BUK!BUK!“Biar mampus sekalian! Dasar perempuan nggak tahu diriiii! Mata duitan, pelacur menjijikkan!!” Mona begitu brutal menghajar Lana yang terkapar di lantai, tak berdaya menangkis tendangan dan injakan di tubuhnya.‘Papa … Papa, tolong aku ….’ Lana berharap dia tidak mati, tapi hantaman demi hantaman itu terus menimpa.Ia menjerit lemah, memohon ampun yang terus diabaikan oleh Mona. Wanita itu seperti sudah kerasukan setan, kalap dan lepas kendali. Di ruangan yang sama, Johan juga Esther menyaksikan dengan wajah puas, sakit hati mereka telah dibalaskan.Dari sudut pandang manusia-manusia di rumah ini, kesialan yang dialami sekarang adalah akibat pengaduan Lana. Gadis itulah yang menyebabkan semua orang mengalami kesulitan dalam segala hal.Dari jatah royalti yang tak lagi mereka terima, sampai uang hasil menipu Isac dengan berbagai cara juga dibekukan. Akses ke beberapa fasilitas mewah pun ditutup. Mereka dibatasi untuk melakukan segala sesuatu, termasuk harta kekayaan pribadi j
Meminta Asmi menjaga Lana selama di rumah sakit, Pascal juga menempatkan penjagaan ketat. Peringatan keras pada pihak pengelola juga ia tegaskan, bahwa Lana tidak boleh diliput oleh wartawan mana pun. Ia kembali ke rumah malam itu, untuk menuntaskan urusan yang harus dia selesaikan. Permintaan Isac agar mengendalikan dirinya sempat ingin Pascal tentang, tapi … untuk saat ini dia tidak memiliki kekuatan membantah.Ayahnya menekankan jika Pascal boleh memberikan pelajaran asalkan tidak melebihi batas. Jujur, Pascal tidak tahu sama sekali, jika Isac ternyata masih peduli terhadap kekuarganya walau mereka telah melakukan tindakan anarkis kepada Lana, istrinya. Apa yang Mona dan seluruh keluarganya lakukan bukan hanya melebihi batas, tapi nyaris membunuh Lana seandainya dia terlambat datang. Biarpun pernikahan antara mereka hanya sekedar berdasarkan keterpaksaan belaka, tapi setidaknya Isac bertindak atas nama nuraninya sebagai sorang suami. Laki-laki seperti apa pun sepatutnya mengamb
“Nikahi dia dan hidup kita akan selamat dari penjara juga risiko mampus, Lana!” Teriakan ultimatum dari paman dan sang ibu tercinta menggelegar di siang hari, bagaikan petir yang menyambar segenap jiwa dan raganya. Meski kiasan belaka, kenyataannya, Lana telah mati rasa semenjak melangkah ke dalam pernikahan rekayasa tersebut. Lana tersudut, hingga dia tak memiliki ruang bergerak lagi. Detik-detik dirinya nyaris putus asa, pria tua itu ternyata manusia yang sangat baik dan tidak pernah menyentuh dirinya, Lana tetap utuh. “Aku bukan pria bejat, yang menikahimu karena nafsu. Aku hanyalah pria tua kesepian, yang butuh teman bicara. Ada malam-malam tertentu, kesunyian itu begitu mencekik.” Isac kehilangan istri sepuluh tahun lalu. Lana seakan mendapat perlindungan dari lelaki yang menjadi pengganti ayahnya. Kebaikan suaminya luar biasa menyentuh sanubari Lana. Pria yang dikenal sebagai sosok sangar dan keras itu, ternyata menyimpan kebaikan tersembunyi. Bahasa dan caranya berbicara pa
Semua pekerjaan hari ini selesai tepat waktu. Lana tersenyum puas, sebab merawat rumah adalah hal yang paling dia sukai. Setiap vas yang ada di mansion ini terisi oleh bunga, yang Lana rawat sepenuh hati pada waktu luangnya.Menebarkan pandangan ke sekeliling ruangan luas yang biasa dijadikan tempat berkumpul kolega Isac, Lana merasa jika dia mulai terikat dengan rumah ini. Meski penghuni di sini tidak memperlakukan dirinya dengan baik, tapi Lana merasa cukup nyaman.“Hei! Ngapain bengong?!” Suara bentakan yang begitu keras terdengar di telinganya, membuat Lana hampir melompat kaget.Esther, bibi dari Isac yang memiliki wajah mirip penyihir itu, tampak geram saat memergoki Lana berdiri tanpa melakukan apa-apa.“Kamu nggak liat itu debu di piano? Dilap, jangan cuman melongo kayak manusia tolol! Kerja aja harus dibilangin setiap hari!”Lana mengangguk, tak menjawab sedikit pun. Esther berlalu sambil mendengus sinis, meninggalkan wanita yang semestinya dia perlakukan sebagai menantu dan
