"Benar, benar, kakak ipar sangat benar. Kakak pertama memang penipu! Dia juga tak masuk akal. Tuntutan itu juga salah satunya. Benar-benar tak tahu malu." Raizel menyahut setuju. Dia menganguk anggukan kepalanya saat mengingat tuntutan yang Axel keluarkan untuk Chana. Bahkan jika dia pria, dia tak akan menjadi tak tahu malu seperti kakak pertamanya.Dan Chana hanya bisa menaikkan satu ujung alisnya. Bibirnya mendesah pasrah. Wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan karena harus bersama orang-orang yang sejenis dengan yang harus dia singkirkan. Dia tak mengerti, kenapa dia harus mengalami ini. "Oscar, ayo kita kembali."Raizel menahan tangan Chana tanpa ragu. Seolah hal itu sudah biasa. "Kakak ipar, jangan seperti ini. Kita bertemu untuk mengajukan bisnis. Itu-""Apa kau akah benar-benar membantu?""Aku akan membantumu. Benar, aku akan membantumu."Chana kembali duduk, dia menyimpangkan kedua tangannya di dada. "Aku ingin bercerai dengan Axel.".........Butuh waktu lama bagi Raizel un
Satu jam lalu sebelum Axel berlutut dengan menaikkan kedua tangannya sebagai hukuman. Chana mendorong Axel yang memeluknya dengan cepat. Matanya menatap Axel marah karena banyak hal yang harus dia bicarakan. Tapi pembicaraan itu tak mungkin di lakukan di hadapan banyak mata seperti saat ini. Elden mendesah kasar, rasa sakit kepalanya cukup membuatnya lelah. Elden menatap Chana seolah meminta penjelasan. Chassy menunggu, dia hanya penasaran akan kebenaran yang terjadi. Sedangkan Agraf, dia merasa harus mengetahui semuanya karena ini bersangkutan dengan wanita yang dicintainya."Chana," panggil Elden lemah. "Bajingan ini mengatakan bahwa kalian sudah menikah. Tapi ayah tak pernah merasa memberikan izin apapun padamu." "Kak Chana, sebaiknya katakan dengan benar. Kau selalu membuat masalah," Chassy ikut menimpali. Matanya menatap Axel membara. Pria ini harus menjadi miliknya.Chana mengabaikan Chassy, menatap Axel lalu beralih pada Elden. "Aku sudah mengajukan surat perceraian, Ayah. Ja
Elden kembali memijit pelipisnya. Dia tak pernah membayangkan bahwa penerus Axion company akan berlutut seperti ini. Terlebih pria itu bersujud untuk putrinya. "Chana, apa yang bajingan ini lakukan? Hentikan dia, hentikan perkelahian kalian. Kalian membuat ayahpusing.""Ayah-" "Hentikan. Ayah sangat lelah akhir-akhir ini. Mari makan malam dengan tenang." potong Elden membuat Chana bungkam. Elden berjalan dengan mata melirik Axel sekilas. "Kau mungkin berhasil menikahi putriku, tapi jangan berpikir bahwa aku sudah setuju."Axel menyembunyikan senyumnya dengan ekspresi yang datar. Dia menatap Chana yang juga memijit kepalanya. "Sayang," "Berhenti," ucap Chana mendesah lelah. Dia menatap Axel pasrah. "Hentikan semuanya, Axel. Aku lelah." "Sayang," "Bangunlah. Bangun dan ayo kita makan malam." "Apakah itu artinya kau memaafkanku?" Chana memejamkan matanya frustasi. Seperti ini lagi, dia merasa tak berdaya dengan semua jebakan yang Axel tebar. Dia pun menganguk pasrah. Dan detik ber
Axel menaiki tangga dengan langkah pasti. Matanya menatap pintu kamar Chana yang tertutup, lalu beralih pada pintu sebelah kamar Chana yang akan dia tinggali. Hanya saja, dia tak menyangka melihat Chassy tengah mengendap dengan tangan memegang gagang pintu kamar dengan kepala yang mengintip ke dalam."Nona, apa yang kau lalukan?" Berdiri tak bergerak, Axel melihat tubuh Chassy berbalik cepat. Gaun tidur yang sangat tipis berwarna maroon sangat kontras dengan kulit putih Chassy yang terekpos samar. Aroma sedikit kuat tercium, membuatnya mundur dengan tangan menutup hidung sesaat."Aroma Chana tak seperti ini. Itu sedikit lembut dan nyaman," gumam Axel dalam hati. Tiba-tiba dia merindukan Chana lebih cepat. Dia bahkan tak menatap wajah Chassy yang tampak malu-malu dengan rona merah muda samar.Chassy tersentak, tak menyangka akan ditemukan secepat itu. Rambut panjangnya bergoyang, dia menyingkirkan rambutnya ke belakang telinga, membuat belahan dadanya terlihat jelas. "Eh, oh, Axel. Aku
