“Grandpa, bagaimana bisa Grandpa punya rencana seperti itu?”Setelah mendengar kabar dari Ky, Emrys langsung menyusul ke rumah. Namun dia tidak tahu jika Grandpa dan Isabelle sudah membawa Valerie ke rumah sakit. Akibatnya dia memutar haluan menuju rumah sakit untuk segera menanyakan kabar yang disampaikan Ky padanya.Emrys berdiri di hadapan Grandpa yang duduk menggenggam tongkatnya saat melayangkan protesnya. Isabelle juga turut di ruangan itu. Dia hanya diam di sisi ranjang tempat Valerie dirawat sembari diam-diam mendengarkan percakapan Grandpa dan Emrys.Kakaknya itu terlihat frustasi, bingung dan marah. Tapi Isabelle tahu persis Emrys tidak akan pernah menang melawan Grandpa. Walaupun dia tidak mau, jelas pernikahan ini akan berlangsung. Karena apa yang sudah direncanakan Grandpa tidak boleh digagalkan oleh siapa pun.“Jangan berisik. Valerie baru saja menjalani operasi dan dia butuh suasana yang tenang.” sahut Grandpa, sama sekali tidak menggubris protes Emrys.“Apa Grandpa tah
[Jauh di dalam hatiku, ada sebuah luka yang tidak bisa ku gambarkan. Luka itu ku bawa sepanjang usiaku dan tak kunjung sembuh, tidak peduli apa yang kulakukan. Dia seperti hantu yang merasukiku setiap detik.Aku berjuang setiap hari, mencoba mencari hidupku di dalam gelapnya malam. Masa laluku menagih janji kebahagiaan yang tak kunjung bisa ku berikan padanya dan diriku sendiri. Setiap detik terasa sangat menyakitkan, dan setiap langkah terasa tidak berarti.Haruskah harapanku ku kubur dalam-dalam? Seperti masa lalu yang meninggalkan jejaknya dalam memoriku, haruskah aku berhenti?Apakah masa depan itu sungguh tidak nyata?]Valerie memejamkan matanya seiring dengan air mata yang jatuh menyusuri wajahnya. Setelah sadar, dia terus menerus menangis tanpa henti. Tidak peduli siapa yang membujuknya, Valerie tidak ingin berhenti. Dia hanya ingin terus menangis bahkan hingga air matanya tak lagi mengalir.Dia meremas kertas di tangannya yang sudah dia tulis. Terbiasa melampiaskan semua emosi
[Aku menghabiskan waktuku untuk memikirkan tentang kematian. Tentang siapa yang akan menangisiku, tentang musik apa yang akan ku pilih untuk dilagukan, tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh orang-orang di sekitarku untuk melangkah dan melupakanku.Aku bukan siapa-siapa, hanya setangkai bunga liar yang hampir mati. aku bukan siapa-siapa, hanya seekor burung kecil yang patah sayapnya.Seharusnya tidak ada orang yang kehilanganku dan menangis untukku karena sesungguhnya aku tidak pernah hidup dalam hati dan pikiran mereka.]Selama tiga hari dirawat di rumah sakit, Valerie masih menolak siapa pun yang berniat mengunjunginya. Bahkan kemarin Isabelle menangis di balik pintu, mengetuk pintu ruangannya sembari memanggil namanya. Namun mulut Valerie serasa dikunci dan dia tidak berniat sama sekali untuk menyahut.Perban di wajahnya sudah dibuka, hanya menyisakan sedikit di area rahangnya. Valerie melirik jam di dinding. Jarum jam sudah menunjukkan angka empat sore dan seharusnya seben
Menikah itu seharusnya dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai. Mereka mengikat janji untuk sehidup semati, dan tidak akan berpisah kecuali kematian datang menagih kewajibannya. Namun apa rasanya jika menikah terjadi pada dua orang yang sama sekali tidak saling mengenal, tidak saling memahami apalagi saling mencintai?Valerie menggeleng. Dia tidak akan melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan dan diinginkan oleh orang lain. Dia tahu, Emrys punya alasannya sendiri kenapa dia menawarkan diri untuk menikahinya. Seharusnya itu menyangkut apa yang terjadi pada diri Valerie beberapa hari yang lalu.“Kamu tidak mau?” Emrys menatapnya.“Apa alasanmu menikahiku tiba-tiba?”Hening.“Jika kamu ingin membalas budi lalu memilih menikah denganku, maaf. Aku tidak bisa menerimanya.”“Hanya ini satu-satunya cara.” Emrys mendekatkan dirinya pada Valerie. “Cassiel menghilang entah kemana. Seharusnya saat ini dia sedang menyusun taktik lain untuk menyakitimu, terlebih saat dia tahu aku peduli pad
