"Siapa ini?!"
Reina memejamkan mata sejenak, sementara Alex tetap berdiri tegap memandang Andre tanpa minat. Tidak mau menjawab pula meski Andre menghunuskan tatapan tajam dan raut permusuhan yang membabi buta."Eh, sayang!"Alex berjengit. Cara Reina memanggil Andre begitu lembut dan menggoda—entah bagaimana bisa-bisa dia berpikir demikian."Ini siapa, Re? Kamu selingkuh? Sama om-om?"Sekuat tenaga, Alex menahan diri untuk tidak menghadiahi kepalan tangannya ke wajah Andre. Baru bertemu beberapa detik saja, Alex setuju dengan pendapat Tara dan Rendi yang mengatakan jika Andre tidak pantas untuk Reina."Reina? Siapa om-om ini? Jangan bilang kalau kamu jual—""Saya calon suaminya."Sebelum Andre meneruskan kalimatnya, Alex memberikan pernyataan yang membuat laki-laki di hadapannya itu kaget bukan main. Begitu juga dengan Reina yang mengutuki Alex dalam hati lantaran langsung berkata tanpa sambutan dulu."Apa? Calon suami?" Andre menatap Reina tajam, sehingga Alex berpikir bahwa tatapan tersebut bisa menguliti Reina hidup-hidup. "Kenapa kamu malah nikah sama m-om, Re? Apa gara-gara aku belum bisa kasih kepastian soal rencana pernikahan kita? Tapi aku pikir kamu masih berduka, Re. Sekarang kamu malah mau nikah sama om-om yang nggak kamu kenal ini?"Alex mundur selangkah ketika telunjuk Andre makin maju ke arahnya. Sementara itu, Reina tampak kepayahan untuk melayangkan jawaban yang mampu mengusir amarah Andre."Dengar!"Alex menyadari kebingungan Reina, maka dia mengajukan diri untuk menjelaskan dari awal sampai pada ketentuan yang baru saja mereka bicarakan. Perlahan, tampaknya Andre mampu menenangkan diri.Keduanya duduk di teras, ditemani Reina yang berdiri di ambang pintu rumah harap-harap cemas. Gadis itu takut, Andre tidak mau menerima kenyataan baru ini. Dia takut kehilangan Andre, sebab hanya pacarnya itulah yang mampu mengerti seluruh perasaanya sejak dulu.Selesai dengan penjelasan yang telah mencangkup segalanya dengan jelas, kedua laki-laki itu terdiam. Alex meminum teh hangat yang beberapa menit lalu dibawakan oleh salah satu pembantu."Jadi, sampai kapan pernikahan ini berlangsung?""Sampai Perusahaan Hindrawan kembali stabil. Tidak ada alasan lagi setelah itu, karena saya menyetujui pernikahan ini hanya untuk membalas jasa Pak Hindrawan. Begitu juga dengan pinjaman uang dalam jumlah banyak yang beliau berikan pada saya dulu."Andre kembali berpikir. Rautnya sudah tidak mengeras seperti tadi. Dalam hati Reina bersyukur Alex belum pulang. Jadi dia tidak perlu kewalahan menjelaskan segalanya pada Andre."Reina benar-benar diberi kebebasan kan? Anda tidak berbohong?""Untuk apa saya berbohong? Biarpun kami sudah menikah nantinya, kalian tetap bisa bersama. Asal jangan sampai terlihat oleh orang-orang yang mengetahui pernikahan ini saja, dan carilah tempat kencan lain."Andre manggut-manggut. "Oke! Tepati janji Anda itu, dan saya mohon, jangan sampai Anda jatuh cinta dengan pacar saya ini!"Alex mendecih. "Saya tidak akan jatuh cinta dengan gadis manja seperti Reina. Kamu tak perlu khawatir.""Oh, kalau begitu, seharusnya Anda menikah dengan Tara saja. Dia kan janda."Plak!Tawa Andre yang baru setengah jalan itu terhenti oleh pukulan ringan dari Reina. Gadis itu memelototinya. "Dia sahabatku lho, Sayang! Enggak seharusnya kamu buat bercanda statusnya sekarang ini.""Ck! Iya-iya, maaf."Alex mengembuskan napas puas. Akhirnya urusannya dengan sepasang manusia di hadapannya telah usai. Kini, dia bisa pulang dan kembali pada tujuan awalnya.