Seharian itu, Reina berusaha sebisa mungkin untuk menghindari Alex. Sejak bangun tidur, gadis itu langsung berlari ke kamarnya sendiri. Meninggalkan Alex yang sedang merapikan pakaian kering yang baru dilipat.Alex mengernyit, sekiranya yakin bahwa dirinya tidak melakukan sesuatu yang menyakiti istri manjanya itu. Justru dia sendiri yang kewalahan semalam. Sebetulnya kalau dipikir lagi, akan lebih masuk akal apabila Alex yang menghindari Reina. Sebab telah memperlihatkan betapa lemahnya dirinya di hadapan Reina hanya karena tidur bersama. Alex berjengit, "Apa karena itu? Tapi kan, dia yang memancing."Alex memandang Reina yang menonton televisi di ruang keluarga. Laki-laki itu menyadari jika fokus Reina tidak benar-benar tercurah pada televisi di depannya. Beberapa kali, istrinya itu meliriknya.Tidak tahan dengan situasi janggal semacam itu, Alex menghampiri Reina. "Kenapa, Reina? Apa saya berbuat salah?"Reina tersentak, tapi cepat-cepat menguasai diri. Gadis itu menggeleng, mencoba
Reina terhenyak. Dia terperangkap oleh keisengannya sendiri. Gadis itu bergerak gelisah, berusaha melepaskan diri dari kungkungan Alex. Namun suaminya itu malah mendekat. "Om? Mau ngapa—"Detik itu, Reina merasakan dunianya berhenti berputar. Cepat bagi Alex, tetapi melambat bagi Reina. Dia baru saja merasakaan benda kenyal itu menyentuh ujung bibir kanannya. "Ada saus tomat di bibir kamu, Reina." Suara berat sang suami benar-benar menghipnotisnya. Aneh. Reina pernah berada pada posisi yang lebih dekat dengan Andre, tapi rasanya tidak semendebarkan ini.Deru napas Alex menyapu wajahnya, menggelitik kehangatan yang datang tanpa aba-aba. Tatapan keduanya bersirobok, seolah mencari maksud dari sikap masing-masing yang tak dapat diprediksi. Reina terbawa suasana sehingga kedua tangannya menyentuh bagian dada kemeja Alex. Mengelusnya seperti menemukan sesuatu yang mampu membawanya pergi dari bayang-bayang pengkhianatan Andre.Alex merasakan desiran yang sama. Menggebu-gebu, lantas kembal
TINN!!!Andre dan Reina terperanjat, bersamaan dengan sorot lampu mobil yang menyinari keduanya seperti tahanan yang kabur dari penjara. Reina menghalau pandangannya dengan kedua tangan, namun dia mampu mengenali mobil siapa yang sudah mengganggu waktunya dengan Andre."Itu siapa sih! Ganggu aja!" Gerutu Andre, sudah mau keluar untuk beradu bacot."Bentar, Ndre. Tunggu di sini aja dulu! Biar aku yang turun." Reina keluar, menuju sisi pengemudi mobil di depannya tanpa ragu. "Om Alex? Kenapa? Ada yang ketinggalan?"Alex mengangguk. Ekspresinya datar dan dingin. "Bisa minta tolong ambilkan air dingin di kulkas? Saya mau bawa sebotol buat di kantor.""Lho, bukannya di kantin kantor jualan air dingin ya?" Reina mengatupkan bibirnya lantaran Alex menghadiahi tatapan tajam. "Oke! Sebentar, aku ambilkan dulu!"Secepat kilat, Reina mengambilkan sebotol air dingin dari kulkas. Saking gugupnya, gadis itu terjatuh saat menuruni tiga anak tangga kecil di teras rumah. "Aduh!"Reina mendengar suara
"Kamu murahan."Reina serasa ditarik ke dalam kegelapan tak terhingga dengan tangan-tangan panjang mengerikan yang menariknya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya hingga berdarah. Kalimat mengerikan yang mampu menjatuhkan dirinya itu justru diucapkan oleh seseorang yang selama ini disayanginya dengan sepenuh hati. Reina memang telah memilih orang yang salah sebagai pacar.Di depannya, Andre sendiri tampak terkejut. Pemuda itu membungkam mulutnya rapat-rapat, menatap Reina harap-harap cemas. Andra sadar dirinya baru saja melangkah terlalu jauh. Niatnya tidak seperti itu."Re-Reina ...."Reina menepis tangan Andre, mundur selangkah dengan setitik air mata yang baru saja menetes. Melihat kesedihan yang diperlihatkan Reina, Andre merasa bersalah. Dia memang kesal lantaran harus bersusah payah mencari alasan yang tepat atas semua perselingkuhannya. Tetapi Andre tak menduga akan keceplosan."Kamu benar, Andre." Sekilas getaran memilukan terdengar dari nada bicara Reina. "Aku memang murahan.