“Champagne?”Zach membawakan dua gelas berisi champagne dan menawarkannya pada Valerie. Gadis itu tersenyum, lalu meraih gelas dari Zach. “Thanks.” sahut Valerie pendek.Malam terlihat sangat indah dipenuhi oleh ribuan bintang. Bulan sabit juga terlihat sangat menawan, begitu pula dengan pemandangan yang ada disekitar Valerie saat ini.“Kamu terlihat cantik.”Valerie menatap dirinya sendiri, lalu mengangguk membenarkan. Gaun putih selutut yang melekat ditubuhnya memang membuat penampilannya sangat menawan dan Valerie pun setuju jika dia tampil cantik malam ini. Setelah menerima pemberkatan janji nikah tadi siang, keluarga Lysander menggelar resepsi kecil-kecilan yang hanya dihadiri oleh beberapa tamu penting mereka.Valerie hanya diwakili oleh Lissa karena dia pun tidak tahu keluarganya yang lain selain Ibunya itu. Dari kejauhan dia melihat Lissa tengah bicara dengan Emrys berdua, entah membicarakan apa.“Kamu baik-baik saja?”Valeri terpaksa mengalihkan tatapannya dari Lissa dan Emry
Jemari Valerie gemetar saat membaca judul yang tertuang di kertas. Kalimat itu menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal sehingga matanya langsung tertuju ke sana. Dia menelan ludahnya, nyaris meremas kertas itu hingga tak berbentuk.“Kamu boleh menandatanganinya kalau kamu sudah yakin dan setuju.” Emrys memberikan sebuah pulpen. “Dan untuk tempat tidurnya, kamu boleh pilih mau menempati yang mana.”Dalam ruangan itu memang terdapat dua buah tempat tidur. Satu tempat tidur utama berukuran king size, satu lagi berada di ruang walk-in closet dengan ukuran yang lebih kecil, single bed yang hanya muat oleh satu orang saja. Valerie tersenyum mengejek dirinya sendiri.Tentu saja mereka tidak akan tidur bersama. Bukankah Emrys sudah mengatakan jika dia hanya adiknya dan pernikahan ini hanya sebuah tameng? Apa yang diharapkannya untuk dilakukan Emrys?“Aku di sini saja.” Valerie menunjuk tempat tidur yang lebih kecil.“Kenapa tidak menggunakan tempat tidur utama? Aku sudah mengganti spreiny
“Ini gila.” Valerie menyesap kopi di tangannya. Dia mengangguk membenarkan. Memang gila. Pernikahan ini gila dan tak seharusnya dilaksanakan. Awalnya Valerie tidak bisa menolak karena dia juga khawatir dengan keselamatannya. Namun setelah mengetahui jika ternyata Emrys memiliki motif lain, hatinya sangat sakit.“Seharusnya kamu menolak, Vale.” Zach menyentuh lengannya. “Aku pikir pernikahan ini sungguhan. Maksudku, kalian berdua menutupinya dengan sangat baik.” Zach sampai kehabisan kata-katanya.Tidak tahu harus bercerita pada siapa, Valerie memutuskan menghubungi Zach dan meminta bertemu di sebuah cafe tak jauh dari kediaman Emrys. Dia mengatakan semuanya pada Zach secara terang-terangan dan tanpa menutupi satu hal pun.“Dia tidak hanya menipumu, tapi juga memanfaatkanmu.”Dia memang bodoh. Percaya begitu saja jika Emrys sedang berusaha menyelamatkannya dari Cassiel sementara dia juga melakukan rencana lain. Semua kekhawatirannya, semua kata-kata manisnya, ajakan menikahnya. Valerie
“Aku tidak bilang kamu boleh dekat dengan laki-laki lain.”Emrys langsung menghadang Valerie saat dia baru saja tiba di kamar. Valerie mengernyit, tidak paham dengan maksud perkataan Emrys. Dia baru saja tiba dan Emrys sudah ada di kamar. Padahal kata Isabelle, Emrys selalu menghabiskan separuh harinya di perusahaan dan jarang sekali pulang di bawah pukul sepuluh malam.Namun ini masih setengah sembilan, kenapa dia sudah di rumah?“Apa maksudmu?”“Kamu bertemu Zach diam-diam di cafe, benar?”“Kamu memata-mataiku?” Valerie menatap Emrys tidak percaya.“Setiap anggota keluarga Lysander selalu disertai dengan satu dua orang pengawal demi keselamatan mereka. Menurutmu, itu termasuk memata-matai?” Suara berat Emrys membuat darah Valerie berdesir. Dia sedikit takut terlebih ketika Emrys terlihat marah padanya. Wajahnya tidak bersahabat sama sekali, berbeda dengan wajahnya ketika dia memeluk Valerie di rumahnya waktu itu, saat dia mengajak Valerie menikah.“Aku hanya bertemu Zach, bukan or