•••••"Saya terima nikahnya Reina binti Hindrawan dengan mas kawin emas 500 gram dibayar tunai."Alex mengucapkan akad dengan satu tarikan napas. Awalnya laki-laki itu tetap gugup, meskipun ini adalah yang kedua kalinya Alex berurusan dengan acara pernikahan."Sah?" tanya penghulu di depan para tamu."SAH!" Suara banyak orang seketika memenuhi ruangan, menandakan hari dimulainya bahtera rumah tangga antara Alex dan Reina.Reina melirik ke arah mertuanya. Gadis itu bisa menyaksikan, air mata yang diuraikan Nora di wajahnya. Entah mengapa, ada kebahagiaan tersendiri dalam dirinya ketika menyaksikan senyuman mertuanya. Pasalnya, antusiasme wanita itu meluap-luap dari beberapa hari sebelumnya. Tampaknya Bu Nora senang sekali dengan kehadiran Reina dalam kehidupan anak laki-lakinya itu—meski terpaksa.Tak hanya itu, manik Reina kini mengarah ke Rendi dan Tara. Dua sahabatnya itu tersenyum tulus, ketika melihat Reina yang kini sah menjadi istri Alex. Bahkan, bisa dikatakan, dua sejoli itu lebih bahagia ketimbang Reina sendiri. Mereka berdua selalu meyakinkan Reina untuk tak mundur dari pernikahan ini. Apa boleh buat, Tara dan Rendi sudah terlalu terpikat dengan spek Alex yang "bagaikan Dewa", katanya.Acara akad pernikahan pun selesai, ditutup dengan Reina mencium tangan Alex yang kekar itu secara perlahan. Sebelumnya Reina tak pernah sadar, namun setelah gadis itu mengamati Alex kembali, om-om itu terlihat semakin bersinar ketika menggunakan jas pernikahannya."Saya pikir, hari lamaran kita adalah hari kamu terlihat paling cantik tapi ternyata saya salah." Ucap Alex setelahnya, sembari mengusap rambut Reina perlahan, tak ingin merusak hiasan di atas kepalanya.Sontak, Reina tersipu malu. Bagaimana bisa om-om yang sebelumnya menghardik dirinya, bahkan mengatakan dirinya manja, kini justru berucap seperti iru? Atau ... ini adalah salah satu trik darinya karena mereka berdua berada di keramaian?Reina pun menyeringai. Gadis itu melambaikan tangannya, meminta Alex untuk menundukkan kepalanya agar Reina bisa membisikkan sesuatu."Cih, gombal! Kalau kamu bilang kayak gitu demi dapat jatah malam pertama, nggak usah berharap deh!"“Ini kamar kamu.”Alex mendorong satu pintu, memperlihatkan isinya yang cukup luas. Reina manggut-manggut. Hampir sama luasnya dengan kamar pribadi Reina.“Bagus! Kayaknya nyaman nih!” Reina memasuki kamar tersebut, mencoba kasur empuk yang akan ditidurinya dalam berapa waktu.“Ini kamar kamu sendiri. Tapi kalau ada Ibu, mau nggak mau kita harus tidur satu kamar. Tidur di kamar saya.”“Hm, nggak masalah.”“Nggak masalah?” Alex memiringkan kepala, tak habis pikir dengan betapa santainya Reina akan hari ini. “Kita akan tidur di kasur yang sama, kamu nggak khawatir kalau saya melakukan apa-apa ke kamu?"“Lho? Memangnya bakalan ada apaan? Kan Cuma tidur, sendiri-sendiri.”Alex mengangguk pasrah. Memang benar. Mungkin dirinya saja yang berlebihan sebab tak pernah berinteraksi dengan lawan jenis lagi sejak kepergian Delia. "Atau mau coba sekarang ... Mas Alex?" goda Reina, sengaja mendekat dan memainkan kancing teratas kemeja suaminya itu.Bukannya mundur, Alex malah memajukan kepalanya se