Memasuki restoran berkelas yang telah mendapatkan lima bintang Michelin, Lana tidak bisa menyembunyikan sikap kikuknya. Pascal yang memiliki penampilan eksklusif dan penuh gaya, tampak tidak sebanding dengan Lana yang tampil sederhana.Berjalan hingga ke area VIP yang memiliki ruangan terpisah, Isac telah menunggu dengan tenang. Ia tersenyum, begitu melihat keduanya datang. Lana sendiri tampak lega, setelah menemukan keberadaan Isac. Pria berusia nyaris enam puluh tahun itu menaruh gelas sampanye, lalu berdiri untuk memeluk Lana. Ia mengelus punggung yang terasa lebih ringkih dari sebelumnya.Entah kenapa, setiap berada dekat Isac, Lana selalu merasakan damai. Pria yang sangat baik dalam memperlakukan dirinya itu seperti pengganti ayah bagi Lana.“Kamu baik-baik aja?” Seperti biasa, Isac akan selalu menanyakan hal sama setiap mereka bertemu setelah rentang berpisah.Lana mengangguk, seraya mengukir senyum tulus. Pascal memperhatikan dengan ekspresi kurang sepakat, tapi tatapan gadis
Apartemennya terasa lenggang dan Pascal baru menyadari setelah delapan tahun hidup sendiri. Menatap ke setiap sudut, ia menemukan kebosanan mengintip dari perabotannya yang terkesan kaku dan jauh dari kesan hangat.Ia melangkah gontai, melemparkan kunci ke meja tinggi marmer yang terdesain menyatu dengan dapur mininya. Kaki menapak tanpa suara, menuju kamar mandi. Pascal mengguyur badan di bawah pancuran, sementara memikirkan obrolan bersama Isac dan Lana.Seakan enggan meninggalkan benak, apa yang Pascal lihat dan alami sore tadi hingga mengantar ibu tirinya yang masih belia, terus mengisi ruang memori.Secara logis, kesan yang ada dalam pikiran rasionalnya ada tentang dua hal. Iba sekaligus kesal!Iba terhadap kemalangan yang menimpa Lana, kesal sebab dirinya dianggap orang asing yang tidak bisa dipercaya. Cewek bertampang memelas tersebut bahkan jelas-jelas menolak untuk dia jaga, dan menerima dengan terpaksa setelah Isac berhasil meyakinkan.‘Brengsek!’ umpat Pascal dalam hati, me
Pagi hari Lana terbangun dengan kelelahan mendera. Dia baru tertidur selama dua jam dan alarm sudah menjerit di telinga. Tertatih berjalan ke kamar mandi, Lana membasuh badan untuk menyegarkan diri. Ia kembali mengerjakan hal yang hampir jadi rutinitasnya. Sejauh yang Lana ingat, dirinya jarang sekali libur dalam sebulan terakhir sebab Isac nyaris tidak pernah berada di rumah. Perlakukan Mona dan segenap keluarga ini kian menjadi, seakan Lana harus mengerjakan semua tugas sendiri. Kehadiran puluhan pekerja seperti tak lagi diperlukan, mereka lebih menyukai memerintah Lana sebagai wujud dari menunjukkan kekuasaan masing-masing. Hari ini suasana rumah cukup lenggang. Lana tidak tahu di mana Mona dan anak-anaknya berada, termasuk Esther serta Johan. Ia telah merampungkan tugas beres-beres dan baru selesai mencuci lantai di depan garasi. Meski apa yang dia kerjakan menyerupai tugas Cinderella, tapi Lana tidak pernah keberatan. Selama dia melakukan tanpa ada kalimat intimidasi dan caci
Diselamatkan oleh seseorang tidak pernah terbayang dalam benak Lana sebelumnya. Ia pikir semua itu hanya ada di dalam cerita dan mustahil terjadi di kehidupan nyata. Selama ini ia tidak pernah merasa cukup layak untuk mendapat nasib baik, Lana berakhir mengukur segala sesuatu dengan hal yang pasti-pasti dan jauh dari kata muluk-muluk. Akan tetapi, hari ini dia mengalami perubahan drastis dalam hidupnya. Ditolong oleh Pascal dalam kondisi terjepit merupakan pengalaman paling mengharukan. Pemuda itu bahkan membantunya kembali ke kamar dan mengambilkan pakaian ganti untuk Lana.Ia ingin mengatakan sejuta kata terima kasih kepada Pascal, tapi yang keluar hanyalah tangis tersedu. Lana tidak berharap hidupnya sesial ini. Bahkan selama bekerja di kasino saja tidak pernah ada yang sekurang ajar Lukman. Pria biadab itu benar-benar binatang dan jika Lana sanggup, ingin rasanya mencabik tubuh Lukman sampai lumat.“Nyonya, kamu mau menelepon tuan Morino?” tawar Pascal, menatap dengan pandangan i