"Kenapa aku tidak boleh melarangmu?" Kenneth ikut melipat kedua tangan di depan dada lantas mendekati wanita yang masih dia anggap mantan istri. "Apa kau lupa, Chloe? Kau di sini untuk menerima hukuman, bukan sebagai nyonya. Paham?"
Raut wajah Claire seketika berubah tegang. Wanita malang itu pastilah lupa alasan Kenneth membawanya ke mansion setelah berhasil ditemukan. Padahal gadis itu berharap kesalahan Chloe tidak lagi membayangi penghuni mansion.
Nyatanya dia salah. Jika Kenneth saja masih belum cukup puas untuk menghukum Chloe, maka bagaimana dengan yang lain? Claire memejamkan mata, kini dia benar-benar sudah terjebak. Bahkan kalau saja dia mengelak seribu kali kalau dirinya bukan wanita iblis itu, maka semua orang tetap tidak akan percaya.
"Baiklah. Sekarang katakan, kenapa kau memanggilku ke sini?"
"Untuk memberimu tugas."
"Bukankah tugasku sudah jelas, merawat Nicholas dan membersihkan kamar kalian serta taman?"
Kenneth menggeleng dengan gerakan kaku, kedua matanya terpejam, tetapi bisa Claire rasakan bagaimana menusuknya pandangan lelaki itu jika mata mereka kembali beradu.
Baiklah, aku akan menjadi Chloe. Sungguh, aku harus menunaikan janji itu demi ayah dan juga Nicholas! batin Claire tegas.
"Kau harus melakukan pekerjaan apapun yang aku inginkan. Jika suatu hari aku memintamu memasak, maka kau harus melakukannya. Oh iya, selain mengasuh Nicholas, kau juga harus selalu siap mengajarinya belajar dan mengantarnya ke sekolah. Dia anak yang rajin dan cerdas, kurasa kau tidak keberatan melakukan pekerjaan itu!"
Kenneth sengaja berbohong dengan mengatakan putranya seorang anak yang rajin agar gadis malang itu tidak banyak protes. Sementara Claire, dia memutar bola mata malas. Selama ini dia belum pernah menghadapi sosok anak seperti Nicholas, tentu hal ini merupakan pekerjaan berat.
Melihat perubahan di wajah Claire membuat Kenneth diam-diam tersenyum. Lelaki itu merasa menang karena sudah tentu mantan istrinya tidak mau mengasuh anak sendiri. Jika pun Nicholas menolak keberadaan ibunya, sudah bisa dipastikan hati Chloe akan merasakan sakit.
Namun, entah bagaimana jadinya jika anak itu dihadapkan dengan Claire.
"Oke, deal. Tunggu dan lihat saja, kelak aku bukan hanya menjadi pengasuh bagi Nicholas, tetapi juga ibu yang baik. Jika aku berhasil merebut hatinya, maka siap-siaplah untuk menerimaku kembali!"
"Menjijikkan!" umpat Kenneth, lalu berlalu meninggalkan ruangan itu.
Claire mengikut dari belakang, tetapi kemudian mereka berpisah karena lelaki berdarah dingin itu bergegas menuruni anak tangga. Dia akui, matanya tidak bisa memandang wanita itu terlalu lama karena mengingatkan pada cinta dan pengkhianatan di masa lalu.
Antara cinta dan benci, Kenneth belum bisa memastikan. Hal itu terlihat dari hukuman yang terbilang ringan bagi mantan istri yang pernah melukai hatinya. Rencana sebelum berhasil menemukan Chloe, seharusnya wanita itu terlempar jauh ke neraka. Pada kenyataannya Kenneth malah seolah memberinya kesempatan kedua.
Kaki panjang Claire sudah tiba di depan kamar Nicholas. Pintu panjang itu dia buka perlahan, terlihat sosok anak kecil sedang membentak dua wanita berseragam pelayan. Beberapa barang juga telah dihancurkan, Claire tidak bisa membayangkan bagaimana mengerikannya kehidupan Nicholas.
"Siapa kau berani masuk ke kamarku?!" gertak Nicholas pada Claire.
