"Kamu jadi pergi ke luar kota, Elang?"
Pria berusia 40 tahun yang sedang menikmati menu sarapan sehat itu, seketika menghentikan gerakan tangan dan mulutnya."Jadi, Ma. Ini aja aku mau langsung berangkat ke sana," jawab Elang mantap.Sang ibu pun mengangguk. "Baiklah. Kalau begitu, mama minta tolong padamu. Bila kamu sampai di sana, kamu temui putri dari teman Mama.""Sudah terlalu lama kamu sendiri setelah kematian almarhumah istrimu, Nak. Mama hanya ingin melihat kamu bahagia dan tidak hanya terpaku pada pekerjaan. Tidak mungkin Mama akan terus berada untuk kamu, kan?" tambahnya lagi.Mendengar itu, Elang hanya bisa menarik napas dalam.Pemilik hotel dan kawasan perumahan terbesar di negara itu paling malas jika sang ibu kembali membicarakan tentang dirinya yang memilih menyendiri. Bukannya Elang tak bisa mendapatkan wanita baru. Banyak wanita yang menaruh hati padanya dan mengejar pria itu. Hanya saja, ia tak tertarik.Bagi Elang, cintanya berakhir di Ayana. Selanjutnya, ia hanya menjalankan hidup. Terlebih, wanita yang sangat dia cintai itu meninggal bersama calon anak yang sangat mereka idamkan.Hanya saja, perdebatan dengan sang ibu sungguh membuatnya lelah. Demi menghindari perdebatan, Elang kali ini memilih mengalah. "Baiklah, aku akan mencoba menemuinya, tapi Mama jangan berharap lebih," ucapnya dingin. Pria itu pun bangkit dari duduknya dan segera beranjak meninggalkan Mamanya.****"Tuan Elang!" panggil sang asisten pribadi saat Elang sedang melamun di dalam mobilnya, "Apa Tuan baik-baik saja?" Pria di samping Elang itu menatapnya khawatir.Memang, sang bos selalu bersikap dingin. Hanya saja, hari ini, tampaknya ada sesuatu yang mengganjal pikiran Elang.Mendengar itu, Elang terdiam sebelum menggelengkan kepala.Tak lama, ia kembali melemparkan pandangannya ke jendela kaca mobil. "Apa ada masalah pada lokasi yang akan kita kunjungi?" tanyanya mendadak–mengalihkan pertanyaan sang Asisten dari masalahnya ke pekerjaan."Ada beberapa warga yang tidak terima, Tuan. Sebagian merasa tertipu dengan harga yang ditawarkan, dan sebagian lagi, ada yang tidak terima karena tidak merasa menjual tanah dan rumahnya," lapornya cepat pada Elang.Kening kontraktor ternama itu seketika berkerut. Dia kembali menatap tajam ke arah sang asisten. Setahunya, perusahaan mereka sudah memberikan harga pas dan para warga sudah memberikan tanda tangan sebagai tanda persetujuan. "Bagaimana hal itu bisa terjadi? Bukankah semua pemilik tanah sudah menandatangani surat persetujuan pembelian lahan?”"Saya sudah meminta tim yang terkait untuk menyelidikinya, Tuan. Tapi, pemilik rumah yang tidak terima dan merasa tidak pernah menjual rumah dan tanahnya, itu sungguh di luar dugaan kami."Alis mata Elang naik sebelah. "Coba selidiki, bagaimana bisa hal itu terjadi?" titahnya. Sang asisten pun langsung mengiyakan dan bertindak sesuai perintah Elang.Ia sadar bahwa atasannya itu memang tidak pernah sedikitpun menggunakan cara kotor demi sebuah keuntungan pribadi meski sudah terkenal menjadi pebisnis hebat di negara ini. Elang selalu mengambil sikap sebijak mungkin jika terlibat dalam pembelian lahan karena tidak mau ada pihak yang dirugikan di kemudian hari. Mobil kembali dalam keadaan hening.Kurang lebih sepuluh jam, akhirnya mobil yang mereka kendarai sampai di tempat tujuan. Saat itu, langit sudah mulai gelap.Jadi, Elang dan anak buahnya itu memutuskan untuk meninjau lokasi pengembangan hotel esok hari.Drrt!Saat baru saja memasuki lobby tempat Elang menginap, ponsel pria itu berdering. Pria itu menghela nafasnya secara kasar ketika melihat kontak sang ibu tertera pada layar ponselnya. Elang tahu, apa yang diinginkan wanita itu. “Elang, jangan lupa percakapan kita waktu itu,” ucapnya seketika saat sambungan telepon tersambung.