"Pagi, Om!"Alex mengernyit. Padahal baru semalam laki-laki itu membuat Reina mati kutu dengan ucapannya, sekarang masih saja memanggilnya seperti itu. Tadinya Alex mau mengingatkan Reina, tapi terhalang dengan pemandangan Reina dalam balutan daster mininya.Reina mengikat rambutnya tinggi-tinggi, menuju dapur untuk mengambil sebotol air. Mengabaikan tatapan Alex yang tertuju padanya.Alex tidak salah lihat. Dia menyadari jika istri manjanya itu tak mengenakan pakaian dalam. "Kamu mau masuk angin? Pagi-pagi pakai daster yang begitu?"Reina menoleh, "Kenapa? Ada yang aneh? Aku memang biasa begini kok, Om.""Reina, saya sudah ingatkan kamu soal panggilan itu.""Iya, tapi sebentar dong." Reina berlari kecil, duduk di samping Alex dengan wajah dimanis-maniskan. "Kan aku belum terbiasa, tapi nanti kalau di depan orang banyak, pasti aku bisa bersikap profesional kok!"Alex mengangguk pelan. Dia memang tak bisa memaksa Reina dengan pernikahan mendadak mereka ini. Laki-laki itu menyesap kopin
Reina mencoba salah satu daster yang dibelikan oleh Alex. Dia pikir, laki-laki itu akan memilihkan yang polos-polos. Tetapi di luar ekspetasi, yang dibeli tidak jauh berbeda dari koleksinya. Setelah merapikan wajahnya agar tetap cantik meski dalam balutan daster, Reina keluar.Terdengar deru mobil suaminya yang baru saja mengantarkan Nora pulang. Reina memutuskan untuk menyambut kedatangan Alex, sekaligus memberitahu bahwa dirinya baru saja mengenakan salah satu daster pemberian sang suami."Selamat datang lagi, Om!" Reina memutar badannya. "Cocok ya di aku? Bisa aja pilihin yang warna kuning begini. Makasih, Om!"Tadinya Alex mau melayangkan protes lagi terkait panggilan dari Reina. Namun melihat senyum gadis itu, hatinya melunak. Alex mengangguk pelan, mengacak puncak kepala sang istri."Ibu datang kapan? Kenapa tadi kamu nggak kasih tau saya dulu?" tanya Alex, melangkah terlebih dulu selagi melepas dasinya. Dia belum sempat berganti pakaian sejak pulang tadi."Tadi itu, Ibu baru da
Dan benar saja, Alex selesai membayar sebuah tiket masuk ke salah satu wisata permainan yang tidak begitu ramai pada jam kerja. Sepanjang langkah yang tertuai, dia tidak paham, mengapa mau repot-repot membuntuti Andre dan Reina yang sedang berkencan.Belum apa-apa, Alex sudah kesal sendiri saat melihat rangkulan tangan Reina pada Andre. Gadis itu begitu dekat dengan Andre, bahkan pada beberapa kesempatan pun tubuh keduanya saling bersentuhan.Alex duduk di salah satu bangku panjang, mengenakan penyamaran seadanya. Andre dan Reina berbelok ke rumah hantu, dan saat itulah Alex memutuskan untuk mengakhiri kegiatannya tersebut. Dia tidak mungkin ikut masuk ke rumah hantu.Sepanjang perjalanan pulang, Alex tak bisa menghilangkan bayangan Andre dan Reina yang barangkali sedang berpelukan di dalam rumah hantu. Melihat senyum dan tawa Reina yang begitu lepas, menarik suatu perasaan yang tak masuk akal dalam diri Alex. Berbeda saat bersamanya, Reina terkesan terpaksa dan hanya mau memancing em
Reina mengerjapkan mata beberapa kali, sementara Alex menepuk keningnya. Susan tersenyum simpul, melipat tangan di depan dada—menandakan jika dirinya lebih unggul dari Reina. Susan berharap Reina akan cemburu dan melayangkan tatapan permusuhan padanya.Namun di luar dugaan, Reina malah mengangguk dan terkekeh. Jelas tidak sesuai prediksi Susan. Reina malah menepuk bahu Alex, menguarkan tawa polos yang mengundang keheranan."Wah! Mas Alex seleranya pas waktu muda kayak Mbaknya ini ya?" celetuk Reina, yang langsung membuat Susan kesal, tidak tau kenapa. "Boleh-boleh! Makasih atas perkenalannya ya, Mbak Susan. Salam kenal juga, saya Reina, istrinya Mas Alex."Reina menyambut uluran tangan Susan tanpa beban. "Tapi maaf nih, Mbak. Perkenalannya sampai di sini dulu aja ya? Saya lagi mau berduaan sama Mas Alex, nggak pengin diganggu sama siapa-siapa. Mbak Susan ada di sini karena kepentingan lain kan? Nah! Silakan dilanjutkan saja kepentingan yang tadi itu, Mbak!"Susan menganga, sedangkan A
