sama, kamu nggak khawatir kalau saya melakukan apa-apa ke kamu?"

“Lho? Memangnya bakalan ada apaan? Kan Cuma tidur, sendiri-sendiri.”

Alex mengangguk pasrah. Memang benar. Mungkin dirinya saja yang berlebihan sebab tak pernah berinteraksi dengan lawan jenis lagi sejak kepergian Delia.

"Atau mau coba sekarang ... Mas Alex?" goda Reina, sengaja mendekat dan memainkan kancing teratas kemeja suaminya itu.

Bukannya mundur, Alex malah memajukan kepalanya sehingga jarak keduanya tersisa sedikit.

"Yakin?" Alex menyeringai. "Saya cemas besoknya kamu nggak bisa keluar kamar."

Reina tertegun, menelan ludahnya susah payah. Dia hanya sekadar menggoda, tapi kalau begini dia belum siap juga.

"Hahaha!" Reina tertawa renyah. "Kayaknya saya capek nih! Waktunya tidur!"

Gadis itu langsung menutup pintu kamarnya, menyisakan Alex yang tersenyum kecil seraya berbalik. Namun belum genap melangkah, pintu di belakangnya terbuka lagi.

Alex menoleh, mendapati Reina yang meringis.

"Bisa minta tolong, Om?"

Alex memiringkan kepala, "Padahal barusan kamu panggil saya dengan sebutan 'Mas'. Sekarang, berubah pikiran lagi?"

"Om Alex juga begitu lho, panggil diri sendiri pakai 'saya'. Kayak di lingkungan pekerjaan aja! Pakai 'aku-kamu' biar santai dikit gitu dong!"

"Oke. Kamu cuma mau bilang begitu?"

Teringat dengan tujuan utamanya, Reina membukakan pintu kamarnya lebih lebar. Lalu tanpa takut, memperlihatkan punggungnya yang terbuka sedikit.

"Nggak bisa sampai bawah, Om!"

"Apanya?" Alex memicingkan mata, tidak paham.

"Ritsletingnya, aku nggak bisa. Tolongin dong!"

Alex berdecak, istri manjanya itu cukup menyusahkan. Tetapi Alex tetap masuk, membantu Reina untuk menurunkan ritsleting bajunya. Ketika sudah sepenuhnya terbuka, Alex berhadapan dengan punggung mulus Reina yang menguarkan aroma bedak bayi—atau cuma khayalan Alex saja?

Seketika laki-laki itu bergeming dengan tangan kanan yang terulur untuk mengelus punggung Reina. Reina membeku, darahnya berdesir begitu cepat. Bahkan sebagian dirinya merinding, merasa asing oleh sentuhan Alex.

"O-om?"

Alex tersadar. Mendengus kasar, merutuki dirinya yang terlalu terbawa suasana. Wajar saja, selama ini senantiasa menduda dan tidak pernah sedekat itu dengan lawan jenis.

"Cepat ganji baju! Kita makan malam dulu."

Reina tergagap dengan wajah memerah. Sebab dalam beberapa detik, dia sempat berpikir jika Alex memang ingin meminta haknya.

"Ta-tapi aku nggak lapar, Om."

"Kamu harus makan, atau saya gendong kamu sampai meja makan. Sekarang juga!"

Mengambil langkah aman, Reina lekas berganti baju dan menurut saja.

•••••

Reina mendapatkan telepon dari Andre saat makan malam. Gadis itu memekik, senang luar biasa. Tanpa menghabiskan makanannya, Reina berlari keluar rumah untuk menerima panggilan masuk dari pacar kesayangannya itu.

Alex mendengus pelan, nyaris melupakan kehadiran Andre yang masih merongrong hidup Reina. Alex menyuruh Bi Yuni untuk menyimpan lauk yang ada, barangkali istri manjanya itu tergugah makan pada tengah malam.

Berikutnya, entah mengapa Alex tak menuju kamarnya. Justru laki-laki itu menghampiri Reina yang terkikik di teras rumahnya. Dari nada bicara yang terdengar, khas sekali sebagai orang yang jatuh cinta.

"Tapi kan kamu tau sendiri kalau Om Alex nggak mengizinkan kita buat kencan di rumahnya atau di rumaku, Sayang."

Alex berdecih, lagi-lagi panggilan 'Om' itu terdengar. Dia merasa tua sekali jika Reina berbicara dengan nada mengadu seperti itu.

"Ke mana? Ke hotel? Ish! Kamu tuh ada-ada aja sih!"

Alex melotot. Tidak percaya dengan yang baru saja didengarnya. "Eherm!"

Reina menoleh sekilas, kemudian meneruskan percakapannya dengan Andre. Menyadari Alex yang tak kunjung pergi, Reina menjauhkan ponselnya sebentar.

"Kenapa sih, Om? Aku lagi teleponan tau!"

"Sama siapa?"

"Ya siapa lagi! Sama pacarku dong! Om Alex mau ngomong sesuatu? Enggak kan? Kalau enggak, aku mau lanjut dulu ini, kangen banget!"

Alex mengembuskan napas lelahnya. Dalam pernikahan yang normal, tentu saja yang dilakukan Reina sangatlah salah. Tetapi dia sendiri sudah berjanji untuk membebaskan gadis itu, bahkan telah berdiskusi dengan pacarnya.

Laki-laki itu berlalu, tapi tak menuju kamar. Malahan, Alex duduk di ruang keluarga dan menonton televisi. Diam-diam, telinganya terpasang untuk mendengar seluruh ucapan Reina. Entah mengapa, dia jadi penasaran begini.

Setengah jam lamanya, Reina selesai. Gadis itu memasuki rumah dengan langkah riangnya. Mendapati keberadaan Alex yang memberinya tatapan tajam, Reina menghentikan langkah.

"Kenapa, Om? Aku pikir Om Alex udah tidur. Ternyata masih nonton ya?" Reina berusaha bersikap biasa saja. Justru mengambil tempat di samping Alex, hendak merampas remot yang berada dalam genggaman Alex. "Ganti dong, Om! Ini film action. Mana suka—"

Belum selesai berucap, Reina dikejutkan dengan perbuatan Alex yang tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya. Tanpa sadar, Reina menahan napas. Jarak antara keduanya tersisa beberapa sentimeter saja.

Dilihat dari dekat seperti ini, Reina menyadari betapa tampannya Alex. Om-om yang satu ini jelas tak bisa dianggap remeh! Namun Reina makin membeku ketika Alex bersuara, berat dan memikat.

"Sekali lagi kamu panggil saya begitu, saya akan melakukan sesuatu dengan mulut kamu."

"A-apa, Om?"

"Kamu beneran mau saya cium? Mumpung masih malam pertama, mau saya cium di sini atau di kamar?"

•••••

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rohayati Sinuraya
ceritanya bagus, saya sangat suka
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status