“Baik, Ma.” Dengan berat hati, Elang lantas mengiyakan permintaan wanita yang telah melahirkannya.Lagi pula, ia tak tega bila membuat sang ibu harus memohon.Tak lama, panggilan keduanya berakhir.Di saat yang sama, Elang melihat sang sopir baru saja masuk ke lobby. "Pak Kardi, bisa minta kunci mobilnya?" pinta pria itu cepat.Sopir tersebut menatap asisten Elang bingung.Menyadari tak mendapat jawaban, ia pun menatap Elang dengan penuh pertanyaan. "Tuan mau ke mana? Biar saya antar." "Tidak perlu. Kalian istirahat saja. Aku cuma pergi sebentar untuk menemui seseorang," jawab Elang cepat.Sang supir akhirnya hanya mengangguk patuh. Diserahkannya kunci mobil ke tangan Elang yang langsung pergi begitu saja.Dua anak buah Elang itu hanya bisa menatap kepergian Tuan mereka dengan tatapan yang sukar diartikan."Kasihan Tuan Elang. Dia pasti sangat kesepian," gumam sang sopir."Yah, mau bagaimana lagi. Dia maunya begitu," jawab Asisten pribadi Elang pasrah. "Sudah, Pak. Lebih baik, kita ke kamar. Besok akan banyak pekerjaan yang menunggu kita."Mendengar itu, sang sopir mengangguk. Keduanya lantas melangkah menuju kamar masing-masing.Sementara itu, Elang yang sudah di dalam mobil, mengendarainya dengan kecepatan sedang. Matanya fokus menatap ke depan. Namun, pikiran pria itu berkelana. Tepat di persimpangan jalan, Elang menghentikan laju mobilnya karena lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Mata Elang memperhatikan beberapa orang yang mencari rejeki di persimpangan jalan. Hanya saja, matanya tiba-tiba membelalak kala arah pandangnya menangkap sesosok wanita yang sedang menjajakan jualannya."Ayana!" pekik Elang tanpa sadar. Degup jantung pria itu menggila kala ia kembali melihat sosok yang begitu mirip almarhumah istrinya itu."Bagaimana mungkin…." Elang tidak dapat meneruskan ucapannya. Dia terlalu syok dengan apa yang dia lihat saat ini. Di sana, di antara orang yang mencari rejeki di sekitar lampu merah, sosok wanita yang memiliki wajah sama persis dengan almarhumah istrinya sedang berjualan donat. Detak jantung Elang semakin kencang kala “Ayana” mendekat ke arah mobilnya dan menawarkan dagangan kepada para pengemudi mobil lainnya. Elang memilih tidak membuka kaca mobilnya. Meski demikian, pria itu juga sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari gerak-gerik wanita itu.Tin!Suara klakson yang cukup keras sontak menyadarkan Elang dari lamunannya. Terlebih, mobil lain yang ada di belakang mobilnya, mulai membunyikan klakson, hingga keadaan menjadi bising.Pria itu segera mengangkat rem tangan dan melajukan mobilnya kembali.Namun, pikirannya masih tertuju pada wanita di lampu merah tadi. Bahkan ketika sudah sampai di lokasi yang diberitahukan ibunya, Elang masih memikirkannya.Sekian lama Elang
