Share

Istri Muda sang Hot Duda
Istri Muda sang Hot Duda
Penulis: Rcancer

Pertemuan

"Kamu jadi pergi ke luar kota, Elang?" 

Pria berusia 40 tahun yang sedang menikmati menu sarapan sehat itu, seketika menghentikan gerakan tangan dan mulutnya.

"Jadi, Ma. Ini aja aku mau langsung berangkat ke sana," jawab Elang mantap.

Sang ibu pun mengangguk. "Baiklah. Kalau begitu, mama minta tolong padamu. Bila  kamu sampai di sana, kamu temui putri dari teman Mama."

"Sudah terlalu lama kamu sendiri setelah kematian almarhumah istrimu, Nak. Mama hanya ingin melihat kamu bahagia dan tidak hanya terpaku pada pekerjaan. Tidak mungkin Mama akan terus berada untuk kamu, kan?" tambahnya lagi.

Mendengar itu, Elang hanya bisa menarik napas dalam.

Pemilik hotel dan kawasan perumahan terbesar di negara itu paling malas jika sang ibu kembali membicarakan tentang dirinya yang memilih menyendiri. 

Bukannya Elang tak bisa mendapatkan wanita baru. 

Banyak wanita yang menaruh hati padanya dan mengejar pria itu. Hanya saja, ia tak tertarik.

Bagi Elang, cintanya berakhir di Ayana. Selanjutnya, ia hanya menjalankan hidup. Terlebih, wanita yang sangat dia cintai itu meninggal bersama calon anak yang sangat mereka idamkan.

Hanya saja, perdebatan dengan sang ibu sungguh membuatnya lelah. Demi menghindari perdebatan, Elang kali ini memilih mengalah. "Baiklah, aku akan mencoba menemuinya, tapi Mama jangan berharap lebih," ucapnya dingin. 

Pria itu pun bangkit dari duduknya dan segera beranjak meninggalkan Mamanya.

****

"Tuan Elang!" panggil sang asisten pribadi saat Elang sedang melamun di dalam mobilnya, "Apa Tuan baik-baik saja?" 

Pria di samping Elang itu menatapnya khawatir.

Memang, sang bos selalu bersikap dingin. Hanya saja, hari ini, tampaknya ada sesuatu yang mengganjal pikiran Elang.

Mendengar itu, Elang terdiam sebelum menggelengkan kepala.

Tak lama, ia kembali melemparkan pandangannya ke jendela kaca mobil. 

"Apa ada masalah pada lokasi yang akan kita kunjungi?" tanyanya mendadak–mengalihkan pertanyaan sang Asisten dari masalahnya ke pekerjaan.

"Ada beberapa warga yang tidak terima, Tuan. Sebagian merasa tertipu dengan harga yang ditawarkan, dan sebagian lagi, ada yang tidak terima karena tidak merasa menjual tanah dan rumahnya," lapornya cepat pada Elang.

Kening kontraktor ternama itu seketika berkerut. Dia kembali menatap tajam ke arah sang asisten. Setahunya, perusahaan mereka sudah memberikan harga pas dan para warga sudah memberikan tanda tangan sebagai tanda persetujuan. 

"Bagaimana hal itu bisa terjadi? Bukankah semua pemilik tanah sudah menandatangani surat persetujuan pembelian lahan?”

"Saya sudah meminta tim yang terkait untuk menyelidikinya, Tuan. Tapi, pemilik rumah yang tidak terima dan merasa tidak pernah menjual rumah dan tanahnya, itu sungguh di luar dugaan kami."

Alis mata Elang naik sebelah. "Coba selidiki, bagaimana bisa hal itu terjadi?" titahnya. 

Sang asisten pun langsung mengiyakan dan bertindak sesuai perintah Elang.

Ia sadar bahwa atasannya itu memang tidak pernah sedikitpun menggunakan cara kotor demi sebuah keuntungan pribadi meski sudah terkenal menjadi pebisnis hebat di negara ini. 

Elang selalu mengambil sikap sebijak mungkin jika terlibat dalam pembelian lahan karena tidak mau ada pihak yang dirugikan di kemudian hari. 

Mobil kembali dalam keadaan hening.

Kurang lebih sepuluh jam, akhirnya mobil yang mereka kendarai sampai di tempat tujuan. 

Saat itu, langit sudah mulai gelap.

Jadi, Elang dan anak buahnya itu memutuskan untuk meninjau lokasi pengembangan hotel esok hari.

Drrt!

Saat baru saja memasuki lobby tempat Elang menginap, ponsel pria itu berdering. 

Pria itu menghela nafasnya secara kasar ketika melihat kontak sang ibu tertera pada layar ponselnya. 

Elang tahu, apa yang diinginkan wanita itu. 

“Elang, jangan lupa percakapan kita waktu itu,” ucapnya seketika saat sambungan telepon tersambung.

“Baik, Ma.” Dengan berat hati, Elang lantas mengiyakan permintaan wanita yang telah melahirkannya.

Lagi pula, ia tak tega bila membuat sang ibu harus memohon.

Tak lama, panggilan keduanya berakhir.

Di saat yang sama, Elang melihat sang sopir baru saja masuk ke lobby. "Pak Kardi, bisa minta kunci mobilnya?" pinta pria itu cepat.

Sopir tersebut menatap asisten Elang bingung.

Menyadari tak mendapat jawaban, ia pun menatap Elang dengan penuh pertanyaan. "Tuan mau ke mana? Biar saya antar." 

"Tidak perlu. Kalian istirahat saja. Aku cuma pergi sebentar untuk menemui seseorang," jawab Elang cepat.

Sang supir akhirnya hanya mengangguk patuh. Diserahkannya kunci mobil ke tangan Elang yang langsung pergi begitu saja.

Dua anak buah Elang itu hanya bisa menatap kepergian Tuan mereka dengan tatapan yang sukar diartikan.

"Kasihan Tuan Elang. Dia pasti sangat kesepian," gumam sang sopir.

"Yah, mau bagaimana lagi. Dia maunya begitu," jawab Asisten pribadi Elang pasrah. 

"Sudah, Pak. Lebih baik, kita ke kamar. Besok akan banyak pekerjaan yang menunggu kita."

Mendengar itu, sang sopir mengangguk. Keduanya lantas melangkah menuju kamar masing-masing.

Sementara itu, Elang yang sudah di dalam mobil, mengendarainya dengan kecepatan sedang. 

Matanya fokus menatap ke depan. Namun, pikiran pria itu berkelana. 

Tepat di persimpangan jalan, Elang menghentikan laju mobilnya karena lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. 

Mata Elang memperhatikan beberapa orang yang mencari rejeki di persimpangan jalan. 

Hanya saja, matanya tiba-tiba membelalak kala arah pandangnya menangkap sesosok wanita yang sedang menjajakan jualannya.

"Ayana!" pekik Elang tanpa sadar. Degup jantung pria itu menggila kala ia kembali melihat sosok yang begitu mirip almarhumah istrinya itu. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Elma Sukmala
baru mampir thor semoga ceritanya bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status