"Hahaha!" Reina tertawa hambar, cepat-cepat berbalik. "Aduh! Aku lupa mau ngambil apa ya tadi?"Alex mengulum senyum, membiarkan Reina kabur dari hadapannya. Ternyata laki-laki itu mempunyai hobi baru, yaitu menggoda Reina. Sosoknya yang polos tapi terkadang memberanikan diri itu terlalu menggemaskan bagi Alex untuk tidak ditanggapi.Laki-laki itu kembali menata belanjaan mereka, ketika getaran panjang dari ponselnya menginterupsi. Sebuah panggilan masuk dari Ibu. Beberapa detik kemudian, Alex mengetuk pintu kamar Reina dan menyuruh gadis itu untuk memindahkan barang-barangnya."Kok malam-malam begini Ibu baru niat datang sih, Om?" Reina menarik kopernya susah payah, sementara Alex merapikan tempat tidur yang sebelumnya dijajaki Reina."Saya nggak tau, Reina. Yang penting, besok Ibu sudah pulang. Mungkin Ibu lagi iseng, mau memastikan anaknya ini benar-benar bahagia dengan pernikahan barunya atau tidak."Reina mengecurutkan bibirnya. "Ibu yang perhatian sekali ya, Om? Jadi iri deh!"A
Pagi sekali, Reina mendengar gemericik air dari kamar mandi. Melirik jam dinding, Reina perlahan bangun, lantas duduk di tepi kasur selama beberapa menit. Alex keluar hanya dengan bertelanjang dada dan handuk yang melilit pinggangnya. Yang tadinya mengantuk, kini pandangan Reina berubah jernih seketika. Gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali. Tetesan air yang menjatuhi tiap inci tubuh Alex menjadi pemandangan tambahan yang membuat Reina kesulitan berkata-kata. Suaminya yang dikata sudah om-om itu tampak seksi dan menggoda. Reina sampai harus mengalihkan pandang agar pikirannya tidak ke mana-mana."Sudah bangun?"Reina berdeham, "Kan aku udah duduk kayak gini, ya artinya udah bangun dong!"Alex manggut-manggut, mengacak rambutnya yang basah hingga tetesannya mengenai Reina. Reina memejamkan mata, nyaris mengatai sang suami namun urung. Situasinya tidak kondusif bagi hati Reina yang perlahan menghangat."Kalau gitu aku mandi dulu ya, Om?"Reina beranjak, mengambil handuknya yang mas
"Andre?"Reina membungkam mulutnya rapat-rapat. Gadis itu tak mampu bergerak setelah melihat sang pacar tengah merangkul mesra seorang gadis. Andre dan gadis itu tak menyadari keberadaan Reina, sebab dia masih berada di ujung lorong.Andre menawarkan beberapa tas keluaran terbaru pada si gadis, yang beberapa saat kemudian dihadiahi kecupan pada bibir. Bukan pada pipi, tapi pada bibir! Bahkan Reina tak pernah melakukannya, lantaran dirinya dan Andre masih menanti status menikah yang tadinya akan mereka sandang.Tetapi apa yang sedang dilihatnya ini? Andre bermain api dengan gadis lain. Senyum dan rayuan yang senantiasa dilayangkan padanya, justru tertambat pada si gadis yang sengaja mendekatkan tubuhnya pada Andre.Andre terlihat senang-senang saja, bahkan mengeratkan pelukannya. Dari samping kepala Reina, terulur satu ponsel yang sedang memotret Andre dan si gadis. Reina menoleh dengan mata berkaca-kaca. Rendi dan Tara memberi tanda untuk tetap diam.Reina mengangguk lemah. Percakapan