Wanita itu kini berbincang dengan beberapa warga.Elang semakin yakin jika wanita itu benar-benar salah satu dari warga yang sedang tersandung masalah tanah dengan perusahaannya."Tuan, lihat ini!" Suara sang asisten yang berada satu ruangan dengan Elang sontak mengalihkan pandangan pria itu. “Ada apa?”Aldi lantas menunjukan tablet yang sedang dia genggam, "Om Bonar bikin ulah lagi, Tuan," tunjuknya, “ia ternyata yang memprovokasi para warga.”Elang seketika mendengus kasar. Dari raut wajahnya, jelas sekali kalau dia sangat geram mendengar kabar dari asistennya mengenai pamannya yang manipulatif. "Sebenarnya apa maunya? Dia selalu menggunakan statusnya sebagai pamanku untuk berbuat seenaknya," sungut pria itu sembari melangkah menuju kursi kerjanya. Pamannya itu bahkan juga seringkali mengenalkan berbagai wanita pilihannya pada Elang dengan harapan dapat menguras semua harta milik Elang lewat mereka."Lalu, apa yang akan Tuan lakukan?” Elang tersenyum dingin. "Warga yang ingin
Ayunda langsung tercengang begitu mendengar tawaran yang dijadikan syarat untuk mendapatkan rumahnya kembali. Matanya menatap penuh tanya kepada pria yang baru saja mengajaknya menikah. Ia tidak menyangka bahwa pria yang katanya adalah seorang pemimpin hotel ternama itu, bisa menawari sesuatu yang menurutnya sangat konyol?"Apa Anda sedang mengigau, Tuan? Atau mungkin anda keracunan donat yang saya jual, sampai anda menawari saya menikah dengan Anda? Memang berapa usia anda? Saya rasa anda seumuran dengan usia paman saya," cecar Ayunda kesal. Membahas umur, lagi-lagi membuat Elang sedikit tersinggung."Apakah perbedaan usia sangat penting untuk menikah?” tanyanya balik, “lagipula, Anda tampak di usia yang juga cukup matang.” "Memang tidak salah,” ragu Ayunda, “tapi, masa harus pakai nikah segala sih, Tuan?" "Apa tidak ada cara lain agar saya bisa mendapatkan sertifikat tanah itu?"Elang tersenyum miring. "Cara lain tentu ada, atau mungkin banyak. Tapi, apa mungkin Anda bisa mengu
Setelah panggilan berakhir, Elang terdiam.Ada dua kabar yang cukup membuatnya resah, sekaligus bahagia. 1. Ayunda menerima tawarannya untuk menikah; dan 2. Elang diminta menemui orang tua Ayunda malam ini.Bahkan satu jam dari sekarang, Ayunda meminta Elang untuk berbicara empat mata!Tentu saja Elang setuju, karena memang banyak yang harus mereka bicarakan menyangkut rencana konyol yang keluar dari pikiran pria itu.Tanpa membuang banyak waktu, Elang langsung segera bersiap diri untuk melakukan pertemun mendadak dengan seorang gadis.Meski pakaian yang dikenakan Elang tidak lepas dari kemeja dan jas, tapi kali ini, pakaian yang membalut tubuhnya lebih terlihat santai daripada saat dia bekerja.Dengan langkah tegap, pria itu berjalan menyusuri lobby hotel miliknya sendiri untuk menemui seorang wanita yang sudah menunggunya.Semua mata yang bekerja di sana tentu saja merasa takjub sekaligus heran, ketika menyaksikan Elang petang ini.Bos mereka yang terkenal lebih memilih istirahat
Semua mata yang melihat kedatangan Ayunda bersama seorang pria nampak terperangah. Berbagai macam pertanyaan dan juga dugaaan bermunculan dalam benak beberapa orang yang sedari tadi menunggu kedatangan Ayunda dengan pria yang katanya akan menjadi suaminya. Tentu saja, apa yang dipikirkan orang-orang itu berbeda satu sama lain saat melihat sosok pria tersebut."Kayaknya matang, ya?""Bule tuh pacarnya Ayunda!""Wah, ganteng. Tapi, kayaknya pemain wanita, deh.""Tunggu, wajahnya kayak familiar?"Semua pertanyaan yang bermunculan dalam benak mereka, mungkin akan mendapat jawabannya dalam waktu beberapa saat lagi.Elang sendiri cukup terkejut begitu melihat sambutan dari keluarga Ayunda.Di sana, ada tiga pria yang mungkin usianya tidak jauh dengan dirinya. Ada juga satu wanita dengan usia diperkirakan sama dengannya juga, serta dua wanita muda serta dua anak laki-laki.Yang membuat Elang heran adalah, dari orang-orang tersebut, tidak satupun yang Elang kenal.Padahal, Elang sempat berpi
