Share

Bab 6 : Kutukan Perceraian

“Aku pikir kamu akan mengurus adminstrasi,” jawab Cloud. Ia berdiri melihat Nic berada tak jauh darinya.

“Rio datang, dia yang mengurus.”

Nic memandang wajah Kala yang pucat. Sebagai ayah dari anak itu, dia juga merasa sangat bersalah dengan apa terjadi. Nic sendiri memiliki rasa ingin berhenti bersikap seperti ini, tapi jauh di lubuk hatinya rasa dendam ke Skala Prawira tak bisa hilang begitu saja. Nic bahkan semakin yakin mertuanya itu adalah pembunuh sang papa semenjak mengucapkan sumpahnya ke sang istri lima tahun yang lalu dan selalu menjadi nyata.

“Aku bersumpah akan ada hal buruk setiap kali kamu menggugat cerai.”

Cloud duduk kembali, sedangkan Nic larut dalam pikirannya. Baik dia dan Nic sama-sama merasa bersalah ke Kala. Cloud ingat di tahun pertama pernikahannya, saat tengah hamil Kala, dia meminta bertemu Nic untuk membahas perceraian. Namun, tiba-tiba saja dia terkapar tak sadarkan diri, karena pasta yang sama seperti yang dimakan Kala.

Waktu itu, Cloud beranggapan Nic sengaja ingin membunuhnya, tapi ternyata Nic sama sekali tidak tahu kalau Cloud alergi kacang merah. Semua yang terjadi di antara keduanya hanyalah sebuah kesalahpahaman yang berlarut dan tak pernah mereka luruskan.

Sama halnya saat Nic menuduh Cloud membeli obat peluruh kandungan saat hamil muda. Cloud memang memesan obat itu, tapi dia urung meminumnya dan hanya menyimpannya di lemari meja kerja sampai sekarang.

Satu jam kemudian, Kala akhirnya sadar. Bocah itu menatap bingung wajah sang mama yang terus berada di sampingnya. Cloud tersenyum bahagia melihat kondisi Kala yang sudah stabil, dia mengusap kening putranya itu lalu mengecup lembut.

“Mama, haus!”

“Kala haus? Mama ambilkan minum pakai sedotan ya,”ucap Cloud. Sementara dia sibuk membuka tutup botol, Kala tampak mengedarkan pandangan mencari keberadaan Nic.

“Papa di mana? Papa sudah pergi kerja lagi?”

Pertanyaan biasa itu, entah kenapa kali ini terdengar begitu menyakitkan di telinga Cloud. Ia bahkan harus memaksakan senyuman di depan Kala agar putranya itu tak banyak bertanya. Cloud sendiri tidak tahu Nic pergi ke mana, dan semoga informasi yang dia dapat dua minggu yang lalu tidak benar. Ia mendengar Nic beberapa kali pergi bersama seorang wanita ke hotel, yang Cloud tahu Amara—nama wanita itu, adalah sahabat Nic. Namun, bukankah jelas di dunia ini tidak ada yang namanya persahabatan antara pria dan wanita, hubungan semacam itu pasti memiliki akhir yang dengan mudah bisa ditebak.

“Papa!”

Cloud yang baru saja meletakkan botol air kembali ke nakas kaget mendengar Kala berteriak. Ia menoleh dan mendapati Nic datang membawa tas kertas lalu meletakkannya ke sofa. Pria itu mendekat dan memeluk Kala, mencium ubun kepala anak itu dan mengusap lembut punggungnya.

“Jagoan! Kala hebat tidak menangis!” Puji Nic demi menyenangkan hati sang putra. Ia sendiri miris melihat selang infus terpasang di lengan Kala.

“Papa, Aku tidak mau lagi makan pasta di sana.”

Nic terkejut, begitu juga dengan Cloud. Seperti apa yang dipikirkan oleh Cloud, Nic berpikir apa yang diucapkan Kala barusan adalah ajaran darinya, tapi kali ini Cloud tidak ingin diam dengan kesalahpahaman yang mungkin saja terjadi.

“Kala, kalau Papa tidak tahu nanti Papa pikir Mama yang minta Kala bicara seperti itu lho.”

Kala menggeleng, dia mendongak memandang wajah Nic dan berkata, "Tidak, Mama tidak minta Kala ngomong gitu kok, Pa.”

Nic tersenyum canggung, dia merasa Cloud sengaja melakukan itu di depan Kala dan dia merasa tidak suka.

Hingga, malam harinya setelah memastikan Kala sudah tidur lelap Nic mengajak Cloud bicara, tapi sebelum itu Nic dibuat heran karena sang istri tidak mengganti baju, padahal dia sudah susah payah membawakan baju ganti ke rumah sakit.

“Apa kamu tidak sudi menerima bantuanku? Kenapa tidak ganti baju? Bukankah direktur Niel Fashion harus selalu terlihat modis? Bagaimana kalau di luar nanti ada wartawan?” Pertanyaan Nic terdengar sedikit menyindir. “Ah … aku tahu, pasti kamu ingin terlihat sangat lelah dan kucel di depan mereka.”

“Terima kasih, terserah kamu mau bicara apa, yang jelas aku tidak butuh rasa pedulimu terhadap penampilanku, bahkan tanpa ganti baju pun kamu sering menerobos ke kamar untuk menyentuhku,” balas Cloud.

Nic menyeringai, dia pun menanggapi sindiran Cloud tak kalah ketus. “Bukankah kamu juga senang? Aku sudah bilang tidak akan melewatkan seks halal dan gratis, jangan munafik Cloud! Kamu juga menikmatinya.”

“Ya, bagiku kamu tak lebih dari gigolo tanpa bayaran.”

Nic tergelak ironi, beruntung Kala sudah terlelap tidur. Mata pria itu mengekori langkah Cloud yang tampak mengambil sesuatu dari dalam tas lalu mendekat ke arahnya. Cloud meletakkan beberapa lembar foto ke meja agar Nic bisa melihat dengan jelas.

“Sepertinya ini cukup untuk membuat kita berpisah pak Nicola Danuarta. Kamu berselingkuh.”

Nic dengan santai mengambil satu lembar foto itu untuk dilihat lebih dekat, dia tersenyum menyadari Cloud selama ini ternyata juga memata-matai dirinya.

“Semua orang sudah tahu persahabatanku dengan Amara, kami bahkan sudah berteman jauh sebelum kita menikah.” Nic menjawab dengan sangat enteng. “Kamu tidak bisa membatasi pergaulanku Cloud,”imbuhnya dengan mimik sombong.

“Begitukah? Kamu tidak berpikir karena Kala hubungan kita juga menjadi sorotan?”

“Itu salahmu, yang membuat Kala menjadi terkenal adalah dirimu, jadi rasakan akibatnya.”

Nic menyandarkan punggung lalu melipat dua tangan ke depan dada.

“Apa kamu mau menyebarkan foto ini ke publik? Sebarkan saja! Kamu sudah tahu jawabannya siapa yang akan paling hancur.”

Komen (13)
goodnovel comment avatar
Risma Magdalena
si Nic ini makin nyebelinnnn deh
goodnovel comment avatar
ALYATUSANl
Sekali" jangan ada pikiran jahat dong nic
goodnovel comment avatar
Yessy Susanti
pen nnonjok s Nic deh kselll bgt.. liat aj ntr jg kena karma ny kmu Nic.. ttp smangatt Cloud
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status