Gadis itu tidak peduli, dia menepikan rasa takut, kemudian duduk di tepi ranjang berusaha membawa Nicholas dalam pelukannya. Namun, nihil. Anak lelaki itu malah semakin memberontak.
"Hentikan, Nicho! Kau tidak boleh semarah itu!" bentak Claire spontan.
"Apa aku tidak boleh marah melihat ayahku membawa wanita lain?"
Kembali, Claire memaksa anak itu untuk tenggelam dalam pelukannya. Tidak peduli kalau dia terus memberontak sambil mengumpat kata-kata kasar. Sangat miris jika perilaku buruk sudah melekat dalam diri Nicholas sejak kecil.
"Kenapa kau memelukku?!" teriak anak itu lagi.
"Karena aku ibumu!" balas Claire tidak mau kalah. Teriakannya barusan berhasil membuat Nicholas mematung.
Anak lelaki itu sedang mencoba mencerna kalimat barusan. Tiga detik selanjutnya, dia mengangkat wajah menatap mata hazel milik Claire. "Aku tidak memiliki ibu, maka enyahlah dari sini!"
Kenneth menyusul istrinya di taman yang selalu indah itu. Sebuah tempat di mana Claire pernah dihukum oleh Elena dan Keily dengan mengerumuninya dengan semut. Akan tetapi, semua kini berbeda karena dia tengah berbincang hangat dengan Nicholas.Apa yang mereka bicarakan? Kenneth terlalu penasaran, dia pun mendekat dengan langkah yang sangat pelan agar tidak ketahuan. Dia berhenti, berdiri di balik pohon kecil."Aku tahu, Ibu. Pertama melihatmu, aku berusaha untuk membenci karena ayah menyuruhku, tetapi aku tidak bisa. Setiap hari aku marah karena sulit untuk benci padamu. Apalagi kau sangat lembut dan penyayang dan itu meluluhkan hatiku. Kurasa, ayah pun memiliki perasaan yang sama sehingga tidak langsung menghukummu?""Benarkah?"Nicholas mengangguk. "Kau tahu, ayah selalu marah pada siapa saja yang mencoba untuk mengenalkannya dengan wanita lain. Ketika mereka menyebut nama Chloe, aku pasti bersembunyi dalam kamar untuk menghindari amukannya. Ayah adalah orang yang paling membenci ib
"Kau bukan tidak percaya, tetapi tidak menduga, Ken." Elena tersenyum tipis pada putranya. "Tentu saja, karena dia ada dalam hatimu. Kau memberikan cinta yang tulus, tetapi kemudian berkhianat. Sebenarnya, aku memang pernah memergoki mereka sedang bercumbu dalam kamar kosong, tetapi hanya diam karena tidak ingin mendapat masalah. Aku tahu, mengusik Claire akan membuatmu marah. Akan tetapi, ketika masalah ini sudah kita bahas, mustahil untuk tetap diam, bukan?"Dada Claire naik turun, dia sedang tersulut emosi dan mencoba menebak dalang dari masalah itu. Dia mengamati tingkah semua orang yang berdiri di sana dan mendapati si pelayan gemuk selalu mencuri pandang pada Elena.Dugaan yang bagus. Claire tahu kalau mereka berdua bersekutu untuk melawannya. Baiklah, jika itu yang Elena inginkan, maka Claire pasti memberi bukti kalau dia memang pantas untuk tetap hidup sebagai menantu keluarga Wilson.Apa yang harus dia takutkan? Kenneth percaya padanya dan Elena adalah orang yang sangat dia b
Ini kali pertama Claire memasuki kamar Jennifer. Dia sengaja memboyong gadis itu karena penasaran dengan sesuatu. Ternyata jawabannya sudah ada, Jennifer memang sangat mencintai Billy. Kamar mereka penuh dengan foto lelaki sialan itu.Apakah romantis? Tidak, Claire tidak melihat cinta di raut wajah Billy. Dia terlihat seperti menganggap Jennifer adik sendiri. Kenapa gadis itu tidak bisa melihatnya? Mungkinkah dia baru belajar mengenal cinta?Dalam foto itu, Jennifer lah yang selalu tertawa lepas, memeluk bahkan bersandar di bahu Billy. Sementara Billy tersenyum samar, bahkan tidak menyentuh pundak kekasihnya sama sekali seakan foto itu tidak pernah dia inginkan."Menyedihkan!" umpat Claire tidak sengaja.Elena menoleh. Jennifer memang bukan anak kandungnya, tetapi apakah pantas dia mendengar umpatan tadi? Gadis itu terlalu lugu, Elena sangat tahu. Antara mereka berdua, Elena lebih memilih Jennifer."Apa maksudmu? Kau mengatakan Jennifer menyedihkan karena dia hamil sementara Billy tel
