Share

Bab 7 : Bolehkah Punya Dua Papa?

“Kamu!  Kenapa tidak memberitahu papa dan mama kalau Kala masuk rumah sakit?”

Paginya Bianca dan Skala datang menjenguk Kala. Meski tidak diberitahu kabar masuknya sang cucu ke rumah sakit, tapi banyak rekan dan saudara mereka yang bertanya tentang kabar itu, hingga akhirnya Bianca menghubungi Cloud untuk menanyakan.

“Dia sudah ba-"

Belum juga selesai menjawab, Bianca sudah memeluk Kala. Wanita itu sangat memanjakan satu-satunya cucu laki-laki di keluarga. Cloud memang memiliki seorang kakak laki-laki yang juga sudah menikah, tapi dari pernikahan itu Rain — kakaknya dikaruniai dua anak perempuan.

“Mabibi, lihat aku disuntik!” Kala langsung mengadu ke Bianca, dia memberi neneknya panggilan kesayangan, sedangkan untuk kakeknya Kala hanya menyebut opa.

“Aduh! Cucu kesayangan Mabibi sakit ya!” Bianca mengusap punggung Kala secara konstan, sampai sang cucu mengurai pelukan mendapati Skala mengeluarkan mainan.

Cloud hanya bisa menatap dengan senyuman yang tak pernah bisa lepas, ada beban yang mengganjal di hati, dia takut jika Nic benar-benar menjadikan Kala alat untuk menuntaskan balas dendamnya ke Skala. Sejauh ini Cloud belum bisa membaca hal buruk apa yang Nic rencanakan untuk menghancurkan papanya.

Cloud masih berdiri mematung melihat kehangatan yang terjalin di antara Kala dan orangtuanya, hingga pintu kamar itu diketuk, Cloud yang kaget pun menoleh, dia menebak mungkin saja itu Nina, karena Nic tidak mungkin secepat ini kembali dari kantor.

“Arkan!”

Bianca, Skala, dan Kala langsung menoleh saat Cloud menyapa pria yang merupakan sepupu Nic itu. Mata Kala bahkan seketika berbinar dan wajahnya terlihat senang.

“Om Arkan!” teriaknya.

Arkan melewati Cloud begitu saja, dia mendekat lalu menunjukkan telapak tangan kanannya ke Kala. Bocah itu menyambutnya bahkan sengaja membenturkan telapak tangan mungilnya dengan kencang.

“Aduh! Apa Kala benar-benar sakit? Kenapa keras sekali tosnya,” kelakar Arkan.

Berbeda dengan Nic yang dingin dan tak banyak senyum, Arkan lebih ramah dan murah senyum. Pria itu juga rekan kerja Cloud, dia seorang pengusaha yang memiliki hobi fotografi. Bahkan dari hasil jepretan kameranya lah Kala bisa menjadi seterkenal saat ini.

“Cloud, kamu sudah sarapan belum?” Tanya Bianca, dia baru sadar tak membawa apa-apa ke sana karena terlalu mencemaskan kondisi Kala. Sementara mainan yang diberikan ke Kala tadi sudah disiapkan jauh-jauh hari.

“Belum, Ma. Nanti saja.”

Mendengar jawaban Cloud, Arkan seketika menawarkan untuk pergi makan bersama. Ia berkata kebetulan juga belum memasukkan apa pun ke dalam perutnya sejak pagi.

“Ya sudah sana kalian makan, kami akan temani Kala di sini.”

Awalnya Cloud merasa sungkan dan enggan, tapi karena paksaan dari Bianca dan juga ajakan dari Arkan, dia pun akhirnya mau keluar dari kamar. Di depan rumah sakit itu ada sebuah warung makan kecil. Baik Cloud dan Arkan sama-sama memiliki sifat sederhana, keduanya tidak sungkan untuk makan di tempat semacam itu.

Mereka tampak berdiri di pinggir jalan hendak menyebrang sambil berbincang, hingga tak sadar seorang pria sedang menatap tajam dari dalam sedan mewah yang sedang dikendarai. Nic terus mengawasi ke mana Arkan dan Cloud pergi, mukanya berubah kesal seperti pria yang tengah cemburu karena kekasihnya dekat dengan lelaki lain.

“Kenapa pesananmu sepertinya lebih enak?” Cloud baru saja menerima piringnya lalu protes. Ia diam memandang piring milik Arkan sampai pria itu mengambil dan menukar piring mereka.

“Soto memang enak, tapi nasi berkat seperti ini lebih enak,” ucap Arkan.

Cloud hanya tersenyum, bisa saja dia memesan satu porsi nasi lagi, tapi bingung siapa yang akan menghabiskannya nanti. Tak ada perbincangan yang mereka lakukan di sela makan, keduanya fokus sarapan lalu bergegas kembali ke rumah sakit. Meskipun Cloud tahu kalau sudah bersama nenek dan kakeknya Kala anteng, tapi tetap saja dia cemas.

“Kala, kami sudah selesai!”

Suara renyah Arkan membuat Kala menjulurkan kepala. Baik Arkan dan Cloud dibuat kaget karena Nic ternyata sudah berada di sana. Bianca dan Skala juga masih ada dan sedang duduk di sofa, mereka sibuk dengan ponsel masing-masing. 

“Om Arkan sudah kenyang?” Tanya Kala.

“Kamu datang?” Nic menyapa meski terdengar sedikit tidak ramah. Ia bersikap dingin, bahkan membuat Arkan merasa seolah kehadirannya tidak diinginkan di sana.

“Om mau main nggak?” Kala dengan polosnya bertanya, karena kursi yang ada di samping ranjangnya sudah dipakai oleh sang papa, Kala pun meminta Arkan untuk duduk di atas ranjang bersamanya.

“Eh … tidak boleh Kala, itu ‘kan ranjang pasien,” tolak Arkan dengan lembut.

“Tidak apa-apa, Om. Boleh ‘kan, Pa?” tanya Kala meminta persetujuan Nic.

Cloud sendiri hanya melirik sekilas mendengar pertanyaan Kala, dia sudah duduk di depan orangtuanya, lalu menyibukkan diri membuka bingkisan buah yang ada di atas meja, meski begitu Cloud tetap memasang telinga menunggu respon dari sang suami.

Namun, bukannya menjawab boleh atau tidak. Nic malah berdiri lalu duduk di atas ranjang, dia menatap Arkan lalu kursi, tanpa bicara mempersilakan sepupunya itu duduk di sana.

“Kala, katanya Kala mau main film, ya?”

Pertanyaan Arkan sebenarnya hanya basa-basi, dia tak sadar sudah membuat Nic kaget dan langsung menatap tajam ke arah Cloud. Nic sudah meminta semua urusan pekerjaan Kala harus dibicarakan lebih dulu dengannya, jadi jika apa yang dikatakan Arkan benar, jelas Cloud sengaja.

“Iya, tapi tidak tahu kapan,” jawab Kala dengan polos. Bocah itu kemudian memandang Nic dan Arkan bergantian. Keningnya berkerut-kerut seolah sedang memikirkan hal yang berat.

“Mama!” Panggilnya ke Cloud.

“Iya sayang,” jawab Cloud lantas menoleh.

“Mama, apa aku boleh punya dua papa?”

Komen (25)
goodnovel comment avatar
Nelly Sianipar
ceritanya seru
goodnovel comment avatar
Empana Baning
Baru kau tahu papa nic cemburu
goodnovel comment avatar
Empana Baning
Biar papa nic rasa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status