Tepat tengah malam, Reina terbangun. Gelap. Kamarnya yang biasa terang, justru tak menyisakan sedikit pun cahaya. Setelah mengucek mata, Reina berguling untuk mengubah posisi tidurnya. Tetapi pergerakan gadis itu terhambat oleh sesuatu—tidak, lebih tepatnya seseorang."AAAA!!!!"Bruk!"Aduh!"Reina menutup mulutnya dengan kedua tangan. Sementara itu, Alex baru saja menjadi objek tendangan sang istri. "Reina? Kamu habis mimpi buruk? Kenapa saya ditendang?"Reina menggeleng pelan. Dia tidak sedang bermimpi buruk, tetapi melihat Alex tidur di kasurnya hanya dengan bertelanjang dada berhasil membelokkan pikiran gadis itu pada kejadian beberapa saat lalu."Om? Ta-tadi kita habis ngapain?!" Pekik Reina heboh. "Apa kita beneran ngelakuin 'itu'?"Alex hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdiri. Reina malah mondar-mandir seperti setrika. Alex memicingkan mata, sepolos atau sebingung itukah jalan pikiran Reina sekarang ini? Mengapa gadis itu tak menyadarinya?"Kamu masih pakai b
"Dasar! Punya anak nggak bisa mikir!"Andre hanya mampu memejamkan matanya. Dia sedang menjadi objek kemarahan Papi Gustav dan Mami Sinta. Setelah pertengkarannya dengan Reina di mal kemarin, dia pulang larut malam sebab mengunjungi kelab untuk melampiaskan kekesalannya. Baru pagi ini, Andre menyita waktu kedua orang tuanya untuk mengatakan yang sebenarnya mengenai hubungannya dan Reina. Pemuda itu menjelaskan segalanya, termasuk pernikahan Alex dan Reina dengan iming-iming kebebasan yang memang terlaksana dengan baik."Kamu itu bodoh! Udah dikasih kebebasan kayak gitu malah nggak bisa memanfaatkan dengan baik. Dasar! Malah hobinya cari sembarang cewek! Kalau kamu kena penyakit kelamin, Mami nggak mau ikutan ngurus!""Mi! Ya wajar dong kalau aku cari cewek lain! Mami tau sendiri Reina itu kakunya minta ampun kan? Dia memang manja, sayang sama aku, tapi tetap aja nggak bisa diatur sesuai kemauanku, Mi!" Gustav menyahut, "Memangnya kamu mau Reina ngapain, Ndre? Kamu tau sendiri, biarp
"Jadi, ada apa?"Susan berdecak kesal. Alex memang menemuinya, tetapi istri manjanya yang bernama Reina itu turut duduk di samping Alex. Sengaja sekali merangkul lengan Alex. Tidak mau melepas—yang paling menyebalkan ketika Reina memerikan senyum kemenangan."Aku nggak bisa bicara kalau ada istrimu, Alex." Susan langsung menutup mulut rapat-rapat. Mengakui Reina sebagai istri Alex merupakan suatu kekalahan yang begitu dibenci."Kalian mau membahas hal penting ya?" Reina menatap Alex. "Aku ke kamar aja ya, Mas? Kamu bicara sama Mbak Susan aja nggak apa-apa."Alex mendelik, satu tangannya berusaha menahan Reina agar tidak pergi. Reina mendengus pelan. Sebenarnya dia sendiri penasaran dengan percakapan yang akan Susan mulai. Namun kalau dia tidak pergi, Susan tidak akan bersuara. "Tenang aja, Mas." Reina melancarkan aksinya. Kedua tangannya kembali mengelus dada Alex. "Kalian nggak bakal lama kan bicaranya? Aku tunggu di kamar, oke?"Reina mengedipkan matanya disertai kerlingan nakal ya
Reina pikir, tidak masalah menemui Andre jika pemuda itu hanya ingin meminta maaf. Selama ini mereka sudah berpacaran lebih dari dua tahun. Kenangan yang keduanya ciptakan tidaklah sedikit. Bila ini saatnya berpisah, Reina menginginkan sebuah perpisahan yang baik. Tanpa adanya blunder dan dendam yang akan bercokol dalam benak masing-masing.Gadis itu baru saja mengirim titik pertemuan pada Andre. Selagi menunggu, dia menonton gosip terkini berupa kasus perselingkuhan dari televisi yang berada di sudut rumah makan sederhana. Reina meletakkan es tehnya, terbawa pada satu pikiran."Om Alex itu bukan tukang selingkuh kan ya?" tanyanya pada diri sendiri. "Kayaknya sih nggak mungkin. Dia aja jadi duda lama banget, tandanya dia setia sama istri pertama—"Reina menghentikan ucapannya, lantas mengatupkan bibir begitu menyadari sesuatu. "Om Alex setia." Satu kenyataan yang seharusnya bisa dibanggakan oleh gadis itu, berhubung Alex merupakan suaminya sekarang ini.Namun dia teringat dengan pengu