Kenneth dan Claire sudah tiba di depan rumah. Sepanjang jalan tadi, wanita itu memikirkan nasib saudaranya. Meskipun dia terkenal licik dan kejam, tetap saja tidak dapat menutup kemungkinan kalau mereka lahir di rahim yang sama.Ketika rindu itu tiba, haruskah Claire mematung di depan cermin? Kenapa Chloe bisa sejahat itu padahal ayahnya kerapkali mengingatkan untuk baik kepada siapapun? Pada tahun itu, Claire terlalu banyak merasakan kesedihan.Berawal dari dirinya yang dipaksa pergi ke Phoenix, mendapat hukuman berat, menyusul kematian ayah dan saudaranya. Claire tidak menduga kalau kejadian itu akan terjadi di tahun yang sama bahkan hanya dalam beberapa bulan terakhir. Bagaimana jika ternyata Kenneth marah begitu melihat Claire yang memiliki wajah mirip dengan saudaranya? Apakah itu akan membangkitkan dendamnya?"Ada apa denganmu, Claire? Kau terlihat memikirkan sesuatu." Kenneth menegur karena sejak tadi wanita itu hanya diam tanpa berani melangkahkan kakinya.Di mansion itu dia m
"Chloe telah mati."Claire tersentak. Otot di wajahnya menegang mendengar kalimat Kenneth. Mereka baru saja bertemu, Claire masih bisa melihat bagaimana saudaranya begitu tangguh bahkan ketika mendapat siksaan. Benarkah dia telah mati? Apakah berendam di air es memang sangat bahaya?Dia tidak berkutik, air mata pun enggan menjadi bukti kesedihannya. Hati Claire seperti mati dan hal yang paling diingat sekarang adalah dia benar-benar hidup sebatang kara. Mungkinkah seandainya dia juga berkhianat, maka berakhir seperti Chloe?"Tidak, itu tidak mungkin.""Kau menyesal?""Maksudku ...." Claire tidak tahu mencari alasan padahal yang dia maksud adalah mustahil untuk mendua. "Em, mereka bagaimana?" tanya Claire kemudian menatap Keily dan Billy yang babak belur.Mereka kurus seperti mayat hidup, bawah mata hitam dan banyak luka di wajahnya. Tidak ada lagi aura kecantikan yang selalu Claire lihat ketika berhadapan dengan Keily. Dia sudah berubah menjadi wanita super jelek. Apalagi Billy, wanit
"Lalu bagaimana denganku?" Oscar kembali mengajukan pertanyaan begitu melihat Nicholas memasuki kamarnya. Dia tahu mereka menjaga rahasia dari anak lelaki itu. Ah, entahlah, Oscar tidak peduli pada siapapun saat ini."Lebih baik kau bergegas kembali ke Michigan sebelum aku berubah pikiran!""Pulanglah, jangan memikirkan apa pun lagi," tambah Claire lembut.Oscar tidak bisa tersenyum, Claire menduga lelaki itu memang sulit berpisah dengannya. Wanita itu bingung harus sedih atau tidak karena takut ekspresinya terbaca oleh Kenneth. Sepasang kekasih itu saling menatap tanpa ada ruang untuk menetap.Mereka seperti berbicara dari hati, menyampaikan segala rindu yang semakin mustahil berujung temu. Pada akhirnya, cinta tidak selalu berbuah manis sekalipun berjuang sepanjang siang dan malam untuk bersama. Oscar mengepalkan kedua tangan, lalu melangkah pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Lelaki yang malang, dia bertekad untuk melupakan Claire dengan caranya sendiri. Kembali ke Michigan h