Pagi hari, dua pasang kaki tampak saling berdekatan dari bawah selimut yang menutupi tubuh. Axel bangun pertama kali dan menatap wajah cantik Chana yang terlelap dalam pelukannya. Senyumnya tersungging tipis melihat Chana menggeliat dan dia otomatis menutup matanya. "Ugh," lenguh Chana lemah, dia merasa seluruh tubuhnya remuk. Dia menengadah hanya untuk mendapati wajah Axel yang terlelap. Menelusuri wajah tampan di depannya, semua hal yang telah mereka lakukan semalam terbayang. Membuat wajahnya bersemu merah namun juga rasa kesal datang saat dia mengingat bahwa Chassy dibalik semua insiden sebelum semua terjadi."Apa yang kau pikirkan?" Chana berkedip saat suara serak itu berbisik lembut di telinganya. "Kau sudah bangun?" "Apa kau sedang memikirkan alasan akan kau berikan tentang kejadian semalam?" Wajah Chana memerah sekali lagi. "Itu-" "Sayang, suka atau tidak, kita menikmatinya bersama. Aku tak akan mengaku salah seperti terakhir kali." Chana menahan tawanya, dia menyembunyi
"Ibu, Ibu, Ibu!"Tangisan Chassy terdengar pilu di tengah hujan badai yang terjadi di luar. Di rumah utama keluarga Oswald, Mesya dikembalikan dalam keadaaan yang sangat mengenaskan. Tak satupun tubuhnya terlihat baik karena banyaknya luka sayatan di atas tubuh pucat yang kurus."Tidak, ibu, bagaimana kau bisa meninggalkan aku sendirian? Ibu, ibu, bawa aku bersamamu."Chassy tampak terguncang. Selama ini dia percaya bahwa Agraf akan mengurus ibunya dengan baik. Dan ibunya segera kembali, jadi dia tak berniat menjenguk walau sekali. Tapi dua minggu kemudian, ibunya kembali dalam keadaan tak bernyawa. Ibunya pergi tanpa dia tahu apa yang selama ini telah terjadi. Penyesalan datang bagai luka yang panjang. Chassy menangis, meraung dan berkali kali tak sadarkan selama proses pemakaman.Chana, menatap lurus dari kaca mata hitamnya pada mayat Mesya yang hampir tak dikenali. Tak ada rasa sedih atau pun simpati saat tubuh Mesya diletakkan dalam peti mati. Melihat Chassy yang terguncang, hatin
Chana menoleh saat seorang pria yang cukup tampan dan tinggi tak dia kenali tiba-tiba berdiri di hadapannya. Dengan rambut tatanan rapi dan kacamata hitam yang masih menutupi kedua matanya, pria itu menunduk sesaat menghormatinya."Kakak ipar," Chana mengerutkan keningnya. Suara yang cukup asing juga nada yang terdengar baru menghampiri telinganya. Dia tak yakin, tapi jika pria ini memanggilnya kakak ipar, maka itu pasti Matteo atau mungkin saja Raizel. Karena hanya dua orang ini yang selalu memanggilnya seperti itu. "Matteo?" panggil Chana tak yakin karena wajah pria ini tak jauh berbeda dari Matteo. Keduanya cukup tampan, hanya saja pria ini sedikit lebih pendek dari Matteo.Pria itu menggeleng lemah. "Rion. Kakak ipar, aku Rion Dario Archer. Salam kenal kakak ipar, dan aku turut berduka cita. Tapi ngomong-ngomong, apakah kakak ipar membutuhkan balasan yang lebih kejam?" "Y-ya?" Archer. Saat nama keluarga itu disebutkan, Chana bergeming. Butuh waktu beberapa detik sampai dia bi
Paris, Perancis. Kota A. Bangunan tinggi yang merupakan perusahaan terbesar di kota A, Axion company, tampak sangat tenang siang ini. Di sebuah ruangan yang sunyi, Axel duduk memeriksa tumpukkan dokumen penting sedangkan Dominic baru saja masuk."Tuan muda," Axel menoleh sesaat dan kembali fokus pada dokumen di tangannya."Apa kau mengawasi mereka?" Dominic mengangguk. Dia menghela napas sesaat lalu menyuarakan laporannya. "Tuan Muda, Nona Chassy tidak keluar dari kediaman Oswald selepas pemakaman ibunya dua minggu ini. Tuan Agraf terlihat sangat sibuk memunguti sisa-sisa bisnisnya yang dapat diselamatkan. Namun itu adalah hal yang sia-sia. Karena orang kita telah melenyapkan semuanya." "Bagaimana dengan keadaan di sekitar istriku?""Nyonya Chana menemui ketua Oswald yang telah kembali dan tinggal di Villa barat kota A. Lalu akhir-akhir ini, seorang pria asing dari negara Inggris, kota G, sering mengunjungi ibu nyonya." Axel mendengarkan laporan Dominic dengan seksama. Dia menge