"Ayunda, kamu yakin akan menikah dengan Tuan Elang?" Setelah acara pertemuannya dengan Elang berakhir, kedua sahabat Ayunda itu langsung menginterogasi pemilik kamar. Mereka merasa terlalu banyak kejutan yang mereka terima sejak kemarin. "Emang kenapa?" Ayunda bertanya balik pada Yanti sembari matanya terus menatap layar ponselnya. Sebenarnya, ia sudah mencium gelagat aneh dua sahabatnya sejak mereka ikut dalam obrolan dengan calon suami Ayunda. Terlebih, kala mereka mengetahui usia dan pekerjaan Elang."Sejak kapan kamu menyukai pria yang usianya sangat jauh usia dan statusnya dari kamu?" Yanti kembali bertanya yang diiringi anggukan Maya."Bukankah kamu tidak pernah ada niat, untuk berhubungan denga pria, yang usianya jauh dari usia kamu? Tapi sekarang? Astaga! Kamu hilaf apa gimana, Yun?"Ayunda terdiam. Namun, diamnya wanita itu jelas bukan diam biasa. Dia mencari alasan yang tepat agar dua sahabatnya itu tidak curiga dengan keputusannya. Sebenarnya, Ayunda sendiri juga eng
Laras sungguh dibuat terkejut dengan kabar yang baru saja dia dengar dari anak lelakinya. Wanita itu bahkan terdiam untuk beberapa saat dengan pikiran yang berkecamuk. "Menikah? Siapa yang akan menikah, Ma?" desak adik kedua Elang sembari mengguncang pundak Mamanya. "Ma!" Erna kembali mengguncang tubuh Ibunya. Semua orang dalam ruang makan itu sangat penasaran dengan kabar yang baru saja diterima oleh Laras."Mama ngomong dong, jangan bikin kita panik," tambah Erin–adik pertama Elang.Tak lama, wanita yang sudah memiliki tiga cucu bereaksi pelan, menatap semua orang yang ada di sana.Laras menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Kakak kamu akan menikah minggu depan." Meski pelan, pengumuman itu membuat semua orang terperangah."Yang benar, Ma? Kok mendadak banget?" Erin kembali bersuara. "Apa Mas Elang sedang main-main?"Laras menggeleng pelan. "Mama tidak tahu. Tapi, Elang terdengar sungguh-sungguh."Erlin dan Erna saling memandang dengan tatapan rumit. Sudah pasti kedua adik Elang
Esok harinya, kabar tentang kedekatan Ayunda dengan seorang pria ternama dari ibu kota, kini sudah menyebar dari mulut ke mulut. Kabar itu cepat menyebar dalam komplek perumahan, di mana, Ayunda juga tinggal di dalam komplek tersebut. Semalam, memang ada beberapa tetangga yang secara tidak sengaja, menyaksikan pria yang namanya memang sudah dikenal banyak orang.Karena kabar itu pula, berbagai pendapat dan tanggapan juga turut mewarnainya. Banyak yang beranggapan, kalau Ayunda beruntung bisa mendapatkan duda kaya pemilik hotel. Tapi tidak sedikit juga yang menduga, kalau Ayunda memakai cara yang tidak wajar, demi bisa menikah dengan pemlik hotel mewah itu. Dugaan tentang Ayunda yang memakai cara kotor bermunculan, lantaran ada beberapa warga yang menyaksikan Ayunda menemui pemimpin hotel Harmoni. Mereka melihat Ayunda sendirian masuk ke dalam ruang yang mereka tahu, ruangan tersebut adalah kantor dari si pemilik hotel.Saat itu beberapa warga yang melihat Ayunda, memang hendak be